BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman sebelum masehi dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan. Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada jaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun berkuasa. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti oleh masa paceklik selama 7 tahun berikutnya. Untuk berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari hasil panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik. Dengan demikian pada masa 7 tahun paceklik rakyat Mesir terhindar dari risiko bencana kelaparan hebat yang melanda seluruh negeri. Pada tahun 2000 sebelum masehi para saudagar dan aktor di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal. Perkumpulan serupa yaitu Collegia Nititum, kemudian berdiri dengan beranggotakan para budak belian yang diperbanatukan pada ketentaraan kerajaan Roma (Rahman, Afzalur). Konsep auransi sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat primitif yang berkelompok. Dalam masyarakat primitif, orang hidup bersama dalam keluarga besar atau suku dimana kebutuhan-kebutuhannya dipenuhi dan dilindungi melalui kerjasama dan saling membantu. Oleh karena itu mereka merasa tidak memerlukan suatu asuransi karena semua resiko sepenuhnya dilindungi oleh masyarakat. Pada waktu keluarga atau suku berubah menjadi kehidupan yang berpindah-pindah secara teori keluarga tersebut mulai menghadapi berbagai macam bahaya tanpa adanya perlindungan dari keluarga maupun sukunya dan untuk itu bagaimanakah bentuk perkembangan asuransi itu sendiri saat ini.
B. Rumusan Masalah
Di dalam asuransi khususnya asuransi syariah di terapkan akad tabarru’ namun sejauh ini apakah akad tersebut telah berjalan sesuai dengan akad yang benar-benar memposisikan akad tabarru’ sebagai akad yang di jalankan dalam asuransi syariah. Lalu bagaimana dengan konsep akad asuransi syariah dibandingkan dengan konsep asuransi pada umumnya yang biasa di sebut asuransi konvensional.
C. Tujuan
Dalam pembahasan asuransi syariah maka dengan itu bertujuan untuk mencari informasi mengenai bagaimana usaha asuransi dapat berjalan sesuai dengan aturan syariah, serta mengambil sebagai upaya banding dengan usaha asuransi pada umumnya. Serta mencari informasi mengenai suatu kepastian hukum tentang usaha syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada hal ini penulis menggunakan metode kepustakaan dengan mencari dari beberapa pendapat tokoh serta teori-teori yang di kemukakan untuk kemudian di analisis, serta penggalian dari sumber hukum islam yaitu al qur’an dan as sunnah kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan dari masalah yang ada.
Pengertian Asuransi
Pengertian asuransi banyak literatur-literatur yang memberikan pengertian definisi dari asuransi, secara umum dapat diketahui dalam pasal 246 KUHD yang menerangkan bahwa :
“Asuransi adalah suatu persetujuan dimana penanggung berjanji pada tertanggung untuk membayar sejumlah kerugian yang telah disepakati bila terjadi suatu kerusakan, kerugian atau kehilangan keuntungan itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang belum tentu terjadi”. [1]
Dalam pengertian lain asuransi secara riil adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya, paling sederhana dan paling umum adalah persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bisa tertimpa kerugian guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan atau dipastikan sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah satu orang yang diantara mereka maka beban tersebut akan disebarkan keseluruh anggota yang ikut dalam usaha asuransi tersebut(lihat juga Insurance, dalam EB edisi XI, XIV, h.656)[2]. Maka dari itu dapat dipahami tujuan asuransi adalah sebagai bentuk pertanggung jawaban atas suatu perbuatan yang mungkin belum bisa dipastikan kejadiannya.
Di jelaskan pula dalam KUHD pasal 246 mengenai unsure-unsur asuransi, yaitu ada tiga unsur asuransi diantaranya :
Unsur premi atau adanya premi
Unsur ganti rugi atau adanya ganti rugi, dan
Unsur peristiwa atau adanya peristiwa yang belum terjadi.[3]
Pengertian asuransi juga dapat ditemui dalam ketentuan UU no. 2 / 1992 bab I pasal 1 tentang usaha perasuransian menyatakan asuransi yakni perjanjian antara dua pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian atau kerusakan yang telah terjadi.[4] Pengertian dari premi adalah upah asuransi atau harga yang dipungut oleh pihak penjamin agar dapat melaksanakan kewajibannya.[5] Dalam asuransi premi sebagai hak yang dibayarkan kepada seseorang atas kerugian itu terjadi dan itu biasanya berupa harga yang sepadan dengan resiko, namun dalam hal kesepadanan hanya semata-mata menurut perhitungan pihak penjamin. Menurut esiklopedia Indonesia asuransi adalah jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung (biasnya kantor asurnsi) kepada yang tertanggung untuk resiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat pejanjian (polis) bila terjadi kerugian keruskan atau mengenai kehilangan jiwa dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap bulan.[6] Dari bebrapa pengertian yang telah diuraikan diatas maka dapat disimpulkan pengertian dari asuransi secara umum adalah bentuk kesepakatan atau perjanjian yang dibuat antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan pihak tertanggung (peserta asuransi) dengan memberikan suatu premi atas kerugian atau kerusakan yang mungkin belum diketahui kepastiannya, yang dananya diambilkan dari peserta asuransi yang itu merupakan kesepakatan bersama.
Pembagian secara umum asuransi termasuk dalam lembaga keuangan non bank, dalam pembahasan kali ini berkenaan dengan asuransi syari’ah, pengertian asuransi syari’ah sendiri tidak berbeda dengan pengertian asuransi pada umumnya yang telah dibahas diatas, secara prinsip yang membedakan asuransi syari’ah dengan asuransi pada umumnya atau asuransi konvensional adalah terletak pada prinsip-prinsip yang dijalankan. Prinsip utama dalam asuransi syari’ah adalah prinsip (ta’awun) tolong menolong[7] berbeda dengan prinsip asuransi pada umumnya yang menggunakan perhitungan untuk mencari keuntungan (lihat masa’il fiqiyah hal. 64) jadi pengertian asuransi syari’ah atau istilahnya asuransi tafakul adalah dalam bahasa arab berasal dari kata dasar kafala – yakfulu – takafala – yatakafalu – takaful yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama.[8] Disinilah letak perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional. Didalam al qur’an tidak ditemukan kata tafakul namun ada beberapa ayat al qur’an ada kata yang senada dengan kata tafakul, artinya : “..bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?...” [9] untuk lebih memperjelas pengertian mengenai takaful jika diartikan secara muamalah dapat mengandung arti saling mengandung resiko diantara sesame manusia sehingga antara yang satu dengan yang lainnya menjadi resiko masing-masing, maka secara umum prinsip kerja dari asuransi takaful adalah lebih mengutamakan asas saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut(lihat juga, juha s praja, asuransi takaful, artikel PT Syarikat Takaful Indonesia). Perusahaan asuransi takaful hanya bertindak sebagai fasilitator yang saling menanggung atas resiko diantara mereka para peserta asuransi, jadi dengan demikian dapat dipahami perbedaan pengetian antara asuransi takaful dengan asuransi konvensional.
Prinsip – Prinsip Asuransi
Telah dijelaskan diatas bahwa asuransi secara prinsip menggunakan asas saling tolong menolong, prinsip utama asuransi takaful adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tololng menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Dalam asuransi takaful transaksi yang dibuat adalah akad takafuli (saling mengandung) bukan akad tabaduli (saling menukar), para pakar ahli ekonomi islam merumuskan tentang prinsip – prinsip yang dipakai oleh asuransi takaful yang membaginya menjadi tiga prinsip utama yaitu :
1. Saling bertanggung jawab
Ini berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk saling membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian.
2. Saling bekerja sama atau saling membantu
Ini berarti bahwa para peserta asuransi takaful yang satu dengan peserta asuransi yang lain harus saling bekerja sama dalam hal saling membantu meringankan beban atas kerusakan atau kerugian yang telah diderita oleh anggota peserta asuransi.
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain
Ini berarti para peserta asuransi berperan sebagai pelindung bagi peserta yang lain yang mengalami musibah.
Dari beberapa prinsip asuransi tersebut, Karnaen A Perwaatmadja menambahkan satu prinsip yaitu menghindari unsur-unsur gharar, maisir dan riba.[10] Selain prinsip diatas sebagai tambahan juga ada prinsip asuransi takaful yaitu : Insurable Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan), Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna) .
Sejarah Asuransi Syariah
Asuransi termasuk dalam lembaga keuangan non bank dan telah berdiri sejak lama apabila kita runtut kebelakang maka lembaga asuransi telah dikenal pada awal islam, yang pada akhirnya banyak literature yang menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi, misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan system aqilah , system aqilah adalah system menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dinamakan sebagai “kunz”. Namun keberadaan asuransi syari’ah tidak dapat dilepaskan dari keberadaan asuransi kovensional sebab sebelum adanya asuransi syari’ah, terdapat beberapa macam usaha asuransi konvensional yang itu rata-rata dikendalikan oleh orang-orang nonmuslim maka secara tidak langsung didalam praktik operasionalnya terdapat unsure-unsur yang bertentangan dengan aturan islam seperti unsure riba, gharar, dan maisir, jika ditinjau pula dari segi hukum perikatan islam maka asuransi konvensional hukumnya haram, dan ini yang disepakati oleh beberapa ahli hukum islam sepeti Abdul Wahab Khalaf, Sayyid Sabiq, Yusuf al-Qardawi.
Dengan berlandaskan bahwa hukum dari asuransi syari’ah adalah haram maka perlu suatu rumusan konsep yang dapat menghindarkan dari praktik riba, gharar, dan maisir yang semua itu diharamkan oleh islam.[11] Untuk itu maka dibuatlah konsep asuransi takaful atau asuransi yang berlandaskan pada asas-asas hukum islam.
Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi konvensional
Perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi kovensional secara umum adalah terletak pada prinsip kerja antara asuransi takaful dengan asuransi kovensional, asuransi takaful lebih mengedepankan akad saling tolong menolong. Perbedaan yang mendasar antara asuransi kovensional dengan asuransi takaful diantaranya :
Keberadaan Dewan Pengawas Syariah merupakan suatu keharusan, sedangkan dalam asuransi konvensional tidak ada.
Prinsip akad asuransi syari’ah adalah takaful yakni saling tolong menolong, sedangkan akad asuransi kovensional adalah bersifat tadabuli saling tukar menukar.
Dana yang terkumpul dari peserta asuransi syari’ah diinvestasikan berdasarkan syari’ah dengan sistim bagi hasil (mudharabah), dalam asuransi konvensional dana yang terkumpul diinvestasikan pada berbagai sector dengan sistim bunga.
Premi yang terkumpul menjadi tetap milik nasabah atau peserta asuransi, dalam asuransi konvensional premi menjadi hak milik perusahaan asuransi sendiri.
Perbedaan asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional berdasarkan prinsip operasionalnya yakni diantaranya :
Unsur Gambling (maisir) dalam asuransi konvensional pihak yang satu mendapatkan keuntungan sedangkan pihak yang lain mengalami kerugian, missal karena sebab tertentu pemegang polis membatalkan kontran sebelum masa Reversing Period, biasnya pada tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak dapat menerima uangnya kembali, dalam asuransi takaful masa Reversing Period setiap peserta tetap mempunyai hak untuk mendapatkan semua uang yang dibayarkan.
Unsur Riba dalam asuransi kovensional terdapat usaha investasi dengan meminjamkan dana-dananya atas dasar bunga, dalam asuransi syari’ah tidak terdapat usaha investasi dengan menerapakan bunga.
Unsur komersial dalam asuransi konvensional unsure komersialnya masih sangat menonjol akibat penerapan sistim bunga, dalam asuransi syari’ah unsure komersial tetup oleh unsure ta’awun atau pertolongan sebagai akibat dari penerapan konsep mudharabah dengan sistim bagi hasil.[12]
Jenis-jenis Asuransi
Jenis-jenis asuransi kovensional dibedakan atas beberapa bagian macam berdasarkan prinsip asuransi yakni diantaranya :
1. Asuransi Kebakaran (fire insurance), tujuan dari asuransi kebakaran adalah untuk mengganti kerugian akibat kebakaran. Dalam asuransi terdapat kontrak syarat yang diantaranya :
a. Insuring Clause yakni syarat yang hanya menjamin semua kerusakan atau keruguan atas semua hak milik.
b. Stipulation conditions yakni syarat yang hanya menjamin mengenai tempat atau lokasinya.
c. Form of Contracts yakni syarat yang ditujukan untuk jenis atau kontrak yang digunakan.[13]
2. Asuransi Jiwa (life insurance), tujuan dari asuransi ini adalah menanggung seseorang terhadap kerugian financial yang tak terduga akibat meninggal cepat atau terlalu lama. Resiko dari asuransi jiwa ada dua yaitu : kematian dan hidup orang terlalu lama.[14]
3. Asuransi Laut (Ocean marine insurance), tujuan dari asuransi ini adalah untuk mengganti kerugian yang terjadi akibat kecelakaan yang terjadi dilaut.[15]
4. Asuransi Angkutan Udara, tujuan dari asuransi ini adalah untuk mengganti kerugian dari pada pesawat dan muatannya baik barang serta penumpamnya terhadap bahaya yang terjadi di bandara atau pada saat terbang.
5. Asuransi Angkutan Darat , objek dari asuransi ini adalah penumpang, barang yang diangkut, dan kendaraan pengangkut.
6. Asuransi Kredit
7. Asuransi Kesehatan, jenis asuransi ini adalah kecelakaan dan penyakit
8. Asuransi Tanggung Gugat, tujuannya adalah melindungi tergugat terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian.
Sedangkan jenis-jenis asuransi syariah, yang sebagaimana diatur dalam UU no. 2 / 1992 tentang Usaha Perasuransian maka asuransi takaful terdiri atas dua jenis yaitu :
1. Takaful Keluarga (asuransi jiwa), adalah bentuk asuransi syari’ah yang memberikan pelindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful(lihat Antonio, perbankan syariah, h.150) prodak takaful keluarga meliputi :
a. Takaful berencana.
b. Takaful pembiayaan.
c. Takaful pendidikan.
d. Takaful dana haji.
e. Takaful berjangka.
2. Takaful Umum (asuransi kerugian), adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan financial dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta asuransi. Prodak takaful umum meliputi :
a. Takaful kendaraan bermotor.
b. Takaful kebakaran.
c. Takaful kecelakaan diri.
d. Takaful pengangkutan laut.
e. Takaful rekayasa.
Mekanisme Operasional Asuransi Syari’ah
Mekanisme pengelolaan dana takaful keluarga dilakukan sebagai berikut :
1. Premi yang di terima masuk kedalam “rekening tabungan” yaitu rekening tabungan peserta asuransi dan “rekening khusus” yaitu rekening yang khusus disediakan untuk kebaikan berupa pembayaran klaim (manfaat takaful) kepada para peserta takaful atau ahli waris.[16]
2. Premi takaful akan disatukan ke dalam “kumpulan dana peserta” yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan syari’ah kemudian keuntungan yang diperoleh dari investasi dibagi sesuai dengan perjanjian mudharabah yang disepakati misalnya 70% untuk peserta dan 30% untuk perusahaan asuransi.[17]
Mekanisme pengelolaan dana takaful umum dilakukan sebagai berikut :
Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukkan kedalam rekening khusus yang diniatkan derma atau dana kebajikan (tabarru’) dan digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi musibah.
Premi takaful tersebut dimsukkan ke dalam “kumpulan dana peserta” kemudian dikembangkan melalui investasi proyek yang dibenarkan syari’ah.
Setelah dikurangi beban asuransi (klaim, premi asuransi) dan masih terdapat kelebihan maka kelebihan tersebut dibagi dengan cara mudharabah.
Keuntungan peserta akan dikembalikan kepada peserta yang tidak mengalami musibah, untuk perushaan sendiri akan digunakan untuk pembiayaan operasional.[18]
BAB III
ANALISIS
Tinjauan Hukum Asuransi Syariah
Tinjauan hukum asuransi syari’ah bepedoman pada Al-Qur’an dan Hadits, namun secara tersurat tidak diketemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan akan transaksi asuransi, berbeda dengan transkasi jual beli yang didalam Al-Qur’an dinyatakan dengan jelas. Untuk itu dalam menggali hukum tentang asuransi maka dapat dipelajari secara ekplisit yang mempunyai makna secara kontekstual yang itu bisa menjadikan sebagai dasar asuransi. Secara prinsip akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan ta’wun, didalam Al-Qur’an kata ta’wanu secara umum terulang sebanyak tiga kali namun dari ketiga ayat tersebut yang dianggap paling cocok sebagai bentuk dasar hukum dari asuransi takaful yaitu surat Al-Ma’idah ayat 2. Akad tabarru’ digunakan untuk tujuan saling menolong tanpa mengharapkan balasan kecuali dari Allah SWT jadi dengan demikian pihak yang terlibat tidak dapat mengambil keuntungan dari jenis ini.[19] Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) menetapkan sebagai bentuk akad yang digunakan dalam asuransi takaful, berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional akad yang dilaksnakan dalam perusahaan asuransi takaful adalah akad tijarah dan/ atau akad tabarru’. Akad tijarah adalah mudharabah dan akad tabarru’ adalah hibah, hal ini berdasarkan fatwa DSN no. 21. sedangkan dalam fatwa DSN no. 53 akad tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.
Berkenaan dengan usaha asuransi syari’ah maka terlepas dari usaha asuransi yang lainnya maka asuransi syari’ah sendiri masih menghadapi polemic masalah tentang kepastian hukum untuk itu dikalangan ada beberapa perdebatan yang masih menjadikan masalah asuransi sebagai kegiatan yang melanggar aturan syari’ah, namun disisi lain ada pula yang menganggap asuransi yang jika dilakukan atau didasarkan atas nilai-nilai serta aturan dalam islam maka asuransi itu boleh. Untuk mengetahui apa alasan mereka yang menyatakan bahwa asuransi itu merupakan pratik yang betentangan dengan syari’at islam, dengan pendapat mereka yang menyatakan bahwa asuransi syari’ah tidak bertentangan dengan syari’ah islam.
Dalam asuransi syariah ada yang menyatakan bahwa akad yang di gunakan dalam transaksi syariah adalah akad yang ghairu musamma (akad yang belum ada penamaannya) dan termasuk akad yang baru dalam literature fiqh[20]. Pada dasarnya praktek asuransi syariah adalah bentuk kegiatan yang didalamnya menerapkan azas saling tolong menolong.
“sebagai makhluk yang lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa keberadaannya tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya, solusinya adalah firman Allah dalam Al-Qur’an al-maidah ayat 2 : “…tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”[21]
Perbedaan pendapat mereka kami sajikan dalam table berikut ini :
No
Pendapat yang setuju
Pendapat yang tidak setuju
1
Tidak ada nash Al-Qur’an dan Hadits yang melarang asuransi
Asuransi sama dengan judi
2
Adanya kerelaan antara dua belah pihak
Asuransi mengandung unsure-unsur yang tidak pasti
3
Saling menguntungkan kedua belah pihak
Asuransi mengandung unsure riba
4
Asuransi termasuk akad mudharabah artinya akad kerja sama bagi hasil.[22]
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
Itulah dari beberapa perbedaan pendapat yang terjadi diantara kalangan para tokoh ahli ilmu perbankan serta ahli ilmu fiqh.
Dengan kembali berpaku pada asas kaidah fiqiyah “segala sesuatu (perbuatan) tergantung pada tujuannya” maka dalam menyikapi asuransi syari’ah lebih dahulu kita mengutamakan tujuan atau niat kita dalam ikut sebagai peserta asuransi.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah termasuk salah satu usaha yang menjadi bagian dari lembaga keuangan non bank, kegiatan asuransi adalah kegiatan yang terjadi antara pihak tertanggung dengan pihak penangung dalam memberikan ganti rugi atas suatu kerugian atau kerusakan. Asuransi syari’ah secara umum kegiatannya tidak berbeda dengan kegiatan asuransi pada umumnya atau asuransi konfensional, dalam hal ini yang membedakan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konfensional itu terletak pada perinsip kerja yang digunakan, jika asuransi syari’ah menggunakan perinsip saling tolong menolong (ta’awun) dan kebajikan (tabarru’) sedangkan dalam konvensional tidak menggunakan prinsip ini.
Dalam hal penggunaan dana asuransi, asuransi syari’ah menggunakan dana yang telah terkumpul tersebut diinvestasikan dalam bentuk system bagi hasil (mudhorabah) sedangkan dalam konvensional dana yang telah terkumpul diinvestasikan kepada usaha yang masih menggunakan system bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, gemala, S.H. , aspek-aspek hukum dalam perbankan dan perasuransian syariah di Indonesia; Jakarta, Prenada Media, 2004
Zulkifli, sunarto, panduan prakris transaksi perbankan syariah; Jakarta, Zikrul hakim, 2007
Sumitro, warkum, S.H., asas-asas perbankan islam dan lembaga-lembaga terkait; Jakarta, Grafindo persada, 1997
Pasribu, chairuman, hokum perjanjian islam; Jakarta, Sinar grafika, 1994
Salim, abas A., dasar-dasar asuransi (principles of insurance); Bandung, Tarsito, 1985
Salim, abas A. dasar-dasar asuransi edisi revisi; Bandung, Tarsito
Ali, hasyim Drs., bidang usaha asuransi; Jakarta, Bumi aksara, 1993
Ali, hasan M., masa’il fiqiyah zakat pajak asuransi & lembaga keuangan; Jakarta, Grafindo persada, 1997
Muslehuddin, M., asuransi dalam islam; Jakarta, Bumi aksara, 1995
Muslehuddin, M., menggugat asuransi modern; Jakarta, Lentera basritama, 1999
Kansil, C.S.T., Sh, pokok-pokok pengetahuan hokum dagang Indonesia; Jakarta, Sinar grafika, 2008
Janwari, yadi, M.ag, 2005. Asuransi Syariah. Bandung. Pustaka bani quraisy
Wirdyaningsih,sh,et.al. 2006. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta. Prenada media.
Ali, hasan MA, 2004. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta. Prenada media.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 21/DSN-MUI/X/2001, tentang: Pedoman Umum Asuransi Syariah
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 53/DSN-MUI/III/2006, tentang : Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah
[1] Kansil,Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika,2008),178.
[2] Muslehuddin,Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta:Lentera Basritama,1999),3.
[3] Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum,178.
[4] Chairuman pasaribu,Hukum PerjanjianIslam,(Jakarta:Sinar Grafika,1994),84 .
[5] Muslehuddin,Menggugat Asuransi Modern, 41.
[6] M. hasan ali,Masa’il Fiqiyah Zakat Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,1997),57.
[7] Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),132.
[8] Ibid.,122.
[9] QS Thaha ayat 40
[10]Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),134.
[11] Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),125.
[12] Warkum sumitro,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja Grafindo,1997),170.
[13] Abas salim,Dasar-dasar Asuransi (Principles Of Insurance),(Bandung:Tarsito,1985),12.
[14] Ibid.,21.
[15] Ibid.,57.
[16] Warkum sumitro,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja Grafindo,1997),173.
[17] Gemala dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media, 2004),140.
[18]Warkum sumitro,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja Grafindo,1997),175.
[19] Sunarto zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah,(Jakarta:Zikrul Hakim,2007),13.
[20] Ali, hasan MA,Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam ,(Jakarta:Prenada media,2004),139.
[21] Wirdyaningsih,sh.et.al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,(Jakarta:Prenada media,2006),1484
[22] Chairuman pasaribu,Hukum Perjanjian Islam,(Jakarta:Sinar Grafika,1994),88.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep asuransi sebenarnya sudah dikenal sejak jaman sebelum masehi dimana manusia pada masa itu telah menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman, antara lain kekurangan bahan makanan. Salah satu cerita mengenai kekurangan bahan makanan terjadi pada jaman Mesir Kuno semasa Raja Firaun berkuasa. Suatu hari sang raja bermimpi yang diartikan oleh Nabi Yusuf bahwa selama 7 tahun negeri Mesir akan mengalami panen yang berlimpah dan kemudian diikuti oleh masa paceklik selama 7 tahun berikutnya. Untuk berjaga-jaga terhadap bencana kelaparan tersebut Raja Firaun mengikuti saran Nabi Yusuf dengan menyisihkan sebagian dari hasil panen pada 7 tahun pertama sebagai cadangan bahan makanan pada masa paceklik. Dengan demikian pada masa 7 tahun paceklik rakyat Mesir terhindar dari risiko bencana kelaparan hebat yang melanda seluruh negeri. Pada tahun 2000 sebelum masehi para saudagar dan aktor di Italia membentuk Collegia Tennirium, yaitu semacam lembaga asuransi yang bertujuan membantu para janda dan anak-anak yatim dari para anggota yang meninggal. Perkumpulan serupa yaitu Collegia Nititum, kemudian berdiri dengan beranggotakan para budak belian yang diperbanatukan pada ketentaraan kerajaan Roma (Rahman, Afzalur). Konsep auransi sangat berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat primitif yang berkelompok. Dalam masyarakat primitif, orang hidup bersama dalam keluarga besar atau suku dimana kebutuhan-kebutuhannya dipenuhi dan dilindungi melalui kerjasama dan saling membantu. Oleh karena itu mereka merasa tidak memerlukan suatu asuransi karena semua resiko sepenuhnya dilindungi oleh masyarakat. Pada waktu keluarga atau suku berubah menjadi kehidupan yang berpindah-pindah secara teori keluarga tersebut mulai menghadapi berbagai macam bahaya tanpa adanya perlindungan dari keluarga maupun sukunya dan untuk itu bagaimanakah bentuk perkembangan asuransi itu sendiri saat ini.
B. Rumusan Masalah
Di dalam asuransi khususnya asuransi syariah di terapkan akad tabarru’ namun sejauh ini apakah akad tersebut telah berjalan sesuai dengan akad yang benar-benar memposisikan akad tabarru’ sebagai akad yang di jalankan dalam asuransi syariah. Lalu bagaimana dengan konsep akad asuransi syariah dibandingkan dengan konsep asuransi pada umumnya yang biasa di sebut asuransi konvensional.
C. Tujuan
Dalam pembahasan asuransi syariah maka dengan itu bertujuan untuk mencari informasi mengenai bagaimana usaha asuransi dapat berjalan sesuai dengan aturan syariah, serta mengambil sebagai upaya banding dengan usaha asuransi pada umumnya. Serta mencari informasi mengenai suatu kepastian hukum tentang usaha syariah.
BAB II
PEMBAHASAN
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada hal ini penulis menggunakan metode kepustakaan dengan mencari dari beberapa pendapat tokoh serta teori-teori yang di kemukakan untuk kemudian di analisis, serta penggalian dari sumber hukum islam yaitu al qur’an dan as sunnah kemudian dapat ditarik sebuah kesimpulan dari masalah yang ada.
Pengertian Asuransi
Pengertian asuransi banyak literatur-literatur yang memberikan pengertian definisi dari asuransi, secara umum dapat diketahui dalam pasal 246 KUHD yang menerangkan bahwa :
“Asuransi adalah suatu persetujuan dimana penanggung berjanji pada tertanggung untuk membayar sejumlah kerugian yang telah disepakati bila terjadi suatu kerusakan, kerugian atau kehilangan keuntungan itu disebabkan oleh suatu peristiwa yang belum tentu terjadi”. [1]
Dalam pengertian lain asuransi secara riil adalah iuran bersama untuk meringankan beban individu kalau-kalau beban tersebut menghancurkannya, paling sederhana dan paling umum adalah persediaan yang disiapkan oleh sekelompok orang yang bisa tertimpa kerugian guna menghadapi kejadian yang tidak dapat diramalkan atau dipastikan sehingga bila kerugian tersebut menimpa salah satu orang yang diantara mereka maka beban tersebut akan disebarkan keseluruh anggota yang ikut dalam usaha asuransi tersebut(lihat juga Insurance, dalam EB edisi XI, XIV, h.656)[2]. Maka dari itu dapat dipahami tujuan asuransi adalah sebagai bentuk pertanggung jawaban atas suatu perbuatan yang mungkin belum bisa dipastikan kejadiannya.
Di jelaskan pula dalam KUHD pasal 246 mengenai unsure-unsur asuransi, yaitu ada tiga unsur asuransi diantaranya :
Unsur premi atau adanya premi
Unsur ganti rugi atau adanya ganti rugi, dan
Unsur peristiwa atau adanya peristiwa yang belum terjadi.[3]
Pengertian asuransi juga dapat ditemui dalam ketentuan UU no. 2 / 1992 bab I pasal 1 tentang usaha perasuransian menyatakan asuransi yakni perjanjian antara dua pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian atau kerusakan yang telah terjadi.[4] Pengertian dari premi adalah upah asuransi atau harga yang dipungut oleh pihak penjamin agar dapat melaksanakan kewajibannya.[5] Dalam asuransi premi sebagai hak yang dibayarkan kepada seseorang atas kerugian itu terjadi dan itu biasanya berupa harga yang sepadan dengan resiko, namun dalam hal kesepadanan hanya semata-mata menurut perhitungan pihak penjamin. Menurut esiklopedia Indonesia asuransi adalah jaminan atau perdagangan yang diberikan oleh penanggung (biasnya kantor asurnsi) kepada yang tertanggung untuk resiko kerugian sebagai yang ditetapkan dalam surat pejanjian (polis) bila terjadi kerugian keruskan atau mengenai kehilangan jiwa dengan yang tertanggung membayar premi sebanyak yang ditentukan kepada penanggung tiap bulan.[6] Dari bebrapa pengertian yang telah diuraikan diatas maka dapat disimpulkan pengertian dari asuransi secara umum adalah bentuk kesepakatan atau perjanjian yang dibuat antara pihak penanggung (perusahaan asuransi) dengan pihak tertanggung (peserta asuransi) dengan memberikan suatu premi atas kerugian atau kerusakan yang mungkin belum diketahui kepastiannya, yang dananya diambilkan dari peserta asuransi yang itu merupakan kesepakatan bersama.
Pembagian secara umum asuransi termasuk dalam lembaga keuangan non bank, dalam pembahasan kali ini berkenaan dengan asuransi syari’ah, pengertian asuransi syari’ah sendiri tidak berbeda dengan pengertian asuransi pada umumnya yang telah dibahas diatas, secara prinsip yang membedakan asuransi syari’ah dengan asuransi pada umumnya atau asuransi konvensional adalah terletak pada prinsip-prinsip yang dijalankan. Prinsip utama dalam asuransi syari’ah adalah prinsip (ta’awun) tolong menolong[7] berbeda dengan prinsip asuransi pada umumnya yang menggunakan perhitungan untuk mencari keuntungan (lihat masa’il fiqiyah hal. 64) jadi pengertian asuransi syari’ah atau istilahnya asuransi tafakul adalah dalam bahasa arab berasal dari kata dasar kafala – yakfulu – takafala – yatakafalu – takaful yang berarti saling menanggung atau menanggung bersama.[8] Disinilah letak perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional. Didalam al qur’an tidak ditemukan kata tafakul namun ada beberapa ayat al qur’an ada kata yang senada dengan kata tafakul, artinya : “..bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?...” [9] untuk lebih memperjelas pengertian mengenai takaful jika diartikan secara muamalah dapat mengandung arti saling mengandung resiko diantara sesame manusia sehingga antara yang satu dengan yang lainnya menjadi resiko masing-masing, maka secara umum prinsip kerja dari asuransi takaful adalah lebih mengutamakan asas saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut(lihat juga, juha s praja, asuransi takaful, artikel PT Syarikat Takaful Indonesia). Perusahaan asuransi takaful hanya bertindak sebagai fasilitator yang saling menanggung atas resiko diantara mereka para peserta asuransi, jadi dengan demikian dapat dipahami perbedaan pengetian antara asuransi takaful dengan asuransi konvensional.
Prinsip – Prinsip Asuransi
Telah dijelaskan diatas bahwa asuransi secara prinsip menggunakan asas saling tolong menolong, prinsip utama asuransi takaful adalah ta’awanu ‘ala al birr wa al-taqwa (tololng menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Dalam asuransi takaful transaksi yang dibuat adalah akad takafuli (saling mengandung) bukan akad tabaduli (saling menukar), para pakar ahli ekonomi islam merumuskan tentang prinsip – prinsip yang dipakai oleh asuransi takaful yang membaginya menjadi tiga prinsip utama yaitu :
1. Saling bertanggung jawab
Ini berarti para peserta asuransi takaful memiliki rasa tanggung jawab bersama untuk saling membantu dan menolong peserta lain yang mengalami musibah atau kerugian.
2. Saling bekerja sama atau saling membantu
Ini berarti bahwa para peserta asuransi takaful yang satu dengan peserta asuransi yang lain harus saling bekerja sama dalam hal saling membantu meringankan beban atas kerusakan atau kerugian yang telah diderita oleh anggota peserta asuransi.
3. Saling melindungi penderitaan satu sama lain
Ini berarti para peserta asuransi berperan sebagai pelindung bagi peserta yang lain yang mengalami musibah.
Dari beberapa prinsip asuransi tersebut, Karnaen A Perwaatmadja menambahkan satu prinsip yaitu menghindari unsur-unsur gharar, maisir dan riba.[10] Selain prinsip diatas sebagai tambahan juga ada prinsip asuransi takaful yaitu : Insurable Interest (Kepentingan Yang Dipertanggungkan), Utmost Good Faith (Kejujuran Sempurna) .
Sejarah Asuransi Syariah
Asuransi termasuk dalam lembaga keuangan non bank dan telah berdiri sejak lama apabila kita runtut kebelakang maka lembaga asuransi telah dikenal pada awal islam, yang pada akhirnya banyak literature yang menyimpulkan bahwa asuransi tidak dapat dipandang sebagai praktik yang halal. Akan tetapi terdapat beberapa aktivitas dari kehidupan pada masa Rasulullah yang mengarah pada prinsip-prinsip asuransi, misalnya konsep tanggung jawab bersama yang disebut dengan system aqilah , system aqilah adalah system menghimpun anggota untuk menyumbang dalam suatu tabungan bersama yang dinamakan sebagai “kunz”. Namun keberadaan asuransi syari’ah tidak dapat dilepaskan dari keberadaan asuransi kovensional sebab sebelum adanya asuransi syari’ah, terdapat beberapa macam usaha asuransi konvensional yang itu rata-rata dikendalikan oleh orang-orang nonmuslim maka secara tidak langsung didalam praktik operasionalnya terdapat unsure-unsur yang bertentangan dengan aturan islam seperti unsure riba, gharar, dan maisir, jika ditinjau pula dari segi hukum perikatan islam maka asuransi konvensional hukumnya haram, dan ini yang disepakati oleh beberapa ahli hukum islam sepeti Abdul Wahab Khalaf, Sayyid Sabiq, Yusuf al-Qardawi.
Dengan berlandaskan bahwa hukum dari asuransi syari’ah adalah haram maka perlu suatu rumusan konsep yang dapat menghindarkan dari praktik riba, gharar, dan maisir yang semua itu diharamkan oleh islam.[11] Untuk itu maka dibuatlah konsep asuransi takaful atau asuransi yang berlandaskan pada asas-asas hukum islam.
Perbedaan Asuransi Syariah dengan Asuransi konvensional
Perbedaan antara asuransi syari’ah dengan asuransi kovensional secara umum adalah terletak pada prinsip kerja antara asuransi takaful dengan asuransi kovensional, asuransi takaful lebih mengedepankan akad saling tolong menolong. Perbedaan yang mendasar antara asuransi kovensional dengan asuransi takaful diantaranya :
Keberadaan Dewan Pengawas Syariah merupakan suatu keharusan, sedangkan dalam asuransi konvensional tidak ada.
Prinsip akad asuransi syari’ah adalah takaful yakni saling tolong menolong, sedangkan akad asuransi kovensional adalah bersifat tadabuli saling tukar menukar.
Dana yang terkumpul dari peserta asuransi syari’ah diinvestasikan berdasarkan syari’ah dengan sistim bagi hasil (mudharabah), dalam asuransi konvensional dana yang terkumpul diinvestasikan pada berbagai sector dengan sistim bunga.
Premi yang terkumpul menjadi tetap milik nasabah atau peserta asuransi, dalam asuransi konvensional premi menjadi hak milik perusahaan asuransi sendiri.
Perbedaan asuransi syari’ah dengan asuransi konvensional berdasarkan prinsip operasionalnya yakni diantaranya :
Unsur Gambling (maisir) dalam asuransi konvensional pihak yang satu mendapatkan keuntungan sedangkan pihak yang lain mengalami kerugian, missal karena sebab tertentu pemegang polis membatalkan kontran sebelum masa Reversing Period, biasnya pada tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak dapat menerima uangnya kembali, dalam asuransi takaful masa Reversing Period setiap peserta tetap mempunyai hak untuk mendapatkan semua uang yang dibayarkan.
Unsur Riba dalam asuransi kovensional terdapat usaha investasi dengan meminjamkan dana-dananya atas dasar bunga, dalam asuransi syari’ah tidak terdapat usaha investasi dengan menerapakan bunga.
Unsur komersial dalam asuransi konvensional unsure komersialnya masih sangat menonjol akibat penerapan sistim bunga, dalam asuransi syari’ah unsure komersial tetup oleh unsure ta’awun atau pertolongan sebagai akibat dari penerapan konsep mudharabah dengan sistim bagi hasil.[12]
Jenis-jenis Asuransi
Jenis-jenis asuransi kovensional dibedakan atas beberapa bagian macam berdasarkan prinsip asuransi yakni diantaranya :
1. Asuransi Kebakaran (fire insurance), tujuan dari asuransi kebakaran adalah untuk mengganti kerugian akibat kebakaran. Dalam asuransi terdapat kontrak syarat yang diantaranya :
a. Insuring Clause yakni syarat yang hanya menjamin semua kerusakan atau keruguan atas semua hak milik.
b. Stipulation conditions yakni syarat yang hanya menjamin mengenai tempat atau lokasinya.
c. Form of Contracts yakni syarat yang ditujukan untuk jenis atau kontrak yang digunakan.[13]
2. Asuransi Jiwa (life insurance), tujuan dari asuransi ini adalah menanggung seseorang terhadap kerugian financial yang tak terduga akibat meninggal cepat atau terlalu lama. Resiko dari asuransi jiwa ada dua yaitu : kematian dan hidup orang terlalu lama.[14]
3. Asuransi Laut (Ocean marine insurance), tujuan dari asuransi ini adalah untuk mengganti kerugian yang terjadi akibat kecelakaan yang terjadi dilaut.[15]
4. Asuransi Angkutan Udara, tujuan dari asuransi ini adalah untuk mengganti kerugian dari pada pesawat dan muatannya baik barang serta penumpamnya terhadap bahaya yang terjadi di bandara atau pada saat terbang.
5. Asuransi Angkutan Darat , objek dari asuransi ini adalah penumpang, barang yang diangkut, dan kendaraan pengangkut.
6. Asuransi Kredit
7. Asuransi Kesehatan, jenis asuransi ini adalah kecelakaan dan penyakit
8. Asuransi Tanggung Gugat, tujuannya adalah melindungi tergugat terhadap kerugian yang timbul dari gugatan pihak ketiga karena kelalaian.
Sedangkan jenis-jenis asuransi syariah, yang sebagaimana diatur dalam UU no. 2 / 1992 tentang Usaha Perasuransian maka asuransi takaful terdiri atas dua jenis yaitu :
1. Takaful Keluarga (asuransi jiwa), adalah bentuk asuransi syari’ah yang memberikan pelindungan dalam menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri peserta asuransi takaful(lihat Antonio, perbankan syariah, h.150) prodak takaful keluarga meliputi :
a. Takaful berencana.
b. Takaful pembiayaan.
c. Takaful pendidikan.
d. Takaful dana haji.
e. Takaful berjangka.
2. Takaful Umum (asuransi kerugian), adalah bentuk asuransi syariah yang memberikan perlindungan financial dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta benda milik peserta asuransi. Prodak takaful umum meliputi :
a. Takaful kendaraan bermotor.
b. Takaful kebakaran.
c. Takaful kecelakaan diri.
d. Takaful pengangkutan laut.
e. Takaful rekayasa.
Mekanisme Operasional Asuransi Syari’ah
Mekanisme pengelolaan dana takaful keluarga dilakukan sebagai berikut :
1. Premi yang di terima masuk kedalam “rekening tabungan” yaitu rekening tabungan peserta asuransi dan “rekening khusus” yaitu rekening yang khusus disediakan untuk kebaikan berupa pembayaran klaim (manfaat takaful) kepada para peserta takaful atau ahli waris.[16]
2. Premi takaful akan disatukan ke dalam “kumpulan dana peserta” yang selanjutnya diinvestasikan dalam pembiayaan-pembiayaan proyek yang dibenarkan syari’ah kemudian keuntungan yang diperoleh dari investasi dibagi sesuai dengan perjanjian mudharabah yang disepakati misalnya 70% untuk peserta dan 30% untuk perusahaan asuransi.[17]
Mekanisme pengelolaan dana takaful umum dilakukan sebagai berikut :
Setiap premi takaful yang diterima akan dimasukkan kedalam rekening khusus yang diniatkan derma atau dana kebajikan (tabarru’) dan digunakan untuk membayar klaim kepada peserta apabila terjadi musibah.
Premi takaful tersebut dimsukkan ke dalam “kumpulan dana peserta” kemudian dikembangkan melalui investasi proyek yang dibenarkan syari’ah.
Setelah dikurangi beban asuransi (klaim, premi asuransi) dan masih terdapat kelebihan maka kelebihan tersebut dibagi dengan cara mudharabah.
Keuntungan peserta akan dikembalikan kepada peserta yang tidak mengalami musibah, untuk perushaan sendiri akan digunakan untuk pembiayaan operasional.[18]
BAB III
ANALISIS
Tinjauan Hukum Asuransi Syariah
Tinjauan hukum asuransi syari’ah bepedoman pada Al-Qur’an dan Hadits, namun secara tersurat tidak diketemukan dalam ayat-ayat Al-Qur’an yang menjelaskan akan transaksi asuransi, berbeda dengan transkasi jual beli yang didalam Al-Qur’an dinyatakan dengan jelas. Untuk itu dalam menggali hukum tentang asuransi maka dapat dipelajari secara ekplisit yang mempunyai makna secara kontekstual yang itu bisa menjadikan sebagai dasar asuransi. Secara prinsip akad yang digunakan dalam asuransi syariah adalah akad tabarru’ dan ta’wun, didalam Al-Qur’an kata ta’wanu secara umum terulang sebanyak tiga kali namun dari ketiga ayat tersebut yang dianggap paling cocok sebagai bentuk dasar hukum dari asuransi takaful yaitu surat Al-Ma’idah ayat 2. Akad tabarru’ digunakan untuk tujuan saling menolong tanpa mengharapkan balasan kecuali dari Allah SWT jadi dengan demikian pihak yang terlibat tidak dapat mengambil keuntungan dari jenis ini.[19] Dalam fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) menetapkan sebagai bentuk akad yang digunakan dalam asuransi takaful, berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional akad yang dilaksnakan dalam perusahaan asuransi takaful adalah akad tijarah dan/ atau akad tabarru’. Akad tijarah adalah mudharabah dan akad tabarru’ adalah hibah, hal ini berdasarkan fatwa DSN no. 21. sedangkan dalam fatwa DSN no. 53 akad tabarru’ merupakan akad yang harus melekat pada semua produk asuransi.
Berkenaan dengan usaha asuransi syari’ah maka terlepas dari usaha asuransi yang lainnya maka asuransi syari’ah sendiri masih menghadapi polemic masalah tentang kepastian hukum untuk itu dikalangan ada beberapa perdebatan yang masih menjadikan masalah asuransi sebagai kegiatan yang melanggar aturan syari’ah, namun disisi lain ada pula yang menganggap asuransi yang jika dilakukan atau didasarkan atas nilai-nilai serta aturan dalam islam maka asuransi itu boleh. Untuk mengetahui apa alasan mereka yang menyatakan bahwa asuransi itu merupakan pratik yang betentangan dengan syari’at islam, dengan pendapat mereka yang menyatakan bahwa asuransi syari’ah tidak bertentangan dengan syari’ah islam.
Dalam asuransi syariah ada yang menyatakan bahwa akad yang di gunakan dalam transaksi syariah adalah akad yang ghairu musamma (akad yang belum ada penamaannya) dan termasuk akad yang baru dalam literature fiqh[20]. Pada dasarnya praktek asuransi syariah adalah bentuk kegiatan yang didalamnya menerapkan azas saling tolong menolong.
“sebagai makhluk yang lemah, manusia harus senantiasa sadar bahwa keberadaannya tidak akan mampu hidup sendiri tanpa bantuan orang lain atau sesamanya, solusinya adalah firman Allah dalam Al-Qur’an al-maidah ayat 2 : “…tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebaikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”[21]
Perbedaan pendapat mereka kami sajikan dalam table berikut ini :
No
Pendapat yang setuju
Pendapat yang tidak setuju
1
Tidak ada nash Al-Qur’an dan Hadits yang melarang asuransi
Asuransi sama dengan judi
2
Adanya kerelaan antara dua belah pihak
Asuransi mengandung unsure-unsur yang tidak pasti
3
Saling menguntungkan kedua belah pihak
Asuransi mengandung unsure riba
4
Asuransi termasuk akad mudharabah artinya akad kerja sama bagi hasil.[22]
Hidup dan mati manusia dijadikan objek bisnis, dan sama halnya dengan mendahului takdir Allah.
Itulah dari beberapa perbedaan pendapat yang terjadi diantara kalangan para tokoh ahli ilmu perbankan serta ahli ilmu fiqh.
Dengan kembali berpaku pada asas kaidah fiqiyah “segala sesuatu (perbuatan) tergantung pada tujuannya” maka dalam menyikapi asuransi syari’ah lebih dahulu kita mengutamakan tujuan atau niat kita dalam ikut sebagai peserta asuransi.
BAB IV
KESIMPULAN
Dari uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa asuransi adalah termasuk salah satu usaha yang menjadi bagian dari lembaga keuangan non bank, kegiatan asuransi adalah kegiatan yang terjadi antara pihak tertanggung dengan pihak penangung dalam memberikan ganti rugi atas suatu kerugian atau kerusakan. Asuransi syari’ah secara umum kegiatannya tidak berbeda dengan kegiatan asuransi pada umumnya atau asuransi konfensional, dalam hal ini yang membedakan antara asuransi syari’ah dengan asuransi konfensional itu terletak pada perinsip kerja yang digunakan, jika asuransi syari’ah menggunakan perinsip saling tolong menolong (ta’awun) dan kebajikan (tabarru’) sedangkan dalam konvensional tidak menggunakan prinsip ini.
Dalam hal penggunaan dana asuransi, asuransi syari’ah menggunakan dana yang telah terkumpul tersebut diinvestasikan dalam bentuk system bagi hasil (mudhorabah) sedangkan dalam konvensional dana yang telah terkumpul diinvestasikan kepada usaha yang masih menggunakan system bunga.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, gemala, S.H. , aspek-aspek hukum dalam perbankan dan perasuransian syariah di Indonesia; Jakarta, Prenada Media, 2004
Zulkifli, sunarto, panduan prakris transaksi perbankan syariah; Jakarta, Zikrul hakim, 2007
Sumitro, warkum, S.H., asas-asas perbankan islam dan lembaga-lembaga terkait; Jakarta, Grafindo persada, 1997
Pasribu, chairuman, hokum perjanjian islam; Jakarta, Sinar grafika, 1994
Salim, abas A., dasar-dasar asuransi (principles of insurance); Bandung, Tarsito, 1985
Salim, abas A. dasar-dasar asuransi edisi revisi; Bandung, Tarsito
Ali, hasyim Drs., bidang usaha asuransi; Jakarta, Bumi aksara, 1993
Ali, hasan M., masa’il fiqiyah zakat pajak asuransi & lembaga keuangan; Jakarta, Grafindo persada, 1997
Muslehuddin, M., asuransi dalam islam; Jakarta, Bumi aksara, 1995
Muslehuddin, M., menggugat asuransi modern; Jakarta, Lentera basritama, 1999
Kansil, C.S.T., Sh, pokok-pokok pengetahuan hokum dagang Indonesia; Jakarta, Sinar grafika, 2008
Janwari, yadi, M.ag, 2005. Asuransi Syariah. Bandung. Pustaka bani quraisy
Wirdyaningsih,sh,et.al. 2006. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Jakarta. Prenada media.
Ali, hasan MA, 2004. Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam. Jakarta. Prenada media.
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 21/DSN-MUI/X/2001, tentang: Pedoman Umum Asuransi Syariah
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 53/DSN-MUI/III/2006, tentang : Tabarru’ pada Asuransi Syari’ah
[1] Kansil,Pokok-pokok Pengetahuan Hukum Dagang Indonesia,(Jakarta:Sinar Grafika,2008),178.
[2] Muslehuddin,Menggugat Asuransi Modern, (Jakarta:Lentera Basritama,1999),3.
[3] Kansil, Pokok-pokok Pengetahuan Hukum,178.
[4] Chairuman pasaribu,Hukum PerjanjianIslam,(Jakarta:Sinar Grafika,1994),84 .
[5] Muslehuddin,Menggugat Asuransi Modern, 41.
[6] M. hasan ali,Masa’il Fiqiyah Zakat Pajak Asuransi dan Lembaga Keuangan,(Jakarta:Raja Grafindo Persada,1997),57.
[7] Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),132.
[8] Ibid.,122.
[9] QS Thaha ayat 40
[10]Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),134.
[11] Gemala dewi,Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media,2004),125.
[12] Warkum sumitro,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja Grafindo,1997),170.
[13] Abas salim,Dasar-dasar Asuransi (Principles Of Insurance),(Bandung:Tarsito,1985),12.
[14] Ibid.,21.
[15] Ibid.,57.
[16] Warkum sumitro,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja Grafindo,1997),173.
[17] Gemala dewi, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan & Perasuransian Syari’ah di Indonesia, (Jakarta:Prenada Media, 2004),140.
[18]Warkum sumitro,Asas-asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait ,(Jakarta:Raja Grafindo,1997),175.
[19] Sunarto zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syari’ah,(Jakarta:Zikrul Hakim,2007),13.
[20] Ali, hasan MA,Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam ,(Jakarta:Prenada media,2004),139.
[21] Wirdyaningsih,sh.et.al, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia,(Jakarta:Prenada media,2006),1484
[22] Chairuman pasaribu,Hukum Perjanjian Islam,(Jakarta:Sinar Grafika,1994),88.