Sebarkan Ilmu Untuk Indonesia Yang Lebih Maju

Evolusi Bintang Supernova Dan Pengertiannya


Sepintas supernova merupakan tahap akhir dari kehidupan sebuah bintang. Namun, kita tidak boleh lupa bahwa bintang-bintang dan planet pengiringnya juga dilahirkan dari keruntuhan gravitasional awan gas dan debu antar bintang. Dengan demikian, supernova selain merupakan akhir dari riwayat sebuah bintang, di sisi lain juga merupakan pemicu tahapan evolusi bintang yang melahirkan bintang-bintang baru.

Banyak dari elemen-elemen berat yang dihasilkan selama hidup sebuah bintang atau setelah meledak menjadi sebuah supernova tersebar di ruang antar bintang. Sebagian dari "debu bintang" ini bergabung dengan gas yang runtuh dan membentuk bintang lain di suatu tempat. Miliaran tahun kemudian, generasi bintang-bintang berikutnya pun terlahir.

Masing-masing bintang bisa dikelilingi oleh lingkaran gas dan debu yang dapat menyatu dan membentuk planet berisi elemen-elemen berat seperti kalsium, karbon, dan besi. Adalah kenyataan yang menakjubkan bahwa kita semua tersusun dari elemen-elemen itu. Nitrogen dalam DNA kita, kalsium dalam tulang dan gigi kita, dan besi dalam darah kita, semua atom yang membentuk tubuh kita, terbentuk milyaran tahun yang lalu di perapian yang berasal dari keruntuhan sebuah bintang. Kita semua terbuat dari materi bintang.

Supernova

Proses terbentuknya supernova biasanya berawal dari pembangkitan pusat besi yang masif oleh fusi silikon. Dibawah tekanan yang sangat tinggi, elektron bebas didalam interior bintang dipaksa untuk menyatu dengan proton inti besi, dimana muatan listrik yang sama dan berlawanan saling meniadakan. Bagian dalam inti bintang akan berubah menjadi suatu nukleus atom raksasa tunggal, mengisi volume yang jauh lebih kecil daripada elektron dari inti besi sebelumnya. Pusat itu meledak ke dalam dengan kuatnya, bagian eksterior menyatu kembali dan suatu ledakan supernova dihasilkan. Supernova dapat lebih cemerlang daripada keseluruhan cahaya yang dihasilkan oleh semua bintang lain dalam galaksi dimana supernova terbentuk.

Terbentuknya supernova temasuk fenomena yang jarang terjadi. Pada umumnya, terjadinya supernova dalam sebuah galaksi adalah berkisar sekali dalam satu abad. Sepanjang hidup sebuah galaksi -- sekitar 10 milyar tahun -- 100 juta bintang akan meledak. Ini jumlah yang sangat banyak, tetapi itu baru berarti hanya satu diantara 1000 bintang yang akan berakhir sebagai sebuah supernova.

Salah satu supernova yang terkenal dicatat oleh para astronom China pada 4 Juli 1054. Dalam catatan itu disebutkan bahwa sebuah bintang baru -- mereka menyebutnya "bintang tamu" -- yang sebelumnya tidak pernah terlihat mendadak muncul di rasi Taurus dan bersinar dengan sangat terang. Konon sinarnya begitu terang sehingga dapat terlihat di siang hari, sementara di malam hari orang bisa membaca hanya dengan mengandalkan sinarnya. Objek ini terlihat hingga tiga bulan sebelum akhirnya lenyap begitu saja. Sisa-sisa peristiwa itu masih dapat kita lihat saat ini melalui teleskop sebagai sebuah nebula yang dikenal sebagai Nebula Kepiting (Crab Nebula).

Astronom lain dari beberapa kebudayaan, termasuk diantaranya astronom Arab, juga mencatat kejadian ini. Satu hal yang menarik bahwa peristiwa ini tidak tercatat pada semua kronik Eropa barat masa itu. Hal ini mungkin bisa dipahami mengingat dogma gereja masa itu menyatakan bahwa langit bersifat kekal dan tidak pernah berubah. Karenanya, bagi astronom Eropa masa itu melaporkan hal-hal yang bertentangan dengan pandangan gereja mengandung resiko dikenakan tuduhan bidah yang diancam dengan hukuman berat.

Baru pada 1572, Tycho Brahe, seorang astronom Eropa melaporkan adanya sebuah supernova lain. Ia menyebutnya nova stella, yang artinya "bintang baru". Supernova lainnya tercatat pada 1604 oleh Johannes Kepler. Sayangnya, tidak ada supernova yang teramati di galaksi kita sejak penemuan teleskop, dan selama berabad-abad para astronom dibuat penasaran oleh pencarian terhadap objek ini.
Akhir Hidup Bintang


Proses fusi dalam bintang-bintang ini terus mengubah hidrogen menjadi helium. Ketika persediaan hidrogen habis, maka helium mulai terbakar untuk membentuk elemen yang lebih berat. Reaksi penyatuan ini akan terus berlangsung untuk memberi tenaga kepada bintang sampai seluruh intinya berubah menjadi besi. Besi tidak dapat melewati proses fusi untuk membentuk elemen yang lebih berat sehingga bahan bakar nuklir di bintang itu pun habislah.
Kecepatan bintang membakar persediaan nuklir tergantung pada massanya. Sebagai bintang bermassa sedang, Matahari kita masih belum sampai separuh jalan dalam fase pertama evolusi bintang. Matahari telah membakar hidrogen selama 5 milyar tahun dan masih akan berpijar mantap hingga 5 milyar tahun berikutnya. Sebaliknya, bintang-bintang bermassa besar (sekitar 10 kali massa matahari) akan membakar persediaan hidrogennya dengan kecepatan hingga 1000 kali kecepatan proses serupa pada bintang sekelas Matahari. Bintang semacam ini akan menghabiskan bahan bakarnya dalam tempo kurang dari 100 juta tahun.
Nasib yang disediakan bagi masing-masing tipe bintang ini di akhir hidupnya juga berbeda. Bintang sekelas Matahari akan mengakhiri hidupnya dalam sebuah proses evolusi yang lambat. Ketika persediaan hidrogennya mulai berkurang, teras bintang akan menyusut. Penyusutan itu akan menghasilkan lebih banyak energi yang menyebabkan terhentinya penyusutan, dan bintang bersangkutan akan mulai mengembang. Bintang itu akan terus membengkak hingga menjadi sebuah bintang raksasa merah (red giant).
Helium yang terbentuk dalam proses fusi bintang itu semasa hidupnya akan membeku dan membuatnya lebih mengembang. Menjelang habisnya helium, bintang tersebut akan menjadi labil. Ia akan melepas lapisan luarnya dan sisanya akan runtuh kedalam. Bintang itu akan mulai berkontraksi dan menjelma menjadi bintang kerdil putih (white dwarfs), yang berukuran kira-kira sebesar Bumi namun dengan kerapatan yang sangat tinggi. Bintang tersebut akan mengalami tahapan ini sampai suatu saat produksi energi benar-benar terhenti dan bintang itu akan menemui ajalnya sebagai sebuah bintang mati yang dingin dan gelap.
Bintang-bintang bermassa besar akan mengakhiri hidupnya secepat ia membakar persediaan hidrogennya.Dalam tempo beberapa detik setelah bahan bakar nuklirnya habis, sebuah reaksi nuklir yang lebih eksotik segera berlangsung untuk mengantarkannya sebagai sebuah supernova.



Katai Putih Terpanas

Setiap bintang akan mengakhiri masa hidupnya entah sebagai supernova, lubang hitam atau pun katai putih. Matahari adalah salah satu bintang yang kelak akan mengakhiri hidupnya sebagai bintang katai putih, sebuah bintang kompak yang dingin. Tapi apakah bintang katai putih akan jadi bintang yang dingin saja? Ternyata tidak juga.
Belum lama, tim astronom dari Jerman dan Amerika berhasil menemukan sebuah bintang katai putih yang sangat panas dengan temperatur permukaan 200000K. Penemuan ini dihasilkan dari pengamatan ultraviolet jauh pada bintang katai putih KPD 0005+5106 menggunakan perangkat landas angkasa Far-Ultraviolet Spectroscopic Explorer (FUSE) milik NASA.
Bintang katai putih N KPD 0005+5106 yang diamati ini tercatat sebagai salah satu bintang terpanas di antara bintang-bintang terpanas. Saking panasnya, bagian fotosfernya menampakan garis emisi (garis pancaran) pada spektrum ultraviolet, fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya. Tanda keberadaan garis emisi ini berasal dari kalsium yang terionisasi secara ekstrim, yang sekaligus merupakan tahap ionisasi paling tinggi dalam elemen kimia yang pernah ditemukan pada spektrum fotosfer bintang.
Bintang bermassa menengah (1- 8 massa Matahari) akan mengakhiri hidup mereka sebagai objek kompak berukuran Bumi setelah kehabisan energi nuklirnya. Bintang inilah yang kita kenal sebagai bintang katai putih. Selama masa transisi dari bintang yang melakukan pembakaran nuklir ke katai putih, bintang akan menjadi sangat panas. Diperkirakan temperaturnya secara umum akan berkisar pada 100000 K. Teori evolusi bintang memprediksikan kemungkinan bintang pada masa transisi ini akan jadi lebih panas lagi. Sayangnya kemungkinan untuk bisa mengamati bintang ini akan sangat sulit, terutama karena periode hidup bintang pasa fase ini akan sangat singkat.
KPD 0005+5106 ditemukan pada tahun 1985 sebagai bintang biru yang lemah namun berhasil menarik banyak perhatian karena spektrum optik yang diambil dengan teleskop landas bumi menunjukan indikasi sebagai katai putih yang sangat panas. Bintang KPD 0005+5106 tergolong dalam kelas bintang katai putih langka yang atmosfernya didominasi oleh helium. Analisa detil spektrum bintang yang dikombinasi dengan pengamatan ultraviolet yang dilakukan Hubble Space Telescope (HST) berhasil memberi petunjuk kalau temperaturnya mencapai 120000 K. Dengan demikian KPD 0005+5106 menjadi bintang terpanas di kelasnya, bersaing dengan bintang katai putih panas yang ditemukan beberapa tahun lalu dalam Sloan Digital Sky Survey.
Observatorium FUSE melakukan pengamatan spektroskopik pada rentang panjang gelombang ultraviolet jauh yang tidak dapat dilakukan oleh HST. Sepanjang masa bekerjanya (1999-2007), FUSE mengamati KPD 0005+5106 yang juga merupakan target kalibrasi untuk mengetahui performa teleskop. Hasilnya, satu set data dengan kualitas yang luar biasa berhasil disusun dari hasil pengamatan FUSE oleh tim astronom K. Werner, T. Rauch, dan J.W. Kruk.
Inspeksi lanjutan dari tim ini menunjukan keberadaan 2 garis emisi dari kalsium dan detil model atmosfer bintang berhasil menunjukan asal fotosfernya. Hasil analisis menunjukan bintang ini memiliki temperatur 200000 K, yang memungkinkan keberadaan garis emisi tersebut.
Meskipun secara teori diprediksi keberadaan katai putih panas seperti itu memang ada, namun bintang justru memberi tantangan lain pada konsep volusi bintang yang kita ketahui berdasarkan komposisinya. Pengukuran kelimpahan kalsium (1-10 kali Matahari) yang dikominasikan dengan atmosfrnya yang kaya helium menunjukan komposisi kimia permukaan yang tidak diprediksi oleh model evolusi yang ada.