ABSTRAK 
Resiko  Penularan  Penyakit 
Menular  Bakterial  Terhadap  Bayi  Sebagai  Alasan  Melakukan  Aborsi 
Perspektif  Hukum  Islam  dan  Undang-Undang    No  36  Tahun  2009  Tentang Kesehatan
Oleh:
Fitria  Ummul  Latifah.  07210027
Dosen Pembimbing :
Sudirman,M.A.
Dr.drh.Bayyinatul Muchtaromah,M.Si. 
Skripsi
Jurusan  Al-Ahwal  Al-Syakhshiyah
Fakultas  Syari’ah 
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Secara  kodrati  manusia  diciptakan  Allah  terdiri  dari  laki-laki  dan  perempuan. 
Penciptaan
 manusia yang berpasangan membuat mereka cenderung untuk melakukan 
hubungan biologis guna melahirkan keturunan yang akan meneruskan 
kelangsungan eksistensi  umat  manusia.  Namun,  tidak  semua  orang  
merasa  senang  dan  bahagia dengan serial kelahiran,  terutama bila 
kelahiran  itu merupakan kelahiran yang  tidak direncanakan  karena  
faktor  kemiskinan,  pemerkosaan  atau  bahkan  sampai kekhawatiran 
janin tertular penyakit yang diderita ayah atau ibunya.  
Oleh
 sebab  itu, penelitian  ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana 
pandangan hukum  Islam  yang  terdapat  dalam  fatwa Majelis  Ulama  
Indonesia  (MUI)  sebagai lembaga  yang menaungi  pendapat-pendapat  
Ulama  Indonesia  serta  cendekiaawan-cendikiawan  muslim  Indonesia  
dan  Undang-Undang  No.36  Tahun  2009  Tentang Kesehatan terhadap 
aborsi dengan alasan resiko penularan penyakit seksual menular bakterial
 terhadap bayi. 
Adapun
  data  penelitian  ini  diperoleh  dengan  cara,  mengakses  data-data 
 dari berbagai  literatur  dan  mendiskripsikannya,  karena  penelitian 
 ini  termasuk  jenis penelitian kepustakaan. Metode analisis data  ini 
menggunakan analisis Komparatif. 
Yaitu
 dengan memberikan persamaan dan perbedaan data yang diperoleh,  
sehingga dapat diketahui implikasinya terhadap bahan hukum yang 
diteliti. 
Hasil
 penelitian menunjukkan bahwa aborsi dengan alasan darurat, yang 
terdapat pada  fatwa  Majelis  Ulama  Indonesia  menyatakan  bahwa  
diperbolehkan  adanya pelaksanaan  aborsi  sebelum  peniupan  ruh. Yang 
 lebih menguatkan  lagi  jika  terlah terjadi  pembuahan  ovum walaupun 
 sebelum waktu  peniupan  ruh  (120  hari), maka aborsi  diharamkan,  
kecuali  jika  terdapat  alasan  medis  atau  alasan  lain  yang 
dibenarkan
  oleh  syariat. Dalam Undang-undang  ini  terdapat  kelonggaran  
terhadap pengaturan  aborsi  yaitu  indikasi  kedaruratan medis  yang  
dilaksanakan  oleh  dokter, 
yang
  di  deteksi  sejak  usia  dini  yang mengancam  nyawa  ibu  dan/atau  
janin,  yang menderita  penyakit  genetik  berat  dan/atau  cacat  
bawaan, maupun  yang  tidak  dapat diperbaiki  sehingga  menyulitkan  
bayi  tersebut  hidup  di  luar  kandungan.  Dalam kaitannya dengan 
penyakit menular seksual bakterial, jika dalam indikasi medis dan 
diagnosa  dokter  keberadaan  penyakit  tersebut  dalam  tubuh  seorang 
 ibu  dapat 
menyebabkan
 janin menderita penyakit genetik berat maupun cacat bawaan sehingga 
janin  tersebut  sulit  hidup  diluar  kandungan, maka  dapat  dilakukan
  aborsi  sebagai tindakan  preventif  dalam menghindari  resiko  
penularan  penyakit  tersebut  terhadap janin.