PERMASALAHAN GIZI PADA ANAK SEKOLAH DASAR
Tugas Akhir Mata Kuliah Gizi Kesehatan Masyarakat
Oleh
Muhammad Rizky A : 0706273461
Septio Wahyudi : 0706274016
Syaza Luthfani : 0706274136
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS INDONESIA
2008
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Tujuan Penulisan 2
1.3 Metode Penelitian 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3
2.1 Pengertian Anak Sehat 3
2.2 Definisi Zat Gizi dan Status Gizi 3
2.3 Definisi Angka Kecakupan Gizi dan Angka Kebutuhan Gizi 4
2.4 Makanan dan Anak 5
2.5 Kebutuhan Gizi Berkaitan dengan Proses Tubuh 6
2.6 Akibat Gizi Kurang Pada Proses Tubuh 6
2.7 Faktor yang Berperan dan Permasalahan Tumbuh Kembang 7
2.8 Penyakit-Penyakit Defisiensi Gizi 8
BAB III PEMBAHASAN 11
3.1 Asupan Gizi Anak Rendah 11
3.2 Asupan Gizi Anak Kurang 12
3.3 Hubungan Gizi dengan Kesehatan Anak 13
3.4 Hubungan Gizi dengan Kecerdasan 14
3.5 Tingkat Konsumsi dan Tingkat Gizi 14
3.6 Masalah Sosial Ekonomi 15
3.7 Masalah Sosialisasi Pengetahuan 15
BAB IV PENUTUP 16
4.1 Kesimpulan 16
4.2 Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 18
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gizi
berasal dari bahasa Arab yaitu algizzai yang artinya sari pati makanan.
Asupan gizi pada anak sekolah dasar di beberapa wilayah di Indonesia
sangat memprihatinkan, padahal asupan gizi yang baik setiap harinya
dibutuhkan supaya mereka memiliki pertumbuhan, kesehatan dan kemampuan
intelektual yang lebih baik sehingga menjadi generasi penerus bangsa
yang unggul dan dapat mengharumkan nama bangsa di dunia Internasional.
Pada dasarnya asupan gizi yang diterima pada anak-anak sekolah dasar
masih menunjukkan kurang menerima asupan gizi yang baik untuk
perkembangan tubuh dan intelektualitas yang tinggi, oleh karena itu
sudah selayaknya pemerintah, masyarakat terutama keluarga untuk dapat
memberikan asupan gizi yang cukup untuk pekembangan dan pertumbuhan
anak.
Kenyataan status gizi anak-anak sekolah dasar yang
memprihatinkan ini terungkap berdasarkan dari hasil penelitian yang
dilakukan terhadap 440 siswa Sekolah Dasar berusia 7 sampai 9 tahun di
Jakarta dan Solo, yang di paparkan dalam diskusi soal status gizi anak
sekolah di Jakarta. Saptawati Bardosono, seorang Ahli Gizi dari
Universitas Indonesia, menjelaskan dari penelitian terhadap 220 anak
sekolah di lima SD di Jakarta, asupan kalori anak-anak umumnya di bawah
100 persen dari kebutuhan mereka. Dari total anak yang diteliti,
sebanyak 94,5 persen anak mengkonsumi kalori di bawah angka kecukupan
gizi yang dianjurkan (Recommended Dietary Allowances/RWA), yakni di
bawah 1.800 kcal.
Dalam kaitannya dengan kesehatan, dari anak yang
diteliti, 40 persen anak sering menderita infeksi tenggorokan, memiliki
berat badan yang kurang sebanyak 56,4 persen, bertubuh pendek sebanyak
35 persen, bertubuh kurus 29,5 persen, dan CED 62,7 persen. Ada
sebanyak 7,3 persen anak yang terindikasi gizi buruk.Temuan status gizi
anak sekolah yang berasal dari keluarga tidak ammpu di Solo, menurut
Endang Dewi Lestari dari Universitas Sebelas Maret Solo, kondisinya
tidak jauh berbeda dengan di Jakarta. Tetapi yang mengejutkan, sebanyak
220 anak dari 10 SD yang diteliti semuanya menderita defisiensi zat
seng. Padahal, zat seng merupakan co-faktor hampir 100 enzim yang
mengkatalisasi fungsi biologis yang penting. Seng juga dibutuhkan untuk
memfasilitasi sintesis DNA dan RNA (metabolisme protein). Dari
penelitian ini juga terungkap jika anak-anak itu jarang sarapan pagi di
rumah. Mereka mengandalkan jajan di sekolah yang kondisi kemanan dan
kesehatannya belum terjamin untuk kebutuhan gizi dan energi selama
beraktivitas.
1.2 Tujuan penulisan
Tujuan dari
penulisan makalah ini adalah untuk menyelesaikan tugas Gizi Kesehatan
Masyarakat kelas Aula G hari Selasa jam 10.00-11.40 sebagai syarat untuk
dapat mengikuti ujain akhir semester. Tujuan yang kedua adalah untuk
memberikan gambaran bagaimana status asupan gizi yang diterima pada
anak-anak sekolah dasar khususnya di Jakarta. Tujuan yang ketiga untuk
memberikan masukan kepada pemerintah sehingga dapat memberikan solusi
bagi permasalahan asupan gizi yang kurang untuk dapat menciptakan
generasi penerus bangsa yang unggul. Tujuan yang keempat memberikan
masukan mengenai asupan gizi yang baik setiap harinya yang dibutuhkan
anak memiliki pertumbuhan, kesehatan dan kemampuan intelektualitas yang
tinggi.Tujuan yang terakhir agar pemerintah memperhatikan standariasi
keamanan dan kesehatan makanan di warung sekolah, menggerakkan makan
siang bersama di sekolah dengan asupan gizi yang disyaratkan,
melanjutkan program pemberian makanan bergizi di sekolah, dan
mensosialisasikan soal gizi kepada kepada orang tua.
1.3 Metode penelitian
Metode
yang digunakan untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini yaitu dengan
cara metode kepustakaan atau studi literatur. Data diambil dari
buku-buku maupun artikel-artikel di internet yang berhubungan dengan
tema yang diangkat pada makalah ini. Serta Telaah artikel yang membahas
tentang asupan gizi pada anak-anak sekolah dasar dengan menggunakan
sesuai dengan teori-teori yang didapat selama dalam proses pembelajaran
Gizi Kesehatan Masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Anak Sehat
Anak
yang sehat akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang normal dan
wajar, yaitu sesuai standar pertumbuhan fisik anak pada umumya dan
memiliki kemampuan sesuai standar kemampuan anak seusianya. Selain itu,
anak yang sehat tampak senang, mau bermain, berlari, berterik, meloncat,
memanjat, tidak berdiam diri saja. Anak yang sehat terlihat
berseri-seri, kreatif, dan selalu ingin mencoba sesuatu yang ada di
sekelilingnya. Jika ada sesuatu yang tidak diketahuinya ia bertanya,
sehingga pengetahuan yang dimilikinya selalu bertambah. Anak yang sehat
biasanya akan mampu belajar dengan baik. Ia banyak berkomunikasi dengan
teman, saudara, orang tua, dan orang lain di lingkungannya. Anak yang
banyak bergaul, ia banyak pengetahuan dan pengalaman. Anak tidak mudah
puas atas sesuatu yang kurang dipahami dan ingin mendapatkan contoh.
Anak yang sehat membutuhkan asupan gizi yang baik agar status gizinya
baik, yaitu tidak kurang dan tidak lebih.
2.2 Definisi Zat Gizi dan Status Gizi
Zat
gizi adalah ikatan kimia yang diperukan tubuh untuk melakukan
fungsinya, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur
proses-proses kehidupan. Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat
konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Status gizi dibedakan
antara status gizi kurang, baik, dan lebih. Secara klasik kata gizi
hanya dihubungkan dengan kesehatan tubuh, yaitu untuk menyediakan
energi, membangun, dan memelihara jaringan tubuh, serta mengatur
proses-proses kehidupan dalam tubuh. Tetapi, sekarang kata gizi
mempunyai pengertian lebih luas; disamping unutk kesehatan, gizi
dikaitkan dengan potensi ekonomi seseorang, karena gizi berkaitan dengan
perkembangan otak, kemampuan belajar, dan produktivitas kerja. Oleh
karena itu, di Indonesia yang sekarang sedang membangun, faktor gizi
disamping faktor-faktor lain dianggap penting untuk memacu pembangunan,
khususnya yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia
berkualitas.
Masalah gizi kurang tersebar luas di negara-negara
berkembang, termasuk Indonesia. Anak usia sekolah membutuhkan asupan
gizi yang baik agar kelak dapat menjadi generasi penerus yang unggul dan
lebih baik dari yang sekarang. Pada sisi lain, masalah gizi lebih
adalah masalah gizi di negara maju, yang juga mulai terlihat di negara
berkembang, termasuk Indonesia, sebagai dampak dari keberhasilan di
bidang ekonomi. Banyak kita temukan anak usia sekolah yang overweight
atau obesitas. Penyuluhan gizi secara luas perlu digerakkan bagi
masyarakat guna perubahan perilaku untuk meningkatkan keadaan gizinya.
Konsep-konsep
baru yang ditemukan akhir-akhir ini antar lain adalah keturunan
terhadap kebutuhan gizi, pengaruh guzu terhadap perkembangan otak dan
perilaku, terhadap kemampuan bekerja dan produktivitas serta daya tahan
terhadap penyakit infeksi. Di samping otu ditemukan pula pengaruh stres,
faktor-fkator lingkungan seperti polusi dan obat-obatan terhadap status
gizi, serta pengakuan terhadap faktor-faktor gizi yang berperan dalam
pencegahan dan penobatan terhadap penyakit degeneratif seperti penyakit
jantung, diabetes mellitus, hati, dan kanker.
2.3 Definisi Angka Kecukupan Gizi dan Angka Kebutuhan Gizi
Angka
kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukan jumlah zat izi yang
diperlukan tubuh unutk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua
populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin dna kondisi fisiologi
tertentu. Angka kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi
(dietary requirements). Angka kebutuhan gizi adalah jumlah zat-zat gizi
minimal yang dibutuhkan seseorang unutuk mempertajankan status gizi
adekuat.
AKG yang dianjurkan didasarkan pda patokan berat badan
untuk masing-masing kelompok umur, gender, dan aktivitas fisik. Dalam
penggunaannya, bila kelompok penduduk yang dihadapi mempunyai rata-rata
berat badan yang berbeda dengan patokan yang digunakan, maka diperlukan
penyesuaian. AKG tidak dipergunakan untuk individu. Dalam menentukan
AKG, perlu dipertimbangkan setiap faktor yang berpengaruh terhadap
absorpsi zat-zat gizi atau efisiensi penggunaannya di dalam tubuh. Untuk
sebagian zat gizi, sebagian dari kebutuhan mungkin dapat dipenuhi
dengan mengkonsumsi suatu zat yang di dalam tubuh kemudian dapat diubah
menjadi zat gizi esensial. Pada kebanyakan zat gizi, pencernaan dan atau
absorpsinya tidak komplit, sehingga AKG yang dianjurkan harus sudah
memperhitungkan bagian zat gizi yang tidak di absrorpsi.
Dalam
memenuhi kebutuhan AKG seriap harinya, perlu dilakukan memberi variasi
makanan yagn berbeda setiap harinya yang nantinya diharapkan cukup dapat
memenuhi semua kebutuhan gizi. Di Indonesia pola menu seimbang
tergambar dalam menu 4 Sehat 5 Sempurna dan Pedoman Umum Gizi Seimbang
(PUGS). Saat ini dikenal juga menu pelangi, yaitu menu makanan yang
berwarna-warni seperti pelangi untuk memenuhi kebutuhan vitamin dan
mineral yang diperlukan oleh tubuh seperti sayur-sayuran. Perlu
pendidikan khusus bagi anak usia sekolah atau sekolah dasar dalam
memilih makanan yang berwarna-warni. Peran orang tua sangat diperlukan,
jangan sampai anak memilih makanan yang berwarna-warni yang menggunakan
zat pewarna. Dalam menyusun menu, selain AKG perlu pula dipertimbangkan
aspek akseptibilitas makan yang disajikan, karena selain sebagai sumber
zat-zat gizi, makanan juga mempunyai nilai sosial dan emosional.
2.4 Makanan dan Anak
Gizi
yang diperoleh seorng anak melalui konsumsi makanan setiap hari
berperan besar untuk kehidupan anak tersebut. Untuk dapat memenuhi
dengan baik dan cukup, ternyata ada beberapa masalah yang berkaitan
dengan konsumsi zat gizi untuk anak. Contoh masalah gizi masyarakat
mencakup berbagai defisiensi zat gizi atau zat makanan. Seorang anak
juga dapat mengalami defisiensi gizi atau makanan. Seorang anak juga
dapat mengalami deisiensi zat gizi tersebut yang berakibat pada berbagai
aspek fisik maupun mental. Masalah ini dapat ditanggulangi secara
cepat, jangka pendek, dan jangka panjang serta dapat dicegah oleh
masyarakat sendiri sesuai dengan klasifikasi dampak defisiensi zat gizi
antara lain melalui pengaturan makan yang benar.
Makanan merupakan
kebutuhan mendasar bagi hidup manusia. Makan yang dikonsumsi beragam
jenis dengan berbagai cara pengolahannya. Di masyarakat dikenal pola
makan atau kebiasaan makan dan selera makan, yang terbentuk dari
kebiasaan alam masyarakatnya. Jika menyusun hidangan untuk anak, hal ini
perlu diperhatikan di samping kebutuhan zat gizi untuk hidup sehat dan
bertumbuh kembang. Kecukupan zat gizi ini berpengaruh pada kesehatan dan
kecerdasan anak, maka pengetahuan dan kemampuan mengelola makanan sehat
untuk anak adalah suatu hal yang sangat amat penting.
2.5 Kebutuhan Gizi Berkaitan dengan Proses Tubuh
Makanan
sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi
yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan
tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi
esensial tertentu. Zat gizi esensial adalah zat gizi yang harus
didatangkan dari makanan. Bila dikelompokkan, ada tiga fungsi zat gizi
dalam tubuh.
1. Memberi Energi
Zat-zat gizi yang dapat
memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Oksidasi
zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk
beraktivitas.
2. Pertumbuhan dan Pemeliharaan Jaringan Tubuh
Protein,
mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Oleh karena itu,
diperlukan unutk membentuk sel-se baru, memelihara, dan mengganti
sels-sel yang rusak. Dalam fungsi ketiga ini zat gizi dinamakan zat
pembangun.
3. Mengatur Proses Tubuh
Protein, mineral, air,
dan vitamin deiperlukan untuk mengatur prose tubuh. Protein mengatur
keseimbangan air di dalam sel. Mineral dan vitamin diperlukan sebagai
pengatur dalam peroses-proses oksidasi, fungsi normal saraf dan otot
serta banyak peroses lain yang terjadi di dalam tubuh termasuk proses
menua.
2.6 Akibat Gizi Kurang pada Proses Tubuh
Akibat
kurang gizi terhadap proses tubuh bergantung pada zat-zat gizi apa yang
kurang. Kekurangan gizi secara umum (makanan kurang dalam kuantitas dan
kualitas) menyebabkan gangguan pada proses-proses sebagai berikut :
1. Pertumbuhan
Anak-anak
tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein sebagai zt pembakar, shingga
otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok. Kekurangan
karbohidrat dan zat lemak juga dapat menyebabkan tubuh menjasi lesu,
kurang bergairah untuk melakukan berbagai kegiatandan kondisi tubuh yang
demikian tentunya akan banyak menimbukan kerugian.
2. Produksi Tenaga
Kekurangan
energi berasal dari makanan, mentababkan seorang kekurangnan tenaga
untuk bergerak, bekerja, dan melakukan aktivitas. Orang menjadi malasm
merasa lemah, dan produktivitas kerja menurun.
3. Pertahan Tubuh
Daya
tahan terhadpa taekanan atai stres menutun. Sistem imunitas dan
antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang infekasi seperti
pilek, batuk, dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa kematian.
4. Struktur dan Fungsi Otak
Kurang
gizi pada usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan mental,
dengan demikian kemampuan berpikir. Otak mencapai benuk maksmal pada
usia dua tahun. Kekurangan gizi dapat berakibta terganggunya fungsi otak
secara permanen.
5. Perilaku
Baik anak-anak maupun orang
dewasa yang kurang gzi menunjukkan perilaku tidak tenang. Mereka mudah
tersunggung, cengang, dan apatis.
2.7 Faktor yang Berperan dan Permasalahan pada Tumbuh Kembang
Ada
dua faktor utama yang mempengaruhi proses tumbuh kembang optimal
seorang anak, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan
faktor-faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri, baik faktor bawaan
maupun faktor yang diperoleh. Faktor luar yaitu faktor-faktor yang ada
di luar atau berasal dari luar diri anak, mencakup lingkungan fisik dan
sosial serta kebutuhan fisik anak.
Selain kedua faktor tersebut,
faktor yang berperan dalam proses tumbuh kembang anak dapat ditentukan
oleh keluarga, status gizi, budaya, dan teman bermain. Keluarga
hendaknya menunjang proses pertumbuhan dan perkembangan secara optimal.
Status gizi anak dapat ditentukan oleh tingkat konsumsi atau kualitas
makanan. Kualitas makanan ditentukan oleh zat-zat bergizi yang
dibutuhkan oleh anak. Permasalahan tumbuh kembang anak ada dua macam,
yaitu gizi lebih dan gizi kurang.
Akibat dari status gizi yang
buruk, maka dapat menimbulkan penyakit. Lingkungan masyarakat dalam hal
ini asuhan dan kebiasaan suatu masyarakat dapat mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan anak. Tata cara dan kebiasaan yang diberlakukan
masyarakat tidak selalu sesuai dengan syarat-syarat kebersihan dan
kesehatan. Teman bermain dan sekolah juga berperan dalam mempengaruhi
makanan yang dikonsumsi oleh anak. Ketika mereka berinteraksi dengan
teman bermain atau teman sekolahnya, makanan atau jajanan yang dipilih
biasanya sejenis dengan yang dipilih oleh teman dekat atau lingkungan
sekitarnya.Makhluk hidup memerlukan makanan untuk melangsungkan
kehidupannya. Makanan itu terdiri atas bagian-bagian yang berbentuk
iktan-ikatan kimia atau unsur-unsur anorganik yang disebut zat-zat
makanan atau zat gizi.Manusia mendapatkan zat makanannya dalam bentuk
bahan makanan. Yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan. Satu macam
saja bahan makanan tidak dapat memenuhi semua keperluan tubuh akan
berbagai zat makanan, karena masing-masing bahan makanan mengandung zat
makanan yang berlainan macam maupun banyaknya.
2.8 Penyakit-penyakit Defisiensi Gizi
Penyakit-penyakit gizi di Indonesia terutama tergolong ke dalam kelompok penyakit defisiensi.
1. Penyakit Defisiensi Kurang Kalori Protein (KKP)
Salah
satu gejala dari penderita KKP ialah hepatomegali yaitu pembesaran hati
yang terlihat oleh ibu-ibu sebgai pembuncitan perut. Ada berbagai
variasi bentuk KKP yaitu penyakit kwashiorkor, marasmus, dan
marasmikwashiorkor. Kwashiorkor adalah penyakit KKP dengan kekurangan
protein sebagai penyakti dominan. Marasmus merupakan gambaran KKP dengan
defisiensi energi yan ekstrem. Marasmikwashiorkor merupakan kombinasi
defisiensi kalori dan protein pada berbagai variasi. Penyebab langsung
dari KKP adalah konsumsi kurang dan sebab tak langsungnya adalah
hambatan absorbsi dan hambatan utilisasi zat-zat gizi karena berbagai
hal, misalnya karena penyakit. Penyakti infeksi dan infestasi cacing
dapat memberikan hambatan absorpsi dan hambatan utilisai zat gizi yang
menjadi dasar timbulnya penyakit KKP.
2. Penyakit Defisiensi Vitamin A
Gejala-gejala
defisiensi vitamin ini yang menumbulkan kekhawatiran para ahli
kesehatan dn gizi adalah berhubungan denga nkondisi mata, sedangkan
gejala-gejala yang menyerang sistem tubuh lainnya tidak memberikan
gambaran yang menggugah kekhawatiran lainnya.
Gambaran defisiensi
vitamin A yang menyangkut kondisi mata, disebut Xerophtalmia. Ternyata
banyak kasus Xerophthalamia yang berakibat gangguan penglihatan yang
permanen bahkan sampai menjadi buta, terutama pada kelompok umur dewasa
muda. Defisiensi vitamin A primer disebabkan kekurangn konsumsi vitamin
tersebut, sedangkan defisiensi sekunder karena absorbsi dan utilitasnya
terhambat.
Konsumsi vitamin A kurang adalah karena kebiasaan makan
yang salah, tidak suka sayur dan buah, atau karena daya beli rendah,
tidak sanggup membeli bahan makanan hewani maupun nabati yang akaya akan
vitamin A dan karoten tersebut. Hamabtan absorbsi vitamin Adaam kroten
terjadi karena hidangan rata-rata rakyat umum di Indonesia mengandung
rendah lemak dan protein yang diperlukan dalam metabolisme vitamin A.
3. Penyakit Defisiensi Yodium
Salah
satu manifestasi gambaran penyakit kekurangan zat gizi yodium yang
meninjol ialah pembesaran kelenjar gondok yang disebut penyakit gondok
oleh awam atau nama ilmiahnya struma simplex. Karena terdapat endemik di
wilyah-wilayah tertentu yang kekurangan yodium, disebut juga endemic
goitre. Defisiensi yodium memberikan juga berbagai gambaran klinik
lainnya yang disagak ada hubungan dengan kondisi kekurangan zat gizi
yodium itu, sehingga disebut Iodine Deficiency Diseases (IDD). Ada 4
jenis IDD yaitu gondok endemic, hambatan pertumbuhan fisik dan mental
yang diebut cretinism, hambatan neuromotor, dan kondisi tuli disertai
bisu.
4. Anemia Defisiensi Zat Besi
Pengaruh
defisiensi Fe, terutama melalui kondisi gangguan fungsi hemoglobin.
Merupakan alat transportasi O2 yang diperlukan pada banyak reaksi
metabolik tubuh. Pada anak sekolah telah ditunjukkan adanya korelasi
erat antara kadar hemoglobin dan kesanggupan anak untuk belajar.
Dikatakan bahwa pada kondisi anemia, daya konsentrasi dalam belajar
menurun.
Defisiensi Fe dapat didiagnosisi berdasrkan data klinik
dan data laboratorik yang ditunjang oleh data konsumsi pangan. Gambaran
klinik memperlihatkan kondisi anemia. Muka penderita terlihat pucat, jug
selaput lendir kelopk mata, bibir, dan kuku. Penderita terlihat dan
merasa bandannya lemah, kurang bergairah, dan cpeat merasa lelah, serta
sering menunjukkan sesak napas. Data laboratorik memperlihatkan kadar
hemoglobin menurun di bawah 11%, bahkan pada yang berat penurunan
hemoglobin ini dapat mencapai tingkat di bawah 10% atau lebih rendah
lagi, sampai di bawah 4%. Data konsumsi mungkin memperlihatkan hidangan
yang kurng mengandung daging atau bahan makanan hewani lain, dan juga
kurang sayur serta daun yang berwarna hijau.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Asupan Gizi Anak Rendah
Kasus rendahnya asupan gizi anak-anak sekolah dasar di beberapa
wilayah Indonesia merupakan permasalahan yang sangat serius. Jika tidak
ditanggapi dengan serius oleh pemerintah maka akan menimbulkan
dampak-dampak yang semakin memperburuk status gizi dan status kesehatan
anak-anak sekolah dasar. Anak-anak sekolah dasar memiliki pertumbuhan
yang relatif stabil jika dibandingkan dengan usia bayi, pra-sekolah dan
remaja. Pada masa ini terjadi proses kematangan, pertambahan fungsi
kognitif dan sosial emosional. Asupan gizi yang baik sangat dibutuhkan
pada anak usia sekolah (6-12 tahun) karena mereka memerlukan energi dan
kalori yang cukup besar untuk beraktifitas selama di sekolah. Mereka
memerlukan karbohidrat, protein, lemak, vitamin-vitamin, zat besi, zat
seng dan mineral-menaral lain yang dibutuhkan oleh tubuh untuk proses
pertumbuhan.
Sarapan pagi dengan asupan gizi yang baik sangat
dianjurkan untuk memenuhi kebutuhan energi dan kalori. Seperti yang
telah disebutkan pada bab sebelumnya, terdapat beberapa faktor yang
berperan dalam menentukan tumbuh kembang anak seperti dalam hal pola
makan anak. Pada anak usia sekolah, faktor yang paling berpengaruh dalam
menentukan pola makan mereka adalah faktor di luar rumah yaitu
lingkungan masyarakat dan teman sekolah. Lingkungan masyarakat yang
memiliki kebiasaan buruk dalam hal mengkonsumsi makanan atau jajanan
akan ditiru oleh anak pada usia ini. Ketika teman di sekitar rumahnya
atau teman sekolahnya sering mengkonsumsi suatu makanan atau jajanan
maka anak akan mengikuti makanan atau jajanan yang dipilih oleh
teman-teman di sekitarnya. Dampak yang dikhawatirkan adalah ketika
temannya memilih makanan yang buruk atau rendah asupan gizinya. Dalam
ilmu teori perilaku-perilaku kesehatan, Skinner mengklasifikasikan
perilaku kesehatan menjadi 6 kelas. Perilaku anak usia sekolah yang
meniru makanan atau jajanan temannya termasuk dalam perilaku yang
berhubungan dengan lingkungan (Environmental behavior).
3.2 Asupan Gizi Anak Kurang
Kalori adalah satuan tenaga yang dapat diperoleh dari makanan. Jumlah
kalori yang dibutuhkan oleh tubuh seseorang bergantung pada usia, berat
badan, dan tinggi badan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kasus
yang ditemukan di sepuluh sekolah dasar yang ada di Jakarta dan Solo
bahwa anak sekolah dasar memiliki jumlah kalori yang nilainya berada di
bawah 100% jumlah kalori yang diperlukan oleh tubuh. Pada anak laki-laki
diperlukan asupan kalori yang lebih dibanding pada anak perempuan yang
sudah mengalami haid pada usia ini sehingga lebih banyak memerlukan
asupan protein dan zat besi dari usia sebelumnya. Seperti yang
disebutkan dalam sumber yang terlampir dalam makalah ini,
“Dari
total anak yang diteliti, 94,5% mengonsumsi kalori di bawah angka
kecakupan gizi yang dianjurkan yakni 1.800 kilo kalori. Untuk asupan
protein sebanyak 64,5% di bawah batas kecukupan, zat besi sebesar 91,8%
dan seng sebanyak 98,6% dibawah kebutuhan seharusnya..”
Permasalahan
rendahnya asupan gizi anak sekolah dasar diakibatkan rendahnya kalori.
Kalori dalam tubuh dihasilkan melalui proses pembakaran zat-zat yang
terkandung dalam makanan seperti karbohidrat, lemak, dan protein.
Apabila asupan kalori rendah maka akan berdampak pada buruknya status
gizi anak sekolah dasar dan berakibat pada berkurangnya kemampuan untuk
menyerap pelajaran yang diberikan oleh guru di sekolah. Kalori sangat
dibutuhkan sebagai energi yang digunakan oleh manusia untuk
beraktivitas. Apabila jumlah energi kurang maka kerja otak akan
terganggu dan mengakibatkan anak malas untuk belajar.
Pada jumlah
asupan protein yang ditemukan di lapangan ternyata asupan protein anak
sekolah dasar sangat jauh dari jumlah yang dibutuhkan, hanya 64,5% dari
kebutuhan tubuh. Protein adalah salah satu sumber kalori yang dibutuhkan
oleh tubuh. Kekurangan kalori dari protein sering disebut defisiensi
Kurang Kalori Protein (KKP). Ada berbagai variasi bentuk KKP yaitu
penyakit kwashiorkor, marasmus, dan marasmikwashiorkor. Kwashiorkor
adalah penyakit KKP dengan kekurangan protein sebagai penyakti dominan.
Marasmus merupakan gambaran KKP dengan defisiensi energi yang ekstrem.
Marasmikwashiorkor merupakan kombinasi defisiensi kalori dan protein
pada berbagai variasi.
Zat besi yang ditemukan pada anak usia
sekolah ternyata masih kurang dari 100% kebutuhan tubuh, yaitu 91,8%.
Defisiensi zat besi akan mengakibatkan gangguan fungsi hemoglobin.
Apabila fungsi hemoglobin terganggu maka transportasi O2 keseluruh tubuh
yang diperlukan pada banyak reaksi metabolik tubuh akan terganggu. Pada
anak sekolah telah ditunjukkan adanya korelasi erat antara kadar
hemoglobin dan kesanggupan anak untuk belajar. Ketika mereka mengalami
defisiensi hemoglobin pada kondisi anemia, daya konsentrasi dalam
belajar tampak menurun.
Temuan lain dalam penelitian mengenai
asupan gizi anak sekolah dasar rendah adalah asupan zat seng yang masih
di bawah 100%, yaitu 98,6%. Zat seng merupakan ko-faktor sekitar 100
macam enzim yang tugasnya mengatalisasi fungsi biologis yang penting.
Selain itu seng juga dibutuhkan untuk memfasilitasi metabolism protein
yaitu sintesis DNA dan RNA.
3.3 Hubungan Gizi dengan Kesehatan Anak
Defisiensi
gizi sering dihubungkan dengan infeksi. Infeksi bisa berhubungan dengan
gangguan guzu mealui beberapa cara yaitu mempengaruhi nafsu makan,
dapat juga menyebabkan kehilangan bahan makanan karena
diare/muntah-muntah atau mempengaruhi metabolisme makanan dan banyak
cara lain lagi.
Secara umum, defisiensi gizi sering merupakan awal
dari gangguan sistem kekebalan tubuh. Gizi kuran dan infeksi,
kedua-duanya dapat bermula dari kemiskinan dan lingkungan yang tidak
sehat dengan sanitasi buruk. Selain itu juga diketahui bahwa infeksi
menghambat reaksi imunologis yang normal dengan menghabiskan
sumber-sumber energi.
Gangguan gizi dan infeksi dapat saling
berhubungan sehingga memberikan prognosis yang lebih buruk. Infeksi
memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk
kemampun anak untuk mengatasi penyakit infeksi. Kuman-kuman yang kurang
berbahaya bagi anak-anak dengan gizi baik, bisa menyebabkan kematian
pada anak-anak gizi buruk.
3.4 Hubungan Gizi dengan Kecerdasan
Masalah
defisiensi gizi khususnya KKP menjadi perhatian karena berbagai
penelitian menunjukan adanya eek jangka panjang KKP ini terhadap
pertumbuhan dan perkembangan otak manusia. Sebagaimana halnya dengan
organ-organ lain dalam tubuh, otak terutama berkembng pada awal
kehidupan sampai periode tertentu dalam masa kehidupan seseorang. Pada
fase ini terjadi berbagao keadaan seperti pengaruhobat-obatan, radiasi,
kekurangan oksigen, dan terlebih penting ialah kekuarangn makanan atau
zat makanan/zat gizi. Dalam hal ini dapat terjadi kelainan yagn bersifat
pulih maupun tidak dapat pulih. Antara lain otak mengalami pengaruh
sehingga tidak dapat mencapai tumbuh kembang yang optimal sesuai dengan
potensi genetiknya.
3.5 Tingkat Konsumsi dan Tingkat Gizi
Keadaan
Kesehatan gizi masyarakat tergantung pada tingkat konsumsi. Tingkat
konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas
hidangan menunjukkan adanya semua zat gizi yang deiperlukan tubuh di
dalam sususnan hdangan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain.
Kuantitas menunjukkan kuantum masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan
tubuh. Kalau susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh akan mendapat
kondisi kesihatan gizi yang sebaik-baiknya. Konsumsi yang menghasilkan
kesehatan gizi yang sebaik-baiknya disebut konsumsi adekuat.
Kalau
susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitasnya
dana dalam jumlah melebihi kebutuhan tubuh, dinamakan konsumsi berlebih,
makan akan terjadi suatu keadaan gizi lebih. Sebaliknya konsumsi yang
kurang kualitasnya maupun kuantitasnya akan memberikan kondisi kesehatan
gizi kurang atau kondisi defisiensi. Tingkat kesehtan gizi terbaik
adalah kesehatan optimum, tubuh terbebas dari penyakit dan mempunyai
daya kerja dan efisiensi yang sebiak-baiknya. Ada beberapa penyakit yang
berhubungan dengan gizi. Penyakit-penyakit ini daat dibagi dalam
beberapa golongan yaitu, penyakit gizi lebih (obesitas), penyakit gizi
kurang (malnutrition, undernutrition), penyakit metabolik bawaan (inborn
errors of metabolism), dan penyakit keracunan makanan (food
intoxication).
3.6 Masalah Sosial Ekonomi
Permasalahan rendahnya asupan gizi pada anak sekolah tidak terlepas
dari berbagai faktor lain di luar faktor makanan yang dikonsumsi.
Permasalahan ini dapat dikaitkan dengan rendahnya kondisi sosial ekonomi
keluarga. Harga-harga barang sembako yang semakin lama semakin mahal
dan sulit dijangkau oleh keluarga ekonomi ke bawah tidak memungkinkan
mereka untuk membeli makanan yang bergizi. Pada masyarakat ekonomi kelas
bawah, hal yang dipentingkan adalah kuantitas makanan, tanpa
memperdulikan kualitas gizinya baik atau buruk.
3.7 Masalah Sosialisasi Pengetahuan
Kurangnya sosialisasi mengenai makanan yang bergizi kepada masyarakat
terutama mereka yang tinggal di tempat yang jauh dari fasilitas
kesehatan seperti puskesmas semakin memperburuk asupan gizi anak. Bagi
mereka yang tinggal di daerah perkotaan informasi tentang makanan yang
bergizi dan asupan gizi yang dibutuhkan oleh anak mudah sekali
didapatkan. Sedangkan mereka yang tinggal di daerah terpencil informasi
tentang makanan yang bergizi sulit sekali didapatkan.
Orang tua
sebagai pihak yang paling bertanggung jawab terhadap kesehatan anak atau
status gizi anaknya hendaknya dapat mengawasi pola makanan atau jajanan
yang dipilih oleh anaknya. Akan tetapi dibutuhkan informasi yang banyak
mengenai makanan apa saja yang baik bagi anaknya, jajanan apa yang baik
dikonsumsi serta dampak yang ditimbulkan apabila anaknya tidak
mengkonsusmsi makanan yang bergizi. Dibutuhkan peran pemerintah dalam
mensosialisasikan pengetahuan mengenai makanan yang bergizi atau asupan
yang baik bagi anak usia sekolah kepada para orang tua terutama bagi
mereka yang tinggal di daerah terpencil.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Rendahnya
asupan gizi anak usia sekolah diakibatkan oleh banyak faktor. Anak usia
sekolah sangat rentan dengan asupan gizi yang rendah atau buruk. Pada
usia ini pola makan anak dipengaruhi oleh teman dan lingkungan
sekitarnya. Jajanan yang banyak dijual di sekolah-sekolah termasuk ke
dalam makanan yang tidak bergizi sehingga dapat dikatakan bahwa anak
usia sekolah sangat rentan dengan asupan gizi yang buruk.
Asupan
gizi yang buruk dapat berakibat fatal apabila terus dibiarkan,
defisiensi kalori yang dihasilkan protein akan menimbulkan penyakit
seperti marasmus dan kwashiorkor, defisiensi zat besi akan mengganggu
kerja hemoglobin dalam transportasi O2 keseluruh tubuh, defisiensi zat
seng akan mengganggu proses metabolism protein. Selain itu, buruknya
status gizi anak sekolah semakin memperburuk kondisi bangsa Indonesia
karena generasi penerusnya tidak produktif. Perbaikan status gizi dengan
asupan gizi yang baik akan memberikan banyak perubahan. Orang tua saat
ini terlalu membiarkan anaknya mengkonsumsi jajanan yang ada di sekolah.
Membiasakan anak untuk sarapan pagi sebelum berangkat sekolah merupakan
cara yang efektif dalam mengurangi kemungkinan anak membeli makanan di
luar rumah.
4.2 Saran
Peran orang tua sangat
diperlukan dalam memberikan makanan yang bergizi dan mengajarkan anak
untuk mengonsumsi atau memilih makanan yang bergizi. Pendekatan yang
baik dengan anak dan komunikasi atau cara penyampain pendidikan dasar
mengenai makanan yang bergizi dapat membuat anak lebih berhati-hati
dalam memilih makanan atau jajanan. Perhatian dari kedua orang tua
sangat diperlukan terutama pada jajanan dan makanan kesukaannya. Makanan
yang diberikan saat dirumah hendaknya memperhatikan nilai gizi dengan
menyesuaikan kondisi social ekonomi keluarga.
Peran guru di
sekolah sangat dibutuhkan guna memberikan pendidikan dasar dan
pengawasan secara aktif mengenai makanan atau jajanan yang baik
dikonsumsi dan tidak baik untuk dikonsumsi. Perlu pengawasan di sekitar
lingkungan sekolah akan jajanan yang bergizi dan tidak bergizi dan
melarang pedagang di sekitar sekolah menjual makanan yang tidak bergizi.
Perlu penanganan secara khusus dari pemerintah untuk menangani
permasalahan ini. Sosialisasi mengenai asupan gizi yang dibutuhkan oleh
anak sekolah dasar dapat dilakukan sebagai upaya promotif untuk
meningkatkan status gizi anak sekolah dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Ayubi, Dian. 2007. Bahan Kuliah Dasar PKIP. Depok : Fakultas Kesehatan Masyarakat UI
Fikawati,
Sandra. 2008. Kumpulan Materi Gizi Kesehatan Masyarakat. Depok : FKM UI
Suhardjo. 1992. Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta : Kanisius