Sebarkan Ilmu Untuk Indonesia Yang Lebih Maju
Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label BUDAYA. Tampilkan semua postingan

metodologi penelitian ilmu bahasa dan sosial


BAB I
PENDAHULUAN

1. Pengertian Metode dan Metodologi

    Istilah metode penelitian dan beberapa istilah yang berhampiran dengannya merupakan istilah-istilah kunci dalam literatur metodologi penelitian ilmu bahasa dan sosial. Dalam sebagian literatur ilmu bahasa, pengertian metode seringkali dibedakan dengan teknik (Sudaryanto, 1993: 9; Subroto, 1992: 32) Metode dipahami sebagai cara penelitian yang lebih abstrak, sedangkan teknik dipandang sebagai cara penelitian yang lebih kongkret atau bersifat operasional. Di samping metode dan teknik, istilah metodologi dipakai sebagai acuan terhadap ilmu tentang metode. Berbeda halnya dalam literatur ilmu sosial (seperti sosiologi dan antropologi) (lih. Koentjaraningrat (ed.), 1994), pengertian metode dan teknik nyaris tidak dibedakan. Istilah metode dan teknik diacu untuk satu pengertian yang sama, yaitu cara melakukan penelitian. Bahkan, metodologi dengan metode juga hampir sulit dibedakan; di satu literatur dipakai metodologi penelitian, di literatur lain dipakai metode penelitian.
    Menurut kamus besar bahasa Indonesia metode penelitian adalah cara mencari kebenaran dan asas-asas gejala alam, masyarakat, atau kemanusiaan berdasarkan disiplin ilmu yang bersangkutan. Sedangkan metodologi ialah ilmu tentang metode(Tim penyususun.2005. kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga.Jakarta:Balai Pustaka.)
    Metode berasal dari kata methodos, bahasa latin, sedangkan methodos itu sendiri berasal dari akar kata meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah. Sedangkan hodhos berarti jalan, cara, arah dalam poengertian yang lebih luas metode dianggap sebagai cara-cara strategi untuk memahami realitas, lengkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab akibat berikutnya. Adapun metodologi menurut I Nyoman Kuth Ratna yaitu: berasal dari kata metodhos dan logos yaitu filsafat atau ilmu mengenai metode.(Nyoman Kutha Ratna,2006:34).
Dari sejumlah literatur tersebut, baik ilmu bahasa maupun ilmu sosial, ditarik satu pemahaman bahwa pengertian metode mengacu pada cara penelitian. Dalam kata lain, metode dapat pula dirumuskan sebagai langkah-langkah yang diambil peneliti untuk memecahkan masalah penelitian. Oleh karena itu, sesungguhnya, metode penelitian ini dimulai dari penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis.

BAB II
PEMBAHASAN

1. Macam-Macam Metode Penelitian
a.    Metode Intuitif.
Metode ini dianggap sebagai dasar manusia dalam upaya memahami unsur-unsur kebudayaan.
b.    Metode Hermeneutika
Metode ini dikaitkan dengan dewa Hermes, dewa Yunani yang menyampaikan pesan ilahi kepada manusia. Medium pesan adalah bahasa. Jadi, penafsiran disampaikan lewat bahasa.
c.    Metode Kualitatif
Metode ini menyajikannya dalam bentuk deskripsi.
d.    Metode Analisis Isi
Terdapat dua analisis yaitu isi laten dan isi komunikasi. Isi laten ialah: isi yang terkandung dalam dokumen dan naskah.
Sedangkan isi komunikasi ialah pesan yang terkandung sebagai akibat komunikasi yang terjadi.
e.    Metode Formal
Yaitu analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek Formal. Aspek-aspek bentuk yaitu unsur-unsur karya sastra.
f.    Metode Dialektika
Metode ini terdiri dari tesis, antitesis dan sintesis.
g.    Metode Deskriptif Analisis
Yakni dilakukan dengan cara mendeskripsikan fakta-fakta yang kemudian disusul dengan analisis.

2. Macam-Macam Pendekatan Dalam Penelitian
    Pendekatan ialah cara-cara menghampiri objek, sedangkan metode adalah cara-cara mengumpulkan, pendekatan mengimplikasikan cara-cara memahami hakikat keilmuan tertentu. Pendekatan dibagi kedalam beberapa bagian:
a.    Pendekatan Biografis
Penelitian harus mencantumkan biografi, surat-surat, dokumen penting pengarang, foto-foto bahkan wawancara langsung dengan pengarang.
b.    Pendekatan Sosiologis
Pendekatan ini menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat ke individu.
c.    Pendekatan Psikologis
Pendekatan ini lebih banyak berhubungan dengan pengarang, karya sastra dan pembaca.
d.    Pendekatan Antropologis
Yakni sebuah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat. Yang dibedakan menjadi dua yaitu: Antropologi fisik dan antropologi kebudayaan.
e.    Pendekatan Historis
Pendekatan ini diteliti berdasarkan sejarahnya. Dibedakan dengan sejarah sastra, sastra sejarah dan novel sejarah.
f.    Pendekatan Mitopoik
Dalam pengertian tradisional memiliki kesejajaran denga Fabel dan legenda
g.    Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ini memiliki sejumlah kesamaan dengan Pendekatan biografis.
h.    Pendekatan Mimesis
Pendekatan ini merupakan pendekatan estetis yang paling primitif.
i.    Pendekatan Pragmatis
Pendekatan ini memberikan perhatian utama kepada pembaca.
j.    Pendekatan Objektif
Pendekatan Objektif mengindikasikan perkembangan pikiran manusia sebagai evolusi teori selama lebih kurang 2.500 tahun.

3. Penelitian Menurut Tujuannya
•    Penelitian Murni
    Peneltian untuk memahmi permasalahan secara lebih mendalam atau untuk mengembangkan teori yang sudah ada.
•    Penelitian Terapan
    Penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang digunakan untuk memecahkan masalah.

4. Penelitian Tingkat Eksplanasi
    Penelitian deskriptif
    Penelitian komparatif
    Penelitian asosiatif
    Korelasional
    Kausal
5. Penelitian Jenis dan Analisis Data
    penelitian kuantitatif
    penelitian kualitatif
    penelitian campuran
6. Untuk menilai kualitas penelitian yang baik ada beberapa kriteria:

1.    Memiliki tujuan yang jelas, berdasarkan pada permasalahan tepat.
2.    Menggunakan landasan teori yang tepat dan metode penelitian yang cermat dan teliti.
3.    Mengembangkan hipotesis yang dapat diuji.
4.    Dapat didukung (diulang) dengan menggunakan riset-riset yang lain, sehingga dapat diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya .
5.    Memiliki tingkat ketepatan dan kepercayaan yang tinggi
6.    Bersifat obyektif, artinya kesimpulan yang ditarik harus benar-benar berdasarkan data yang diperoleh dilapangan
7.    Dapat digeneralisasikan, artinya hasil penelitian dapat diterapkan pada lingkup yang lebih luas


7. Permasalahan Penelitian

    masalah penelitian sebagai dasar mengapa penelitian dilakukan
    permasalahan dituangkan dalam latar belakang penelitian
    latar belakang dimulai dari hal yang bersifat umum kemudian mengerucut ke permasalahan yang lebih spesifik

8.Sumber Permasalahan Dalam Penelitian
1.    Bersumber dari kehidupan sehari-hari.
    Adanya penyimpangan antara pengalaman dan kenyataan
    Terdapat penyimpangan antar rencana dan kenyataan
    Terdapat pengaduan
    Adanya persaingan
2.    Bersumber pada buku atau penelitian sebelumnya
    Untuk penyempurnaan
    Untuk verivikasi
    Untuk pengembangan

9. Permasalahan yang Baik
1.    Bermanfaat
2.    Dapat dilaksanakan
1.    Kemampuan teori dari peneliti
2.    Waktu yang tersedia
3.    Tenaga yang tersedia
4.    Dana yang tersedia
5.    Adanya faktor pendukung
6.    Tersedianya Data
7.    Tersedianya ijin dari pihak yang berwenang
3.    Adanya Faktor Pendukung
1.    Tersedianya Data
2.    Tersedianya ijin dari pihak berwenang
10. Judul Penelitian
Setelah permasalahan diidentifikasikan dengan tepat langkah berikutnya adalah memberikan nama penelitian “Judul Penelitian”
Dua orintasi dalam meberikan judul penelitian:
1.    Orientasi Singkat
  Contoh:
  Analisis Kualitas Pelayanan Jasa Perbankan
2. Berorientasi Jelas
    Jenis Penelitian
    Obyek yang diteliti
    Subyek penelitian
    Lokasi Penelitian
    Waktu Pelaksanaan Penelitian
Contoh:
Analisis Pengaruh Pelayanan Terhadap Kepuasan Nasabah pada Bank-Bank Pemerintah di Purwokerto tahun 2005

11. Beberapa Hal yang Harus Diperhatikan dalam Merumuskan Masalah
1.    Masalah harus dirumuskan dengan jelas dan tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda
2.    Rumusan masalah hendaknya dapat mengungkapkan hubungan antara dua variabel atau lebih.
3.    Rumusan masalah hendaknya dinyatakan dalam kalimat tanya

12. Beberapa Kesalahan  yang Terjadi dalam Memilih Permasalahan Penelitian
    Permasalahan penelitian tidak diambil dari akar masalah yang sesungguhnya
    Permasalahan yang akan dipecahkan tidak sesuai dengan kemampuan peneliti baik dalam penguasaan teori, waktu, tenaga dan dana.
    Permasalahan yang akan dipecahkan tidak sesuai dengan faktor-faktor pendukung yang ada.

13. Pembatasan Masalah
    Agar penelitian dapat mengarah ke inti masalah yang sesungguhnya maka diperlukan pembatasan penelitian sehingga penelitian yang dihasilkan menjadi lebih fokus dan tajam
14. Penelitian Empiris
    Penelitian sebelumnya dapat dipergunakan untuk:
1.    Mengetahui kekurangan-kekurangan penelitaian sebelumnya
2.    Mengetahui apa yang telah dihasilkan dari penelitian sebelumnya
3.    Mengetahui perbedaan dengan penelitian sebelumnya

15. Pengertian Hipotesis
    Hipotesis merupakan jawaban sementara yang hendak diuji kebenarannya.
    Tidak semua penelitian memerlukan hipotesis, penelitian yang bersifat eksploratif dan deskriptif tidak memerlukan hipotesis

16. Berkaitan Dengan Perumusan Masalah
    Apa permasalahan utama sehingga perlu dilakukan penelitian?
    Apakah tujuan dilaksanakannya penelitian ?
    Apakah datanya bisa diperoleh ?
    Apakah kita mempu untuk melakukan penelitian dilihat dari biaya, tenaga, waktu dan latar belakang teori ?
    Apakah dapat memperoleh untuk mendapatkan ijin penelitian?
    Berapa banyak informasi yang sudah kita peroleh ?
    Apakah masih perlu dilakukan studi pendahuluan ?

17. Berkaitan dengan Tinjauan Teoritis
    Teori-teori apa yang dapat mendukung penelitian ?
    Dari mana kita dapat teori-teori pendukung penelitian ?
    Apakah sudah ada penelitian terdahulu yang relevan ?
    Bagaimana bentuk kerangka pemikiran penelitian ?

18. Berkaitan Dengan Perumusan Hipotesis
    Apakah penelitian memerlukan hipotesis ?
    Apa dasar yang digunakan untuk merumuskan hipotesis?
    Bagaimana bentuk hipotesis yang akan kita rumuskan ?

19. Berkaitan Dengan Desain Penelitian
    Bagaimana desain perumusan masalahnya ?
    Bagaimana desain landasan teoritisnya ?
    Bagaimana desain perumusan hipotesisnya?
    Bagaimana skala pengukurannya ?
    Berapa jumlah sampel yang diperlukan ?
    Bagaimana teknik pengambilan sampel ?
    Instrumen apa yang akan digunakan dalam penelitian ?

20. Desain Sampling
Alasan Menggunakan Sampel
1.    Mengurangi kerepotan
2.    Jika populasinya terlalu besar maka akan ada yang terlewati
3.    Dengan penelitian sampel maka akan lebih efesien
4.    Seringkali penelitian populasi dapat bersifat merusak
5.    Adanya bias dalam pengumpulan data
6.    Seringkali tidak mungkin dilakukan penelitian  dengan populasi
- Convenience Sampling
Sampel convenience adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja, anggota populasi yang ditemui peneliti dan bersedia menjadi responden di jadikan sampel.

- Purposive Sampling
Merupakan metode penetapan sample dengan berdasarkan pada criteria-kriteria tertentu.

-.Quota Sampling
    Merupakan metode penetapan sampel dengan menentukan quota terlebih dahulu pada masing-masing kelompok, sebelum quata masing-masing kelompok terpenuhi maka peneltian beluam dianggap selesai.
- Snow Ball Sampling
    Adalah teknik pengambilan sampel yang pada mulanya jumlahnya kecil tetapi makin lama makin banyak berhenti sampai informasi yang didapatkan dinilai telah cukup.  Teknik ini baik untuk diterapkan jika calon responden sulit untuk identifikasi.


21. Syarat-syarat data yang baik adalah:
    Data harus Akurat.
    Data harus relevan
    Data harus uptodate

22. Pembagian Data Menurut Cara Memperolehnya
1.    Data Primer
    Data primer adalah data yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama.
2.    Data Sekunder
    Data sekunder adalah data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan pengolahnya
23. Pembagian Data Menurut Sumbernya
1.    Data Internal
    Data internal adalah data yang berasal dari dalam instansi mengenai kegiatan lembaga dan untuk kepentingan instansi itu sendiri.
2.    Data Ekternal
    Data eksternal adalah data yang berasal dari luar instansi.

24. Data Menurut Sifatnya Dibagi Menjadi Dua Yaitu:
1.  Data Kualitatif
    Adalah data yang berupa pendapan atau judgement sehingga tidak berupa angka akan tetapi berupa kata atau kalimat.
    Contoh:
    Pelayanan rumah sakit Enggal Waras Sangat Baik
    Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Banyumas Tinggi
2. Data Kuantitatif
    Data kualitatif adalah data yang berupa angka atau bilangan
    Contoh:
    Tingkat kepuasan pasien di Rumah sakit Enggal Waras mencapai 92%
    Tingkat pendapatan masyarakat bamyumas mencapai Rp. 800.000/bulan
25. Beberapa Teknik Yang Dilakukan Dalam Penelitian
1.    Teknik Tes
    Teknik tes digunakan untuk mengumpulkan data yang digunakan untuk mengevaluasi yaitu membedakan antara kondisi awal dengan kondisi sesudahnya.
2.    Wawancara
    Wawancara merupakan teknik pengambilan data dimana peneliti langsung berdialog dengan responden untuk menggali informasi dari responden.
3.    Teknik Observasi
    Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan indra jadi tidak hanya dengan pengamatan menggunakan mata saja.  Medengarkan, mencium, mengecap meraba termasuk salah satu bentuk dari observasi. Instrumen yang digunakan dalam observasi adalah panduan pengamatan dan lembar pengamatan.
4.    Teknik Angket ( Kuesioner)
    Merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan untuk mengumpulkan data dengan cara membagi daftar pertanyaan kepada responden agar responden tersebut memberikan jawabannya.
    Kuesioner terbuka
    Dalam kuesioner ini responden diberi kesempatan untuk menjawab sesuai dengan kalimatnya sendiri.
    Bagaimanakah pendapat anda tentang harga barang di supermarket ini
    Kuesioner tertutup
    Dalam kuesioner ini jawaban sudah disediakan oleh peneliti, sehingga responden tinggal memilih saja.
   Bagaimanakah pendapat anda tentang harga barang di supermarket ini ?
 Sangat mahal         Murah
 Mahal         Sangat murah      Cukup
26. Keuntungan Penelitian dengan Menggunakan Kuisioner

1.    Tidak memerlukan hadirnya si peneliti
2.     Dapat dibagikan serentak
3.    Dapat dijawab oleh rensponden sesuai dengan waktu yang ada
4.    Dapat dibuat anomin
5.    Kuesioner dapat dibuat standar

DAFTAR PUSTAKA

PENGERTIAN METODE INDUKTIF DAN METODE DEDUKTIF

Diajukan sebagai pengantar diskusi kelompok pada matakuliah
Metode Penelitian Bahasa

Terdapat dua metode pendekatan analisis dan penarikan kesimpulan (jeneralisasi) yang kita dapatkan ’namanya’ dari perguruan tinggi, yaitu metode deduktif dan induktif.
A.    Metode Deduktif
Metode deduktif adalah cara analisis dari kesimpulan umum atau jeneralisasi yang diuraikan menjadi contoh-contoh kongkrit atau fakta-fakta untuk menjelaskan kesimpulan atau jeneralisasi tersebut. Misalnya: petani selalu rugu dalam mengembangkan usahanya. Kemudian dijabarkan fakta-fakta tentang angka-angka produksi dibandingkan modal usaha, dan sebagainya.
Metode Deduktif digunakan dalam sebuah penelitian disaat penelitian berangkat dari sebuah teori yang kemudian di buktikan dengan pencarian fakta. Contoh: Penelitian bahasa Arab kebanyakannya berangkat dari kaidah-kaidah bahasa Arab kemudian dicarilah fakta-fakta yang terdapat dalam sumber data, dalam hal ini sumber datanya al-Qur’an.
Metode deduktif dalam tahapan-tahapannya, sama dengan metode lain, yaitu:
1.    Tahapan Sepekulasi (berasal dari bahasa latin “speculum/cermin”).
2.    Tahapan Observasi dan klasifikasi, dan
3.    Tahapan perumusan hipotesis
B.    Metode Induktif
Metode Induktif adalah kebalikan dari metode deduktif. Contoh-contoh kongkrit dan fakta-fakta diuraikan terlebih dahulu, baru kemudian dirumuskan menjadi suatu kesimpulan atau jeneralisasi. Pada metode induktif, data dikaji melalui proses yang berlangsung dari fakta. Di dalam penelitian linguistic sering digunakan metode induktif dan deduktif, mengapa demikian? Karena linguistic termasuk ilmu yang berusaha menyusun teori tentang bahasa.
Kelebihan dari metode induktif adalal sebagai berikut:
1.    Metode induktif lebih dapat menemukan kenyataan yang kompleks yang terdapat dalam data.
2.    Metode induktif lebih dapat membuat hubungan antara peneliti dengan responden menjadi eksplisit, dapat dikenal dan dipertimbangkan.
3.    Metode induktif lebih dapat memberikan latar secara penuh dan dapat membuat keputusan-keputusan tentang dapat tidaknya pengalihan kepada latar lainnya.
4.    Metode induktif lebih dapat menemukan pengaruh bersama yang mempertajam hubungan-hubungan.
5.    Metode deduktif memperhitungkan nilai-nilai secara eksplisit sebagai bagian dari setuktur analitik.

MAKALAH TEKNIK DASAR KARATE


DISUSUN
Oleh :
NAMA ANDA
NIM ANDA










FAKULTAS ANDA DIDIK
UNIVERSITAS YANG MENAUNGI ANDA
KOTA KAMPUS ANDA
TAHUN


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan panulisan makalah  ini yang berjudul “Teknik Dasar Karate”.
Selawat beriringkan salam juga tidak lupa kami sampaikan kepada Nabi kita Muhammad SAW, karena dengan berkat kegigihan dan kesabaran beliaulah kita dapat menuntut ilmu pengetahuan seperti sekarang ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan maupun isi yang terkandung di dalamnya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga kami dapat berkarya dengan lebih baik di masa yang akan datang.
Akhirnya dengan satu harapan dari kami, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami khususnya dan bagi rekan-rekan pembaca umumnya.
Amiin Yarabbal ‘alamin.

        Banda Aceh, 14 Desember 2011

        Penulis

DAFTAR ISI

Halaman :
Kata Pengantar         i
Daftar Isi         ii
Bab    I    Pendahuluan
    A.    Latar Belakang         1
    B.    Tujuan         2
Bab    II    Pembahasan
    A.    Teknik Karate         3
    B.    Lapangan dan Peralatan         5
    C.    Falsafah Karate         7
    D.    Aliran-aliran Karate         7
Bab    III    Kesimpulan         11
Daftar Pustaka         12


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
     Karate adalah seni bela diri yang berasal dari Jepang. Seni bela diri karate dibawa masuk ke Jepang lewat Okinawa. Seni bela diri ini pertama kali disebut "Tote” yang berarti seperti “Tangan China”. Waktu karate masuk ke Jepang, nasionalisme Jepang pada saat itu sedang tinggi-tingginya, sehingga Sensei Gichin Funakoshi mengubah kanji Okinawa (Tote: Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’ (Tangan Kosong) agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate terdiri dari atas dua kanji. Yang pertama adalah ‘Kara’ dan berarti ‘kosong’. Dan yang kedua, ‘te’, berarti ‘tangan'. Yang dua kanji bersama artinya “tangan kosong” (pinyin: kongshou).
Menurut Zen-Nippon Karatedo Renmei/Japan Karatedo Federation (JKF) dan World Karatedo Federation (WKF), yang dianggap sebagai gaya karate yang utama yaitu:
1.    Shotokan
2.    Goju-Ryu
3.    Shito-Ryu
4.    Wado-Ryu
Keempat aliran tersebut diakui sebagai gaya Karate yang utama karena turut serta dalam pembentukan JKF dan WKF.
     Namun gaya karate yang terkemuka di dunia bukan hanya empat gaya di atas itu saja. Beberapa aliran besar seperti Kyokushin , Shorin-ryu dan Uechi-ryu tersebar luas ke berbagai negara di dunia dan dikenal sebagai aliran Karate yang termasyhur, walaupun tidak termasuk dalam "4 besar WKF".
     Di negara Jepang, organisasi yang mewadahi olahraga Karate seluruh Jepang adalah JKF. Adapun organisasi yang mewadahi Karate seluruh dunia adalah WKF (dulu dikenal dengan nama WUKO - World Union of Karatedo Organizations). Ada pula ITKF (International Traditional Karate Federation) yang mewadahi karate tradisional. Adapun fungsi dari JKF dan WKF adalah terutama untuk meneguhkan Karate yang bersifat "tanpa kontak langsung", berbeda dengan aliran Kyokushin atau Daidojuku yang "kontak langsung".
     Latihan dasar karate terbagi tiga seperti berikut:
1.    Kihon, yaitu latihan teknik-teknik dasar karate seperti teknik memukul, menendang dan menangkis.
2.    Kata, yaitu latihan jurus atau bunga karate.
3.    Kumite, yaitu latihan tanding atau sparring.
     Pada zaman sekarang karate juga dapat dibagi menjadi aliran tradisional dan aliran olah raga. Aliran tradisional lebih menekankan aspek bela diri dan teknik tempur sementara aliran olah raga lebih menumpukan teknik-teknik untuk pertandingan olah raga.

B.    Tujuan
-    Mengetahui pengertian dari karate itu sendiri
-    Mengetahui macam-macam aliran karate
-    Mengenal latihan-latihan dasar karate
-    Mengetahui falsah dari beladiri karate

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Teknik Karate
     Teknik Karate terbagi menjadi tiga bagian utama : Kihon (teknik dasar), Kata(jurus) dan Kumite (pertarungan). Murid tingkat lanjut juga diajarkan untuk menggunakan senjata seperti tongkat (bo) dan ruyung (nunchaku).
1.    Kihon
Kihon (基本:きほん, Kihon?) secara harfiah berarti dasar atau fondasi. Praktisi Karate harus menguasai Kihon dengan baik sebelum mempelajari Kata dan Kumite. Pelatihan Kihon dimulai dari mempelajari pukulan dan tendangan (sabuk putih) dan bantingan (sabuk coklat). Pada tahap dan atau Sabuk Hitam, siswa dianggap sudah menguasai seluruh kihon dengan baik.

2.    Kata
Kata (型:かた) secara harfiah berarti bentuk atau pola. Kata dalam karate tidak hanya merupakan latihan fisik atau aerobik biasa. Tapi juga mengandung pelajaran tentang prinsip bertarung. Setiap Kata memiliki ritme gerakan dan pernapasan yang berbeda. Dalam Kata ada yang dinamakan Bunkai. Bunkai adalah aplikasi yang dapat digunakan dari gerakan-gerakan dasar Kata.
Setiap aliran memiliki perbedaan gerak dan nama yang berbeda untuk tiap Kata. Sebagai contoh : Kata Tekki di aliran Shotokan dikenal dengan nama Naihanchi di aliran Shito Ryu. Sebagai akibatnya Bunkai (aplikasi kata) tiap aliran juga berbeda.
Pada pertandingan kata yang diperagakan adalah keindahan gerak dari jurus, baik untuk putera maupun puteri. Sesuai dengan Kata pilihan atau Kata wajib dalam peraturan pertandingan.
Para peserta harus memperagakan Kata wajib. Bila lulus, peserta akan mengikuti babak selanjutnya dan dapat memperagakan Kata pilihan.
Pertandingan dibagi menjadi dua jenis: Kata perorangan dan Kata beregu. Kata beregu dilakukan oleh 3 orang. Setelah melakukan peragaan Kata , para peserta diharuskan memperagakan aplikasi dari Kata (bunkai). Kata beregu dinilai lebih prestisius karena lebih indah dan lebih susah untuk dilatih.
Menurut standar JKF dan WKF, yang diakui sebagai Kata Wajib adalah hanya 8 Kata yang berasal dari perguruan 4 Besar JKF, yaitu Shotokan, Wado-ryu, Goju-ryu and Shito-ryu, dengan perincian sebagai berikut:
-    Shotokan : Kankudai dan Jion.
-    Wado-ryu : Seishan dan Chinto.
-    Goju-ryu : Saifa dan Seipai.
-    Shito-ryu: Seienchin dan Bassaidai.

Karateka dari aliran selain 4 besar tidak dilarang untuk ikut pertandingan Kata JKF dan WKF, hanya saja mereka harus memainkan Kata sebagaimana dimainkan oleh perguruan 4 besar di atas.

3.    Kumite
Kumite  secara harfiah berarti "pertemuan tangan". Kumite dilakukan oleh murid-murid tingkat lanjut (sabuk biru atau lebih). Tetapi sekarang, ada dojo yang mengajarkan kumite pada murid tingkat pemula (sabuk kuning). Sebelum melakukan kumite bebas (jiyu Kumite) praktisi mempelajari kumite yang diatur (go hon kumite) atau (yakusoku kumite). Untuk kumite aliran olahraga, lebih dikenal dengan Kumite Shiai atau Kumite Pertandingan.
Untuk aliran Shotokan di Jepang, kumite hanya dilakukan oleh siswa yang sudah mencapai tingkat dan (sabuk hitam). Praktisi diharuskan untuk dapat menjaga pukulannya supaya tidak mencederai kawan bertanding.
Kumite dibagi atas kumite perorangan dengan pembagian kelas berdasarkan berat badan dan kumite beregu tanpa pembagian kelas berat badan (khusus untuk putera). Sistem pertandingan yang dipakai adalah reperchance (WUKO) atau babak kesempatan kembali kepada atlet yang pernah dikalahkan oleh sang juara. Pertandingan dilakukan dalam satu babak (2-3 menit bersih) dan 1 babak perpanjangan kalau terjadi seri, kecuali dalam pertandingan beregu tidak ada waktu perpanjangan. Dan jika masih pada babak perpanjangan masih mengalami nilai seri, maka akan diadakan pemilihan karateka yang paling ofensif dan agresif sebagai pemenang.
Untuk aliran "kontak langsung" seperti Kyokushin, praktisi Karate sudah dibiasakan untuk melakukan kumite sejak sabuk biru strip. Praktisi Kyokushin diperkenankan untuk melancarkan tendangan dan pukulan sekuat tenaganya ke arah lawan bertanding.
Untuk aliran kombinasi seperti Wado-ryu, yang tekniknya terdiri atas kombinasi Karate dan Jujutsu, maka Kumite dibagi menjadi dua macam, yaitu Kumite untuk persiapan Shiai, yang dilatih hanya teknik-teknik yang diperbolehkan dalam pertandingan, dan Goshinjutsu Kumite atau Kumite untuk beladiri, semua teknik dipergunakan, termasuk jurus-jurus Jujutsu seperti bantingan, kuncian, dan menyerang titik vital.

Pertandingan Karate
Pertandingan karate dibagi atas dua jenis yaitu :
a    Kumite (perkelahian) putera dan puteri
b    Kata (jurus) putera dan puteri

B.    Lapangan dan Peralatan
1.    Luas Lapangan
    Lantai seluas 8 x 8 meter, beralas papan atau matras di atas panggung dengan ketinggian 1 meter dan ditambah daerah pengaman berukuran 2 meter pada tiap sisi.
    Arena pertandingan harus rata dan terhindar dari kemungkinan menimbulkan bahaya.
     Pada Kumite Shiai yang biasa digunakan oleh FORKI yang mengacu peraturan dari WKF, idealnya adalah menggunakan matras dengan lebar 10 x 10 meter. Matras tersebut dibagi kedalam tiga warna yaitu putih, merah dan biru. Matras yang paling luar adalah batas jogai dimana karate-ka yang sedang bertanding tidak boleh menyentuh batas tersebut atau akan dikenakan pelanggaran. Batas yang kedua lebih dalam dari batas jogai adalah batas peringatan, sehingga karate-ka yang sedang bertanding dapat memprediksi ruang arena dia bertanding. Sisa ruang lingkup matras yang paling dalam dan paling banyak dengan warna putih adalah arena bertanding efektif.

2.    Peralatan dalam pertandingan karate
Peralatan yang diperlukan dalam pertandingan karate :
a    Pakaian karate (karategi) untuk kontestan
b    Pelindung tangan
c    Pelindung tulang kering
d    Ikat pinggang (Obi) untuk kedua kontestan berwarna merah/aka dan biru/ao
e    Alat-alat lain yang diperbolehkan tapi bukan menjadi keharusan adalah:
1)    Pelindung gusi (di beberapa pertandingan menjadi keharusan)
2)    Pelindung tubuh untuk kontestan putri
3)    Pelindung selangkangan untuk kontestan putera
f.    Peluit untuk arbitrator/alat tulis
g.    Seragam wasit/juri
1)    Baju putih
2)    Celana abu-abu
3)    Dasi merah
4)    Sepatu karet hitam tanpa sol
h    Papan nilai
i    Administrasi pertandingan
j    Lampu merah, hijau, kuning sebagai tanda waktu pertandingan dengan pencatat waktu (stop watch).
     Tambahan: Khusus untuk Kyokushin, pelindung yang dipakai hanyalah pelindung selangkangan untuk kontestan putra. Sedangkan pelindung yang lain tidak diperkenankan.

C.    Falsafah Karate
1.    Rakka
(Bunga yang berguguran)
Ia adalah konsep bela diri atau pertahanan di dalam karate. Ia bermaksud setiap teknik pertahanan itu perlu dilakukan dengan bertenaga dan mantap agar dengan menggunakan satu teknik pun sudah cukup untuk membela diri sehingga diumpamakan jika teknik itu dilakukan ke atas pokok, maka semua bunga dari pokok tersebut akan jatuh berguguran. Contohnya jika ada orang menyerang dengan menumbuk muka, si pengamal karate boleh menggunakan teknik menangkis atas. Sekiranya tangkisan atas itu cukup kuat dan mantap, ia boleh mematahkan tangan yang menumbuk itu. Dengan itu tidak perlu lagi membuat serangan susulan pun sudah cukup untuk membela diri.

2.    Mizu No Kokoro
(Minda itu seperti air)
Konsep ini bermaksud bahwa untuk tujuan bela diri, minda (pikiran) perlulah dijaga dan dilatih agar selalu tenang. Apabila minda tenang, maka mudah untuk pengamal bela diri untuk mengelak atau menangkis serangan. Minda itu seumpama air di danau. Bila bulan mengambang, kita akan dapat melihat bayangan bulan dengan terang di danau yang tenang. Sekiranya dilontar batu kecil ke danautersebut, bayangan bulan di danau itu akan kabur.

D.    Aliran Karate
Seperti telah disinggung diatas, ada banyak aliran Karate di Jepang, dan sebagian dari aliran-aliran tersebut sudah masuk ke Indonesia.
Adapun ciri khas dan latar belakang dari berbagai aliran Karate yang termasuk dalam "4 besar JKF" adalah sebagai berikut:
a.    Shotokan
     Shoto adalah nama pena Gichin Funakoshi, Kan dapat diartikan sebagai gedung/bangunan - sehingga shotokan dapat diterjemahkan sebagai Perguruan Funakoshi. Gichin Funakoshi merupakan pelopor yang membawa ilmu karate dari Okinawa ke Jepang. Aliran Shotokan merupakan akumulasi dan standardisasi dari berbagai perguruan karate di Okinawa yang pernah dipelajari oleh Funakoshi. Berpegang pada konsep Ichigeki Hissatsu, yaitu satu gerakan dapat membunuh lawan. Shotokan menggunakan kuda-kuda yang rendah serta pukulan dan tangkisan yang keras. Gerakan Shotokan cenderung linear/frontal, sehingga praktisi Shotokan berani langsung beradu pukulan dan tangkisan dengan lawan.
b.    Goju-ryu
Goju memiliki arti keras-lembut. Aliran ini memadukan teknik keras dan teknik lembut, dan merupakan salah satu perguruan karate tradisional di Okinawa yang memiliki sejarah yang panjang. Dengan meningkatnya popularitas Karate di Jepang (setelah masuknya Shotokan ke Jepang), aliran Goju ini dibawa ke Jepang oleh Chojun Miyagi. Miyagi memperbarui banyak teknik-teknik aliran ini menjadi aliran Goju-ryu yang sekarang, sehingga banyak orang yang menganggap Chojun Miyagi sebagai pendiri Goju-ryu. Berpegang pada konsep bahwa "dalam pertarungan yang sesungguhnya, kita harus bisa menerima dan membalas pukulan". Sehinga Goju-ryu menekankan pada latihan SANCHIN atau pernapasan dasar, agar para praktisinya dapat memberikan pukulan yang dahsyat dan menerima pukulan dari lawan tanpa terluka. Goju-ryu menggunakan tangkisan yang bersifat circular serta senang melakukan pertarungan jarak rapat.
c.    Shito-ryu
Aliran Shito-ryu terkenal dengan keahlian bermain KATA, terbukti dari banyaknya KATA yang diajarkan di aliran Shito-ryu, yaitu ada 30 sampai 40 KATA, lebih banyak dari aliran lain. Namun yang tercatat di soke/di Jepang ada 111 kata beserta bunkainya. Sebagai perbandingan, Shotokan memiliki 25, Wado memiliki 17, Goju memiliki 12 KATA. Dalam pertarungan, ahli Karate Shito-ryu dapat menyesuaikan diri dengan kondisi, mereka bisa bertarung seperti Shotokan secara frontal, maupun dengan jarak rapat seperti Goju.
d.    Wado-ryu
Wado-ryu adalah aliran Karate yang unik karena berakar pada seni beladiri Shindo Yoshin-ryu Jujutsu, sebuah aliran beladiri Jepang yang memiliki teknik kuncian persendian dan lemparan. Sehingga Wado-ryu selain mengajarkan teknik Karate juga mengajarkan teknik kuncian persendian dan lemparan/bantingan Jujutsu. DIdalam pertarungan, ahli Wado-ryu menggunakan prinsip Jujutsu yaitu tidak mau mengadu tenaga secara frontal, lebih banyak menggunakan tangkisan yang bersifat mengalir (bukan tangkisan keras), dan terkadang menggunakan teknik Jujutsu seperti bantingan dan sapuan kaki untuk menjatuhkan lawan. Akan tetapi, dalam pertandingan FORKI dan JKF, para praktisi Wado-ryu juga mampu menyesuaikan diri dengan peraturan yang ada dan bertanding tanpa menggunakan jurus-jurus Jujutsu tersebut.

Sedangkan aliran Karate lain yang besar walaupun tidak termasuk dalam "4 besar JKF" antara lain adalah:
a.    Kyokushin
Kyokushin tidak termasuk dalam 4 besar Japan Karatedo Federation. Akan tetapi, aliran ini sangat terkenal baik didalam maupun diluar Jepang, serta turut berjasa mempopulerkan Karate di seluruh dunia, terutama pada tahun 1970an. Aliran ini didirikan oleh Sosai Masutatsu Oyama. Nama Kyokushin mempunyai arti kebenaran tertinggi. Aliran ini menganut sistem Budo Karate, dimana praktisi-praktisinya dituntut untuk berani melakukan full-contact kumite, yakni tanpa pelindung, untuk mendalami arti yang sebenarnya dari seni bela diri karate serta melatih jiwa/semangat keprajuritan (budo), aliran ini juga sering dikenal sebagai salah satu aliran karate paling keras. Aliran ini menerapkan hyakunin kumite (kumite 100 orang) sebagai ujian tertinggi, dimana karateka diuji melakukan 100 kumite berturut-turut tanpa kalah. Sosai Oyama sendiri telah melakukan kumite 300 orang. Adalah umum bagi praktisi aliran ini untuk melakukan 5-10 kumite berturut-turut.
b.    Shorin-ryu
Aliran ini adalah aliran Karate yang asli berasal dari Okinawa. Didirikan oleh Shoshin Nagamine yang didasarkan pada ajaran Yasutsune Anko Itosu, seorang guru Karate abad ke 19 yang juga adalah guru dari Gichin Funakoshi, pendiri Shotokan Karate. Dapat dimaklumi bahwa gerakan Shorin-ryu banyak persamaannya dengan Shotokan. Perbedaan yang mencolok adalah bahwa Shorin-ryu juga mengajarkan bermacam-macam senjata, seperti Nunchaku, Kama dan Rokushaku Bo.
c.    Uechi-ryu
Aliran ini adalah aliran Karate yang paling banyak menerima pengaruh dari beladiri China, karena pencipta aliran ini, Kanbun Uechi, belajar beladiri langsung di provinsi Fujian di China. Oleh karena itu, gerakan dari aliran Uechi-ryu Karate sangat mirip dengan Kungfu aliran Fujian, terutama aliran Baihequan (Bangau Putih).

BAB III
KESIMPULAN

     Karate (空 手 道) adalah seni bela diri yang berasal dari Jepang. Seni bela diri karate dibawa masuk ke Jepang lewat Okinawa. Seni bela diri ini pertama kali disebut "Tote” yang berarti seperti “Tangan China”. Waktu karate masuk ke Jepang, nasionalisme Jepang pada saat itu sedang tinggi-tingginya, sehingga Sensei Gichin Funakoshi mengubah kanji Okinawa (Tote: Tangan China) dalam kanji Jepang menjadi ‘karate’ (Tangan Kosong) agar lebih mudah diterima oleh masyarakat Jepang. Karate terdiri dari atas dua kanji. Yang pertama adalah ‘Kara’ 空 dan berarti ‘kosong’. Dan yang kedua, ‘te’ 手, berarti ‘tangan'. Yang dua kanji bersama artinya “tangan kosong” 空手 (pinyin: kongshou).
Menurut Zen-Nippon Karatedo Renmei/Japan Karatedo Federation (JKF) dan World Karatedo Federation (WKF), yang dianggap sebagai gaya karate yang utama yaitu:
1.    Shotokan
2.    Goju-Ryu
3.    Shito-Ryu
4.    Wado-Ryu
Pada zaman sekarang karate juga dapat dibagi menjadi aliran tradisional dan aliran olah raga. Aliran tradisional lebih menekankan aspek bela diri dan teknik tempur sementara aliran olah raga lebih menumpukan teknik-teknik untuk pertandingan olah raga.

DAFTAR PUSTAKA

Definisi, Pengertian Dan Sejarah Sastra

Definisi-definisi Sederhana Tentang Sastra
  • Sastra adalah imajinasisasi sesuatu yang dilihat dari sisi objektif dan subjektif yang mana dapat diakui kebenarannya namun tidak bersifat mutlak.
  • Sastra adalah implikasi dari perpaduan perasaan seseorang dengan bermediakan bahasa serta tersusun dalam sebuah karya
  • Sastra adalah respon dari gejala-gejala realitas yang menimbulkan reaksi dengan ungkapan-ungkapan yang bersifat halusinasi sehingga dapat menstabilkan gejala-gejala tersebut.
  • Sastra adalah gerakan pikiran seseorang untuk merelasikan kehidupan nyata dengan kehidupan khayali dari rangsangan-rangsangan yang ada di sekitarnya.
  • Sastra adalah garis kebijakan sebagai refleksi dari kehidupan yang bertentangan dengan pikirannya.
  • Sastra adalah salah satu struktur kehidupan dalam beberapa organ sehingga menciptakan simbiosis mutualisme dalam organisme yang lebih kompleks.
  • Sastra adalah warna hidup dari kepribadian seseorang yang memiliki ketenangan dan ataupun guncangan jiwa melalui bahasa yang sederhana.
  • Sastra adalah pengungkapan kehidupan dan membuatnya lebih berbeda dengan nuansa hati yang lebih mendalam.
  • Sastra adalah pertemuan antara ion positif dan ion negatif seseorang yang dapat menghasilkan energi dan kemudian melahirkan tanggapan yang memberikan nilai baik ataupun buruk.
  • Sastra adalah gambar imitasi dari kehidupan yang nyata melalui alur pikiran seorang sastrawan ataupun bukan sastrawan sebagai rasa keikutsertaannya dalam menanggapi kehidupan yang ada.
  •  Sastra merupakan sebuah istilah yang tidak mudah untuk didefinisikan sekaligus memiliki definisi yang beragam, hal tersebut terjadi mengingat sastra dipandang sebagai bentuk berkesenian, sedangkan seni menurut Titus, Smith, dan Nolan memiliki fungsi sebagai media ekspresi, dan setiap kegiatan berkesenian adalah berupa kegiatan ekspresi kreatif dan setiap karya seni merupakan bentuk yang baru yang unik dan orisinil, dengan demikian maka pemahaman setiap individu terhadap sastra sebagai manifestasi dari hasrat berkesenian akan berbeda-beda tergantung dari pengalaman, penghayatan dan pengekspresianya terhadap karya sastra.
  •     Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan,ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya dimana ekspresi kreatif tersebut akan  senantiasa berkembang sesuai dengan perkembangan zaman. Pada satu sisi sastra merupakan bentuk refleksi sikap seseorang terhadap gejala yang muncul dari lingkungan alam sekitarnya yang dituangkan dalam bentuk kesenian, disisi lain sastra juga menjadi bentuk hiburan yang tiada lain merupakan sebuah kebutuhan untuk memenuhi kepuasan emosi.
  • Sastra dalam bahasa Sansekerta berasal dari kata sas yang berarti mengarahkan , memberi petunjuk atau instruksi, sedang tra berarti alat atau sarana (Teeuw, 1984: 23). Padahal dalam pengertian sekarang (bahasa Melayu), sastra banyak diartikan sebagai tulisan. Penger¬tian ini kemudian ditambah dengan kata su yang berarti indah atau baik. Jadilah susastra yang bermakna tulisan yang indah.
Kata sastra secara etimologi dalam dunia arab dikenal dengan istilah al-adab. Kata al-adab pada masa pra Islam (jahiliyah) mengandung pengertian etika, moral,, (al-khalq dan al-mahdab), prilaku yang baik (al-thabu’al-qourm) dan interaksi sosial yang baik antara sesama manusia (almu’amalah al-karimah li al-nas), Ahmad Badawi (Rohanda W.S, Model Penelitian Sastra Interdisiplin, Adabi Press: Bandung; 2005, hal 35).
Pengertian kata adab itu sendiri telah mengakui perkembangan, sesuai dengan perkembengan yang diakui bangsa Arab, sejak mereka hidup bersahabat sampai kepada fase kemajuan dan kebudayaan. (A. Hanafi, Segi-Segi Kesusastraan Pada Kisah-Kisah Al-Qur’an, Pustaka Al-Husna: Jakarta; 1984, hal 7.)
Pengertian sastra yang didasarkan pada makna kata di atas, tentu tidak dapat menggambarkan definisi sastra secara keselu¬ruhan. Hal tersebut dapat dibandingkan dengan makna sastra yang terdapat dalam bahasa-bahasa Barat. Kerancuan mak¬na pun masih melingkupi makna sastra tersebut. Dalam bahasa Inggris misalnya dikenal istilah literature, Perancis litterature, Jer¬man literatur, dan Belanda letterkunde. Secara etimologis, kata-¬kata tersebut berasal dari bahasa Latin yaitu litterature yang me¬rupakan terjemahan dari kata grammatika yang mengandung makna tata bahasa dan puisi. Namun kenyataannya, dalam pe¬ngertian yang dikenal saat ini kata literature ternyata mengacu pada makna segala sesuatu yang tertulis. Padahal jika kita simak lebih jauh, manifestasi makna tersebut tentu tidak dapat meng¬gambarkan sastra dalam pengertian karya fiksi.
Mursal Esten menyatakan "sastra atau kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan punya efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan)". Kemudian dikatakan pula bahwa sastra adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Panuti Sudjiman mendefinisikan sastra sebagai "karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapanya". Selain itu, Ahmad Badrun berpendapat bahwa "Kesusastraan adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai nilai dan bersifat imajinatif". Menurut Engleton, sastra yang disebutnya "karya tulisan yang halus" (belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.
Sastra dapat digolongkan menjadi dua kelompok jenisnya, yakni sastra imajinatif dan sastra non-imajinatif. Begitu pula dalam penggunaan bahasanya, sastra imajinatif lebih menekankan penggunaan bahasa dalam artinya yang konotatif (banyak arti) dibandingkan dengan sastra non-imajinatif yang lebih menekankan pada penggunaan bahasa denotatif (tunggal arti). (Jakob Sumardjo & Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan, PT Gramedia: Jakarta 1988, hal 17)
Dengan demikian, ciri sastra imajinatif adalah: karya sastra tersebut lebih banyak bersifat khayali, menggunakan bahasa yang konotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni. Sedangkan ciri sastra non-imajinatif adalah: karya sastra tersebut lebih banyak unsur faktualnya daripada khayalinya, menggunakan bahasa yang cenderung denotatif, dan memenuhi syarat-syarat estetika seni.
SASTRA NON-IMAJINATIF    SASTRA IMAJINATIF
1.    Memenuhi estetika seni (unity, balance, harmony, dan right emphasis)
2.    Cenderung mengemukakan fakta.
3.    Bahasa cenderung denotatif.    1.    Memenuhi estetika seni (unity, balance, harmony, dan right emphasis)
2.    Cenderung khayali.
3.    Bahasa cenderung konotatif.
Dalam karya sastra Fiksi yaitu Sastra Imajinatif di bagi 3:
1.    Roman/Novel
2.    Cerpen
3.    Novelet
    Novel adalah cerita yang paling panjang dari semua cerita. Dalam arti luas
novel adalah cerita berbentuk prosa dalam ukuran yang luas. Ukuran luas di sini dapat berarti cerita dengan plot (alur) yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam pula.
Istilah novel sama dengan istilah roman. Kata novel berasal dari bahasa Italia yang kemudian berkenbang di Inggris dan Amerika Serikat. Sedang istilah roman berasal dari genre romance dari Abad pertengahan yang merupakan cerita panjang tentang kepahlawanan dan percintaan. Istilah roman berkembang di Jerman, Belanda, Prancis, dan bagian-bagian Eropa daratan lain. (Jakob Sumardjo & Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan, PT Gramedia: Jakarta 1988, hal 29.)
    Cerita pendek adalah cerita berbentuk prosa yang relatif pendek. Kata pendek disini tidak jelas ukurannya. Ukuran pendek disini dapat diartikan sebagai: dapat dibaca sekali duduk dalam waktu satu jam. Dikatakan pendek karena genre ini hanya mempunyai efek tunggal, karakter, plot, dan setting yang terbatas, tidak beragam, dan tidak kompleks.Cerita pendek sebenarnya berasal dari Mesir purba, sekitar 3200SM.( Usman Supendi, Serpihan Sastra dan budaya, Pustaka Latifah: Bandung ; 2008, hal 43)
Novelet adalah cerita berbentuk prosa yang panjangnya antara novel dan cerita pendek. Bentuk novelet juga sering disebut sebagai cerita pendek yang panjang saja. Beda novelet dengan cerpen adalah: novelet lebih luas cakupannya, baik dalam plot, tema, dan unsure-unsur yang lain. Beda novelet dengan novel adalah: bahwa novelet lebih pendek dari novel dan dimaksudkan untuk dibaca dalam sekali duduk untuk mencapai efek tunggal bagi pembacanya.
Jenis sastra non-imajinatif terdiri dari karya-karya yang berbentuk esei, kritik, biografi, otobiografi, dan sejarah. Dalam jenis karya sastra non-imajinatif ini kadang-kadang dimasukkan pula jenis memoar, catatan harian, dan surat-surat.
a)    Esai Esei adalah karangan pendek tentang sesuatu fakta yang yang dikupas menurut pandangan pribadi penulisnya.
b)    Kritik adalah analisis untuk menilai sesuatu karya seni, dalam hal ini karya sastra. Jadi karya krtitik sebenarnya termasuk esei argumentasi dengan faktanya sebuah karya sastra, sebab kritik berakhir dengan sebuah kesimpulan analisis.
c)    Biografi atau riwayat hidup adalah cerita tentang hidup seseorang yang ditulis oleh orang lain (sastrawan).
d)    Otobiografi adalah biografi yang ditulis oleh tokohnya sendiri, atau kadang-kadang ditulis oleh orang lain atas penuturan dan sepengetahuan tokohnya
e)    Sejarah adalah cerita tentang zaman lampau sesuatu masyarakat berdasarkan sumber-sumber tertulis maupun tidak tertulis.
f)    Memoir pada dasarnya adalah otobiografi, yakni riwayat yang ditulis oleh tokohnya sendiri
g)    Catatan harian adalah catatan tentang dirinya atau lingkungan hidupnya yang ditulis secara teratur.
h)    Surat tokoh tertentu untuk orang lain dapat dinilai sebagai karya sastra karena kualitas yang sama seperti terdapat dalam catatan harian. Namun genre sastra non-imajinatif ini belum berkembang dengan baik di Indonesia, sehingga adanya genre tersebut kurang dikenal sebagai bagian dari sastra. (Jakob Sumardjo & Saini K.M. Apresiasi Kesusastraan, PT Gramedia: Jakarta 1988, hal 19.)

Idiologi Liberalisme Istilah Dan Dunia Pemikiran

1.      Liberal (isme)
Kata liberal berasal dari kata Latin “libber” yang artinya bebas, bebas atau merdeka, bandingkan dengan kata liberty, kemerdekaan. Ensiklopedia Britannica 2001 Deluxe Edition CD-Rom, menjelaskan bahwa kata liberal diambil dari bahasa Latin “libber”, free. Liberalisme secara etimologis, berarti falsafah politik yang menekankan nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi hak-hak warganya. Oxford English Dictionary menerangkan bahwa perkataan liberal telah lama ada dalam bahasa Inggris dengan makna sesuai dengan untuk orang bebas, besar, murah hati murah hati dalam seni liberal.
Dalam Islam, khususnya ranah politiknya, terdapat dua jenis liberalisme, pertama, kelompok yang berpandangan bahwa ide negara Islam liberal dimungkinkan dan diperlukan karena Islam memiliki semangat yang demokratis dan liberal, dan terutama, karena di bidang politik, Islam tidak banyak memiliki ketentuan khusus. Sedikit atau tidak, memiliki ketentuan mengenai lembaga politik, dan tidak banyak tuntunan keagamaan yang diwajibkan pengalamannya kepada otoritas politik masa kini atau unsur-unsur dibawanya (Binder, Islamic, hlm. 243.)
 Elemen-elemen yang terkait dalam liberalisme antara lain adalah sekularisme, modernitas, demokrasi, pluralisme dan HAM.
1.      Sekularisme
Sekularisme dalam penggunaan masa kini secara garis besar adalah sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan. Sekularisme dapat menunjang kebebasan beragama dan kebebasan dari pemaksaan kepercayaan dengan menyediakan sebuah rangka yang netral dalam masalah kepercayaan serta tidak menganakemaskan agama tertentu.
2.      Modernitas
Modernitas zaman modern di Eropa ditandai oleh hilangnya lembaga-lembaga politik warisan abad Pertengahan. Orthodoxy dominan dalam masyarakat, yaitu kalangan bangsawan dan agamawan, sementara itu, pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan ikut mengubah cara hidup (way of life) manusia secara drastis (Rifyal Ka'bah, “Modernisme dan Fundamentalisme Ditinjau dari Konteks Islam”, dalam Jurnal Ulumul Qur'an (nomor 1, Volume V Tahun 1994), hlm. 25.).
Modernitas yang muncul di Barat pada dasarnya berintikan pandangan dunia, weltanschauung, yang berorientasi pada kemajuan. Modernitas adalah upaya untuk bisa keluar dari era kegelapan Barat Abad Pertengahan. Proyek modernitas yang bermuara pada kapitalisme dan individualisme serta kebangkitan Barat terangkum dalam apa yang disebut grand-narrative, misalnya, bahwa pengetahuan senantiasa bersifat obyektif, netral, bebas nilai; bahwa manusia merupakan subyek, sementara alam menjadi obyek; bahwa pengetahuan kita terhadap realitas adalah positif.
3.      Demokrasi
Walaupun istilah demokratis telah dikenal sejak abad ke-5 Masehi sebagai respons terhadap pengalaman buruk monarki dan kediktatoran di negara-negara kota Yunani Kuno, namun ide-ide dekorasi modern baru berkembang dimulai pada abad ke-16 Masehi. Tradisi tersebut adalah ide-ide skularisme yang diprakarsai oleh Niccolo Machiavelly (1469-1527) (Masykuri Abdillah, Demokrasi di Persimpangan Makna: Respons Intelektual Muda Muslim Indonesia terhadap Konsep Demokrasi (1966-1993) (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1999), hlm. 71-72.)
4.      Pluralisme
Dalam The Oxford English Dictionary, pluralisme berarti sebuah watak untuk menjadi plural, dan dalam ilmu politik didefinisikan sebagai:
a)      Sebuah teori yang menentang kekuasaan monolitik negara dan bahkan menganjurkan untuk meningkatkan pelimpahan dan otonomi organisasi-organisasi utama yang mewakili keterlibatan seseorang dalam masyarakat. Juga percaya bahwa kekuasaan harus dibagi di antara partai-partai politik yang ada.
b)      Keberadaan toleransi keragaman kelompok-kelompok etnis dan budaya dalam suatu masyarakat atau negara, keragaman kepercayaan atau sikap yang ada pada sebuah badan atau institusi, dan sebagainya (J.A. Simpson dan E.S.C. Wiener, The Oxford English Dictionary Vol. XI, (Oxford: Clarendon Press, Edisi ke-2, 1989), hlm. 1089.).
5.      Hak Asasi Manusia
Manusia diciptakan dengan dikaruniai hak dan kewajiban. Hak itu yang merupakan hak biasa dan ada pula hak asasi. Hak asasi manusia bersifat umum tetapi selalu bersandar pada dua hal yang sangat mendasar, yaitu kebebasan dan persamaan.
Dalam Al-Qur'an terdapat ayat, yakni Surat Al-Isra’ [17] ayat 70, yang isinya mengandung pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia sebagai hak dasar yang diberikan oleh Allah. Prinsip ini meliputi tiga hal pokok, yaitu persamaan manusia, martabat manusia, dan kebebasan manusia.
Dari paparan di atas, setidaknya bisa ditarik benang merah point penting, bahwa liberal dan liberalisme memiliki beberapa aspek atau unsur penting, yakni memberikan kebebasan individu untuk (1) beragama dan menganut keyakinan; (2) berpendapat atau mengeluarkan opini; (3) berperilaku; serta (4) berkaitan dengan kepemilikan.



PENUTUP

Kesimpulan
1.      Liberalisme secara etimologis berarti falsafah politik yang menekankan nilai kebebasan individu dan peran negara dalam melindungi hak-hak warga negaranya.
2.      Sekularisme, sebuah ideologi yang menyatakan bahwa sebuah institusi atau badan harus berdiri terpisah dari agama atau kepercayaan.
3.      Modernitas, kalangan bangsawan dan agamawan, sementara itu pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan.
4.      Demokrasi, telah dikenal sejak abad ke-5 Masehi sebagai respons terhadap pengalaman buruk monarki dan kediktatoran di negara.
5.      Pluralisme, teori yang menentang kekuasaan monolitik negara dan bahkan menganjurkan untuk meningkatkan pelimpahan.


DAFTAR PUSTAKA

Dr. Phil. H.M. Setiawan Nurcholis, 2008, Akar-Akar Pemikiran Progresif dalam Kajian Al-Qur'an, Depok Sleman Yogyakarta: Penerbit eLSAQ Press Komplek POLRI Blok D2 No. 186 Gowok.