Sebarkan Ilmu Untuk Indonesia Yang Lebih Maju
Tampilkan postingan dengan label sosiologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sosiologi. Tampilkan semua postingan

Dasar Ketentuan Perilaku Kelompok di dalam organisasi

BAB I

Pendahuluan

1.1.           Latar Belakang

Kelompok dapat atau bahkan sering terbentuk karena masing-masing anggota mempunyai satu atau lebih karakteristik yang sama. Sering orang menyebut formasi ini sebagai kelompok persahabatan. Persekutuan social yang sering dkembangluaskan dari situasi kerja, dapat didasarkan pada usia yang sama atau mempunyai pandangan politik yang sama. Tidak ada alasan tunggal apa pun yang menjelaskan mengapa individu-individu bergabung membuat suatu kelompok. Karena kebanyakan orang termasuk ke dalam sejumlah kelompok, jelas bahwa kelompok-kelompok yang berlainan memberikan manfaat yang berbeda kepada anggotanya. Disini akan lebih lanjut dijelaskan alasan-alasan popular mengapa orang bergabung dan berperilaku dalam suatu kelompok.

1.2.        Tujuan

1.2.1.      Tujuan Umum

Guna menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa tentang perilaku berorganisasi khususnya tentang dasar dasar perilaku berkelompok.

1.2.2.      Tujuan Khusus

o              Mengetahui perbedaan antara kelompok formal dan informal.

o              Melatih diri untuk menyusun karya tulis ilmiah sederhana.

o              Mengidentifikasi faktor-faktor kunci dalam menjelaskan perilaku kelompok

1.3.          Batasan masalah

Dikarenakan banyaknya sub bab dari materi tentang perilaku berorganisasi, kelompok kami mengkhususkan akan membahas sedikit banyaknya tentang dasar-dasar perilaku berkelompok. Di makalah ini kami akan mencoba menjelaskan bagaimana definisi dan klasifikasi kelompok, Tahap-Tahap Perkembangan Kelompok dan sebagainya.

1.4.          Metode Penulisan

Penyusunan tugas ini disusun yang bersumber pada buku-buku mengenai dasar perilaku kelompok, internet , dan dari sumber informasi lainnya.

1.5.          Sistematika Penulisan

Penyusunan tugas ini secara garis besar terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu diuraikan sebagai 

        berikut:

               Bab I                     PENDAHULUAN

Pada Bab ini akan dibahas mengenai latar belakang pemilihan judul, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

Bab II                    TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab ini dibahas mengenai Definisi Kelompok, Klasifikasi Kelompok, Teori Pembentukan Kelompok, Alasan Pembentukan Kelompok, Tahap-Tahap Perkembangan Kelompok, Struktur Kelompok, Sumber Daya Anggota Kelompok, dan Pembuatan Keputusan Kelompok,

Bab III   PEMBAHASAN

Pada Bab ini akan dibahas analisis studi kasus dasar perilaku kelompok.

Bab IV   KESIMPULAN

Bab II

Tinjauan Pustaka

 

2.1.        Definisi Kelompok

Kelompok adalah Suatu kumpulan orang yang satu sama lain saling berhubungan secara teratur, selama jangka waktu dan mereka melihat bahwa mereka saling bergantung mengenai pencapaian satu atau lebih tujuan bersama (Wexley dan Yulk,1977).

Kelompok adalah Dua individu atau lebih, yang berinteraksi dan saling bergantung, yang saling bergabung untuk mencapai sasaran tertentu (Stephen Robbins,2003).

2.2.        Klasifikasi Kelompok

Perilaku Kelompok dalam organisasi


Gambar  2.1 Bagan Klasifikasi Kelompok

2.2.1.          Kelompok Formal

Suatu kelompok rancangan yang ditetapkan dalam struktur organisasi yang dibentuk oleh organisasi formal yang bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi.

   Kelompok perintah

Kelompok yang terdiri dari para bawahan yang melapor langsung pada manajer tertentu. Kelompok formal ini tersusun atas Atasan dan Bawahan dan  ditentukan oleh bagan organisasi. Contoh seorang kepala sekolah dan dua belas guru yang  membentuk suatu kelompok perintah.

   Kelompok Tugas

Kelompok yang ditetapkan secara organisasional yang bekerja sama untuk menyelesaikan suatu tugas.

2.2.2.          Kelompok Informal

Aliansi atau kelompok  yang tidak tersetruktur atau tidak ditetapkan secara organisasional. Kelompok ini terbentuk secara alamiah sebagai suatu tanggapan terhadap kebutuhan untuk mengadakan kontak sosial.

   Kelompok Kepentingan

Kelompok yang bekerja sama untuk mencapai suatu sasaran khusus yang menjadi kepedulian bersama.

   Kelompok Persahabatan

Kelompok persahabatan merupankan kelompok yang terbentuk karena para anggota individunya memiliki satu atau lebih karakteristik yang sama. Itulah bentuk kesetiakawanan sosial yang sering kali berkembang diluar situasi kerja.

2.3.        Teori Pembentukan Kelompok

 

2.3.1.        PROPINQUITY THEORY

Teori ini menyatakan bahwa kelompok terbentuk karena kedekatan dalam ruang, atau kedekatan secara geografis.

Contoh Kasus: kelompok warga desa X yang terbentuk karena berada di satu wilayah yang sama.

2.3.2.        INTERACTION THEORY (George HOMANS)

  Semakin banyak aktivitas yang dilakukan bersama :

    - semakin besar frekuensi interaksi

    - semakin kuat perasaan keterikatan/kebersamaan

Contoh kasus: Suatu kelompok mahasiswa terbentuk karena banyak aktivitas yang dilakukan secara bersama-sama, sehingga sering terjadi interaksi dan komunikasi maka kebersamaan akan terbentuk.

·        Semakin banyak interaksi antar orang-orang tersebut :

    - semakin banyak aktivitas yang mereka lakukan bersama

    - perasaan keterikatan semakin kuat

Contoh kasus: karena banyaknya interaksi yang dilakukan menjadikan banyak aktifitas yang dilakukan hal ini cenderung membuat kumpulan individu ini membentuk kelompok.

·        Semakin kuat perasaan antar sesama orang  :

    - semakin banyak aktivitas bersama

    - semakin banyak interaksi

Contoh kasus: karena kecocokan minat dan adanya chemistry antar individu, menyebabkan semakin banyak nya interaksi dan aktifitas yang dilakukan dan hal ini menjadi faktor individu membentuk suatu kelompok.

 

2.3.3.        BALANCE THEORY

Teori ini menyatakan bahwa orang saling tertarik satu sama lainnya berdasarkan pada kesamaan sikap dan nilai terhadap obyek-obyek dan tujuan tertentu yang relevan.

Contoh kasus: Dalam gambar diperlihatkan bahwa X akan tertarik pada Y, dan akan cenderung untuk berkelompok, karena adanya kesamaan sikap dan nilai (Z).

Perilaku Kelompok dalam organisasi


2.3.4.        EXCHANGE THEORY

Teori ini mengatakan bahwa kelompok terbentuk berdasarkan pada pertimbangan “cost-reward” (untung-rugi).Yang dimaksud dengan “reward” disini antara lain berupa terpenuhinya kebutuhan; sedangkan “cost”-nya antara lain adalah kecemasan, frustrasi, rasa malu, kelelahan.

Orang akan tertarik untuk membentuk kelompok, atau untuk bergabung dalam satu kelompok, bilamana reward-nya lebih besar daripada cost-nya.

Contoh Kasus:

Individu X tertarik berkelompok dengan individu Y karena Y adalah orang terkenal, sehingga apabila X bergabung dengan Y mungkin akan ikut terkenal.

 

2.4.        Struktur Kelompok

Kelompok kerja bukanlah sekumpulan individu yang tidak terorganisir, kelompok kerja mempunyai suatu struktur yang membentuk perilakku anggotanya dan memungkinkan untuk menjelaskan dan meramalkan bagian besar dari perilaku individual di dalam kelompok maupun kinerja kelompok itu sendiri.

Struktur kelompok ini antara lain: Kepemimpinan Formal, peran, norma, ukuran kelompok, komposisi kelompok, kekohesifan, dan status kelompok.

1.            Kepemimpinan Formal

Pemimpin formal dalam kelompok umumnya mempunyai jabatan khusus seperti manajer bagian,penyelia, mandor, pimpinan proyek, kepala satuan tugas,ataupun ketua komite, pemimpin ini memiliki peran dan fungsi penting dalam keberhasilan kelompok. (untuk lengkapnya akan di bahas di bab kepemimpinan).

2.            Peran

Seseorang bisa memainkan beberapa peran. Peran yaitu pola perilaku sesuai dengan posisi  yang di diberikan, sehubungan dengan posisi yang diberikan dalam suatu unit sosial. Banyak diantara peran-peran yang diemban tersebut bersifat sejalan, namun beberapa peran justru menciptakan konflik. Contoh tawaran promosi pada pekerjaan menghendaki pindah kota, sementara peran sebagai istri tak mungkin bisa pindah. Dapatkan tuntutan perannya sebagai pekerja disesuaikan dengan perannya sebagai istri ?

Dalam realitas hidup ternyata kita dituntut memainkan banyak peran, ketika dilingkungan pekerjaan orang-orang menuntut peran yang berbeda dengan ketika kita dirumah sebagai istri dan Ibu anak-anaknya.

Pemahaman tentang perilaku peran dapat disederhanakan secara dramatis jika masing-masing dari kita memilih suatu peran dan memainkan secara reguler dan konsisten. Sayangnya kita diminta untuk memaikan bermacam-macam peran, baik didalam maupun diluar pekerjaan kita.

Beberapa Kesimpulan bardasarkan hasil penelitian tentang peran:

o Orang-orang hampir dipastikan memainkan peran ganda dalam kesehariannya.

o orang-orang mempelajari peran dari rangsangan yang diterima dari sekitarnya seperti  teman-teman. Buku, film dan televisi.

o Orang memiliki kemampuan berganti peran dengan cepat ketika mereka menyadari bahwa situasi dan tuntutan benar-benar menghendaki perubahan yang sangat penting..

o Orang-orang sering mengalami konflik peran ketika mendapati persyaratan dari suatu peran merupakan hal yang ganjil bagi peran yang lain.

Manfaat bagi manajer yang Memiliki Pengetahuan tentang Peran

Pengetahuan tentang peran membantu manajer ketika berhubungan dengan pegawai untuk memikirkan dari kelompok mana terutama mereka teridentifikasi pada saat itu dan perilaku apa yang diharapkan dari mereka dalam peran tersebut.

Perspektif seperti ini membuat anda lebih akurat dalam meramalkan perilaku para pegawai dan menuntun anda untuk menentukan apa yang terbaik untuk dilakukan dalam menangani situasi yang terjadi pada pegawai tersebut.  

3.            Norma

Pernahkah anda memperhatikan bahwa para pegawai tidak mengkritik Bos mereka didepan  umum? Hal ini karena adanya norma, yaitu, adanya standar perilaku yang diterima dalam suatu kelompok yang dirasakan bersama-sama oleh para anggota kelompok tersebut.

Setiap kelompok akan membentuk serangkaian normanya sendiri-sendiri.seperti bagaimana berpakaian yang tepat, kapan waktunya berhura-hura diterima, siapa yang pantas mendapat perhatian yang besar dari para manajer, seberapa keras mereka seharusnya bekerja, bagaimana cara mereka menyelesaikan perkerjan. Norma-norma ini sangat berpengaruh terhadap kinerja karyawan secara individu.

Ketika norma ini disetujui dan diterima oleh kelompok, norma bertindak sebagai alat dalam mempengaruhi perilaku anggota kelompok dengan pengendalian ekternal yang minimum.

Kunci utama mengenai norma adalah bahwa kelompok menggunakan tekanan kepada anggotanya untuk menuntun perilaku anggota tersebut agar menyesuaikan diri dengan standar kelompok. Jika melanggar norma anggota kelompok akan bertindak untuk mengoreksinya atau menghukumnya.

4.            Ukuran

Apakah ukuran kelompok mempengaruhi perilaku? Jawabnya pastilah, ya. Bukti menunjukkan bahwa kelompok kecil lebih cepat menyelesaikan tugas dibanding kelompok yang lebih besar. Akan tetapi, jika kelompok tersebut sedang terlibat dalam pemecahan masalah, kelompok yang besar secara konsisten mendapat nilai yang lebih baik.

Ada beberapa parameter. Kelompok besar dengan anggota selusin memang bagus untuk mendapatkan berbagai input.Jadi untuk menemukan fakta, misalnya, kelompok yang besar mestinya lebih efektif. Sebaliknya kelompok yang kecil lebih baik dalam melakukan sesuatu yang produktif dengan menggunakan input-input tadi.

Penemuan yang paling penting sehubungan dengan ukuran, diberi nama social loafing  (kemalasan sosial). Maksudnya adalah kecenderungan individu untuk memberikan hanya sedikit usaha ketika bekerja secara kolektif dibanding, jika mereka bekerja secara individu.

Contoh:

Individu A mampu mengangkat beban maks.berat 30kg. Individu B mampu mengangkat beban maks.berat 40kg. Pada saat mereka bekerjasama, ternyata malah tidak mampu mengangkat beban 70kg, melainkan hanya 67kg à terjadi social loafing sebesar 3 kg. Social loafing dapat terjadi karena adanya social inhibition, yaitu:

·        self handicapping, ialah suatu cara sedemikian rupa sehingga kelompok malah merintangi seseorang untuk bekerja menghasilkan performansi dengan baik secara individual.

·        self conformity, ialah suatu bentuk rintangan sosial yang membuat anggota melakukan sesuatu yang tidak benar karena adanya pengaruh- pengaruh kelompok yang tidak dapat dihindari, misalnya ada anggota kelompok yang terpaksa turut korupsi karena ada tekanan dari kelompoknya supaya bersama-sama korupsi.              

Social loafing  terjadi disebabkan oleh adanya orang-orang yang disebut “free rider”, yaitu mereka yang tidak jujur (tidak fair) dalam menyumbangkan upayanya atau kinerjanya dalam kebersamaan kerja, padahal mereka menerima penuh bagian dari keuntungan atau hasil kelompok.

Dari penelitian terungkap bahwa social loafing terjadi bilamana :

             Tugas dipandang tidak penting atau sederhana

             Anggota kelompok berpikir bahwa hasil perorangan tidak dapat diidentifikasi

             Anggota kelompok memandang bahwa teman lainnya juga tidak sungguh-sungguh kerjanya.

5.            Komposisi

Aktifitas kelompok memerlukan berbagai kemampuan dan pengetahuan.agar menjadi lebih logis untuk menyimpulkan bahwa kelompok heterogen mungkin akan lebih memiliki kemampuan dan informasi yang beragam dan mestinya lebih efektif diban-dingkan dengan kelompok yang homogen. Hanya saja biasanya elemen keragaman, pada awal saja sedikit mengganggu proses kelompok, karena membutuhkan penyesuaian bagaimana cara bekerjasama melalui ketidakcocokan pendapat dan pendekatan yang berbeda untuk menyelesaikan masalah.

6.            Kekohesifan (Kekompakan)

Kekompakan merupakan suatu hal penting karena terbukti erat kaitannya dengan produktifitas kelompok. Studi secara konsisten memperlihatkan bahwa hubungan kekompakan dengan produktifitas tergantung pada norma kinerja yang dibangun oleh kelompok tersebut.

Semakin kompak kelompok tersebut semakin mengarah pada tujuannya, maka semakin tinggi produktifitasnya dengan syarat didukung norma yang tinggi, tapi sebaliknya jika norma rendah akan menurunkan produktifitasnya.

Bagimana cara bagi manajer untuk meningkatkan kekompakan kelompok?

o   Bentuklah kelompok yang lebih kecil.

o   Usahakan kelompok melaksanakan tujuan yang disepakati bersama.

o   Tingkatkan waktu untuk dihabiskan bersama kelompok.

o   Tingkatkan status kelompok dengan membangun citra tentang sulitnya mendapatkan keanggotaan dalam kelompok tersebut.

o   Rangsanglah persaingan dengan kelompok lain.

o   Berikan penghargaan kepada kelompok bukan terhadap anggota perseorangan.

o   Lakukan isolasi kelompok secara fisik

Hubungan antara kohesifitas, norma kinerja, dan produktivitas

Perilaku Kelompok dalam organisasi


Tabel 2.1  Hubungan antara kohesifitas, norma kinerja, dan produktivitas

Dengan adanya variabel norma kinerja yang diberlakukan dalam kelompok, meskipun kohesivitas tinggi, tetapi bilamana norma kinerja rendah, maka akibatnya produktivitas juga rendah.

Hubungan antara Kohesifitas dengan ukuran, kepuasan, waktu, keberhasilan, penderitaan

·        Semakin besar ukuran kelompok, semakin berkurang kepuasannya, semakin kurang kohesivitasnya.

·        Semakin besar ukuran kelompok, semakin berkurang kinerjanya

·        Semakin besar ukuran kelompok, semakin kurang partisipasi anggota.

·        Semakin besar ukuran kelompok, semakin besar social loafing-nya.

·         Semakin besar ukuran kelompok, semakin berkurang motivasi kerjanya.

·        Semakin besar ancaman (dari luar) terhadap kelompok, semakin meningkat kohesivitasnya.

·        Semakin lama bekerjasama dalam kelompok, semakin kohesif.

·        Semakin sulit menerima anggota dalam kelompok, semakin kogesif kelompok

·        Semakin berhasil usaha kelompok, semakin kohesif kelompok

·        Semakin berhasil usaha kelompok, semakin puas kelompok.

·        Semakin kohesif kelompok, semakin tinggi produktivitasnya.

·        Semakin kohesif suatu kelompok, semakin solider terhadap teman anggotanya

·        Semakin sama pandangan para anggota kelompok, semakin kohesif kelompok.

·        Semakin senasib para anggota kelompok, semakin kohesif kelompok

7.            Status

Status merupakan pembedaan peningkatan gengsi, posisi atau peringkat dalam kelompok , status bisa ditentukan secara formal, yaitu oleh oganisasi, seperti melalui titel atau gelar seperti “juara kelas berat dunia” atau “yang paling menyenangkan”.

Dalam studi restoran klasiknya, William F.Whyte menunjukkan pentingnya sebuah status. Ia memberi gagasan bahwa orang-orang akan bekerja lebih sopan jika pegawai dengan status yang lebih tinggi memulai kebiasaan suatu tindakan terhadap pegawai dengan status yang lebih rendah. Dia menemukan contoh-contoh, dimana bila mereka yang memiliki status lebih rendah memprakarsai suatu tindakan, konflik akan muncul antara sistem status formal dan informal.

2.5.        Alasan Pembentukan Kelompok

Perilaku Kelompok dalam organisasi


Tabel 2.2  Alasan Pembentukan Kelompok

2.6.        Tahap-Tahap Perkembangan Kelompok

Model 5 Tahap

Perilaku Kelompok dalam organisasi


1.            Tahap 1: Forming (pembentukan).

sifatnya masih mencari-cari atau masih banyak ketidakpastian, misalnya siapa pemimpinnya? apa tujuan yang ingin dicapai?, bagaimana cara mencapainya?

Tahapan untuk menentukan:

·        Keterkaitan dengan tugas, tanggung jawab masing-masing anggota

·        Tujuan/sasaran/hasil yang diinginkan

·        Struktur dan proses kelompok

·        Sosok yang akan menjadi/dijadikan pimpinan

Perasaan yang terjadi:

·        Rasa bangga terpilih/diterima dlm kelompok

·        Antisipasi tentang hal-hal yang bisa dilakukan

·        Kecurigaan, ketakutan, dan kecemasan tentang hal-hal yang mungkin terjadi

·        Keterikatan awal dengan kelompok

2.            Tahap 2: Storming (beradu pendapat)

Tahap konflik dalam kelompok seperti beradu pendapat karena perbedaan-perbedaan pandangan para anggota dalam eksistensinya dalam kelompok

Hal-hal yang biasa terjadi:

·        Pemahaman yang lebih baik tentang tugas dan kompleksitasnya, dan dampak terhadap interaksi antar anggota

·        Mengembangkan posisi berlawanan (membanding-bandingkan dengan anggota lain)

·        Keragu-raguan terhadap kompetensi pimpinan

·        Tingkat emosi dan ketegangan yang tinggi

·        Konflik intrakelompok yang meningkat

Perasaan:

·        Kecemburuan, keterpecahan

·        Naik-turunnya (fluktuasi) kualitas hubungan

·        Berbagai perasaan cepat muncul secara bergantian

·        Perhatian berlebihan terhadap beban kerja (terlalu berat VERSUS terlalu ringan)

·        Mempertanyakan keterlibatan dan komitmen anggota

3.            Tahap 3: Norming

pembentukan aturan yang digunakan sebagai norma perilaku kelompok dan para anggotanya dalam mencapai tujuan seperti berkembangnya hubungan yang karib dan memperagakan kehohesifan (kekompakan).

Hal-hal yang biasa terjadi:

·        Mulai bisa menerima anggota-anggota lain dan menyadari tanggung jawab pribadi

·        Mulai ditemukannya norma yang sesuai untuk diterapkan, baik diungkapkan secara terbuka atau hanya disimpan dalam hati

·        Kelompok mulai belajar bagaimana cara mengelola konflik

·        Kompetisi “power” sudah berakhir

·        Kelompok mulai menerima kenyataan tentang perlunya dilakukan perubahan

Perasaan yang biasa muncul:

·        Kelegaan karena beberapa masalah terpecahkan

·        Munculnya kembali optimisme

·        Semangat kebersamaan atau semangat yang sama di antara anggota

4.            Tahap IV: Performing (Pelaksanaan)

struktur telah sepenuhnya fungsional dan diterima dengan baik; energi kelompok bergeser dari mencoba memahami satu sama lain ke pelaksanaan tugas di depan mata

Hal yang biasa terjadi:

·        Mampu menempatkan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh kelompok.

·        Anggota kelompok saling support satu sama lain dalam menentukan perilaku dalam berkelompok.

·        Kelompok fokus terhadap produktivitas kerja

·        Tujuan kelompok sangat di utamakan

·        Tingginya saling ketergantungan antara anggota kelompok.

Perasaan yang umum:

·        Kepuasan yang terpenuhi

·        Rasa gembira dan rileks saat bekerja

·        Toleran dan pengertian antar anggota kelompok

5.            Tahap V: Adjourning (Penundaan)

Selesainya pencapaian tujuan, kelompok beristirahat bekerja atau bubar, khususnya kelompok yang tujuannya spesifik dalam waktu yang terbatas atau sementara

Biasanya terjadi untuk tugas-tugas projek atau penugasan yang bersifat sementara (temporary)

Hal yang biasa terjadi:

·        Perhatian kelompok terfokus pada menata kembali hasil kerja

·        Anggota kelompok mempertanyakan apakah masih akan tetap bergabung atau mencari/membentuk kelompok lain karena sudah bergesernya prioritas kebutuhan/keinginan

Perasan yang umum:

·        Muncul pengelompokan perasaan:

·        Sebagian berwarna positif: puas, optimis, dsb.

·        Sebagian berwarna ketidakpuasan, kekecewaan, depresi

2.7.        Sumber Daya Anggota Kelompok

Kinerja dan tingkat potensial sebuah kelompok bergantung sebagian besar pada sumber daya yang dibawa masing-masing anggota kelompok ke kelompok itu sendiri. Dalam bagian ini ada 2 sumber daya yang penting yaitu kemampuan, dan kepribadian.

1.            Kemampuan dan Keterampilan

Keterampilan hubungan antar personal secara konsisten muncul sebagai hal yang penting dalam menentukan kinerja dari sebuah kelompok, keterampilan ini mencangkup manajemen konflik dan resolusi, pemecahan masalah kolaboratif, dan komunikasi. Sebagai contoh, para anggota harus mampu mengenal jenis dan sumber dari konflik yang melanda kelompok dan harus mengimplementasikan suatu strategi resolusi untuk konflik yang tepat.

2.            Karakteristik Kepribadian

Ciri dari kepribadian seorang individu dalam kelompok sangat mempengaruhi kinerja dalam kelompok, karena hal tersebut berhubungan dengan cara bagaimana individu tersebut berinteraksi dengan anggota  kelompok yang lainnya.

Contoh: ada dua  budaya/karakteristik yang mempengaruhi kinerja dalam kelompok yaitu kepribadian yang berkonotasi positif yang berhubungan dengan kekohesifan, semangat, dan produktivitas seperti kemahiran bergaul,inisiatif, keterbukaan, dan fleksibilitas. Kontras dengan hal itu ada kepribadian yang berkonotasi negatif seperti otoriter, dominasi, dan ketidak transparasian.

2.8.        Pembuatan Keputusan Kelompok

·        Kekuatan

             Informasi lebih lengkap

             Meningkatkan keanekaragaman pandangan

             Keputusan lebih tepat

             Meningkatkan penerimaan terhadap keputusan

·        Kelemahan

             Lebih lambat

             Meningkatkan tekanan untuk menyesuaikan diri

             Dominasi oleh satu atau beberapa anggota

             Tanggung jawab menjadi tidak pasti

2.9.        Pengambilan Keputusan Kelompok Individu versus Kelompok

Nilai tambah paling utama keputusan yang dibuat individu adalah efisiensi, juga memiliki akuntabilitas yang jelas, karena individu itu sendiri yang lebih bertanggung jawab, dan cenderung menghasilkan nilai-nilai yang konsisten, sedang keputusan kelompok bisa mengalami perjuangan kekuasaan dari dalam kelompok itu sendiri.

Bandingkan hal diatas dengan kekuatan pembuatan keputusan kelompok yang mengahasilkan informasi dan ilmu pengetahuan yang lebih komplit, lebih banyak mendapat input dalam proses keputusan. Disamping banyak input, juga dapat melibatkan keheterogenan dalam proses keputusan tersebut. Sehingga menghasilkan keanekaragaman pandangan, jadi banyak pendekatan dan alternatif yang dapat dipertimbangkan. Kelompok menghasilkan kualitas yang lebih tinggi dan tentunya lebih efektif.

Jadi mana yang lebih baik Individu atau Kelompok? Jawabannya jelas itu tergantung. Adakalanya itu terbaik diambil keputusan individu,  dan sebaliknya lebih dipilih keputusan kelompok.

2.10.      Teknik Pengambilan Keputusan

1.            Interaksi kelompok

Anggota-anggota kelompok saling berinteraksi satu sama lain. Dengan cara bertukar pikiran satu sama lain dan berkumpul dalam satu tempat.

 

2.            Brainstorming

Teknik brainstorming adalah teknik untuk menghasilkan gagasan yang mencoba mengatasi segala hambatan dan kritik. Kegiatan ini mendorong munculnya banyak gagasan, termasuk gagasan yang, liar, dan berani dengan harapan bahwa gagasan tersebut dapat menghasilkan gagasan yang kreatif. Brainstorming sering digunakan dalam diskusi kelompok untuk memecahkan masalah bersama.

3.            Teknik nominal kelompok

Suatu metode pengambilan keputusan kelompok dalam mana anggota-anggota individual bertemu tatap muka untuk mengumpulkan pertimbangan mereka dalam suatu cara yang sistematik tetapi tak bergantungan

Contoh teknik ini adalah:

·        Membuat gagasan-gagasan secara individual untuk memecahkan masalah tertentu

·        Gagasan-gagasan dikumpulkan dan dicatat

·        Individu-individu tersebut berkumpul dan memilih gagasan-gagasan

·        Gagasan dijelaskan

·        Gagasan-gagasan dievaluasi

·        Kelompok mengurangi gagasan sampai ditemukan pemecahan yang memuaskan

Teknik ini cocok digunakan untuk rapat mengenai rencana jangka panjang, kurang begitu cocok untuk rencana jangka pendek. Keuntungan dari teknik ini adalah setiap anggota bisa mengekspresikan pandangan tanpa adanya intimidasi dari anggota kelompok yang lebih berkuasa atau yang aktif bicara.

4.            Pertemuan Elektonik

Sebuah pertemuan di mana para anggotanya berinteraksi menggunakan komputer, yang memungkinkan anonimitas(Tanpa mencantumkan nama) komentar dan pemberian suara.

Bab III

Pembahasan

 

3.1. Studi Kasus Dasar Perilaku Kelompok

 Nama Kelompok              : Dasar-Dasar Perilaku Kelompok

Institusi                               : Universitas Komputer Indonesia

Jumlah anggota                : 3 orang

Jenis Kelompok                 : Kelompok Formal, Kelompok Tugas

3.2. Analisis

Tahap Pembentukan Kelompok

1. Tahap 1: Forming (Pembentukkan)

Pada tahap yang awal ini terjadi banyaknya ketidakpastian seperti siapakah yang akan menjadi ketua kelompok, apa pekerjaan yang harus dilakukan,  tujuan apa yang harus dicapai, serta timbulnya rasa kecurigaan, dan kecemasan tentang apa yang akan terjadi di waktu yang akan datang. Namun pada fase ini mulai adanya rasa keterikatan (Chemistry) di dalam kelompok.

2. Tahap 2: Storming (Perdebatan)

Konflik internal mulai terlihat di dalam fase ini, hal yang terjadi di dalam fase ini seperti perdebatan pembagian tugas yang harus dilakukan oleh setiap anggota kelompok, hingga adanya sikap membanding-bandingkan dengan kelompok lain, menjadikan tantangan tersendiri untuk menyelesaikan konflik internal dalam kelompok.

3. Tahap 3: Norming

Kelegaan muncul saat beberapa konflik atau masalah internal terpecahkan, akhirnya anggota kelompok mampu memahami apa tanggung jawab masing-masing anggota, sehingga pekerjaan kelompok lebih terfokus terhadap tujuan awal yang akan dicapai.

4. Tahap 4: Performing (Pelaksanaan)

Ketergantungan antar anggota semakin meningkat karena disinilah proses pencapaian tujuan, maka hal yang harus diperhatikan adalah saling support sesama anggota, dan produktifitas masing masing anggota, agar tujuan kelompok dapat tercapai dengan sempurna.

5. Tahap 5: Adjourning (Penundaan)

Tahap ini belum tercapai karena tujuan kelompok belum tercapai.

3.3. Struktur Kelompok

1. Kepemimpinan Formal

Tentu saja meskipun memiliki anggota yang sedikit, namun kelompok ini memerlukan pemimpin yang dapat mengawasi, mengatur, dan memberikan arahan kepada anggota-anggotanya dalam pencapaian tujuan kelompok.

2. Peran

Dalam hal ini, peranan dan tugas masing-masing anggota sudah dilakukan semaksimal mungkin meskipun ada terjadinya sedikit konflik pemilihan peran, namun dapat di selesaikan dengan baik.

3. Norma

Tidak ada norma khusus dalam kelompok ini meskipun jenis kelompok ini merupakan kelompok formal, namun norma-norma khusus seperti perilaku antara bawahan terhadap atasan tidak diterapkan karena dalam kelompok ini statusnya atas dasar friendship.

4. Ukuran

Meskipun dengan ukuran yang kecil, kelompok ini mampu menyelesaikan konflik dengan cepat dan tuntas, hal ini membuktikan teori bahwa semakin sedikit ukuran, maka semakin kohesif suatu kelompok. Dan social loafing tidak ditemukan di kelompok ini.

5. Kohesifitas

Kecilnya ukuran kelompok ini menjadi nilai plus dalam kohesifitas, namun ada nilai minusnya yaitu sedikitnya waktu yang tersedia dapat menyebabkan turunnya kohesifitas dalam kelompok ini.

6.            Status

Tidak ada status khusus yang diberikan kepada setiap anggota di kelompok ini, meskipun pemberian status itu penting untuk meningkatkan motivasi kerja anggotanya.

3.4. Teknik Pengambilan Keputusan

Teknik pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kelompok ini adalah dengan cara sederhana yaitu dengan cara interaksi kelompok untuk menentukan peran dan tugas anggota serta menyelesaikan konflik kelompok.

Bab IV

Kesimpulan

Hasil dari tujuan kelompok dan kinerja dari kelompok itu sendiri dipengaruhi oleh beberapa aspek seperti perkembangan kelompok, struktur kelompok ( kepemimpinan formal,peran, norma, status, kekohesifan,komposisi,ukuran) dan pengambilan keputusan kelompok dalam mengatasi konflik atau menambah ide atau gagasan. Teknik pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kelompok ini pun sederhana yaitu dengan cara interaksi kelompok untuk menentukan peran dan tugas anggota serta menyelesaikan konflik kelompok. Aspek diatas harus dikelola dengan baik agar hasil dari tujuan kelompok itu sendiri sesuai atau lebih dari yang diharapkan oleh kelompok serta anggota-anggotanya.


PSIKOLOGI PENDIDIKAN Teori Perkembangan Kognitif Vigotsky

A. Teori Perkembangan Kognitif menurut Konsep Vygotsky
     Perkembangan kognitif dan bahasa anak-anak tidak berkembang dalam situasi sosial yang hampa. Lev Vygotsky (1896-1934) seorang psikolog berkebangsaan Rusia, mengenal poin penting tentang pikiran anak lebih dari setengah abad yang lalu. Teori Vygotsky mendapat perhatian yang makin besar ketika memasuki akhir abad ke-20.
Sezaman dengan Piaget, Vygotsky menulis di Uni Sofiet selama sepuluh tahun dari tahun 1920-1930. Namun karyanya baru dipublikasikan diduia barat pada tahun 1960an. Sejak saat itulah, tulisan-tulasannya menjadi sangat berpengaruh didunia. Vygotsky juga mengagumi Piaget , Vigotsky setuju dengan teori Piaget bahwa perkembangan kognitiv terjadi secara bertahap dan dicirikan dengan gaya berpikir yang berbeda-beda, akan tetapi Vygotsky tidak setuju dengan pandangan Piaget bahwa anak menjelajahi dunianya sendirian dan membentuk gambaran realitasya sendirian, karena menurut Vygotsky suatu pengetahuan tidak hanya didapat oleh anak itu sendiri melainkan mendapat bantuan dari lingkungannya juga.
            Karya vygotsky didasarkan pada pada tiga ide utama: 
1. Bahwa intelektual berkembang pada saat individu menghadapi ide-ide baru dan sulit mengaitkan ide-ide tersebut dengan apa yang mereka ketahui.
2.  Bahwa interaksi dengan orang lain memperkaya perkembangan intelektual.
3. Peran utama guru adalah bertindak sebagai seorang pembantu dan mediator   pembelajaran siswa.
            Sumbangan psikologi kognitif berakar dari teori-teori yang menjelaskan bagaimana otak bekerja dan bagaimana individu memperoleh dan memproses informasi. Pandangan yang ditawarkan Vygotsky dan para ahli psikologi kognitif yang lebih mutakhir adalah penting dalam memahami penggunaan-penggunaan strategi belajar karena tiga alasan. Pertama, mereka menggaris bawahi peran penting pengetahuan alam dalam proses belajar. Dua, mereka membantu kita memahami pengetahuan dan perbedaan antara berbagai jenis pengetahuan. Tiga, merka membantu menjelaskan bagaimana pengetahuan diperoleh manusia dan diproses didalam sistem memori otak.

            Para ahli psikologi kognitif menyebut informasi dan pengalaman yang disimpan dalam memori jangka panjang dalam pengetahuan awal. Pengetahuan awal (prior knowlege) merupakan kumpulan dari pengetahuan dan pengalaman individu yang diperoleh sepanjang perjalanan hidup mereka, dan apa yang ia bawah kepada suatu pengalaman baru.

            Menurut teori Peaget Perkembangan kognitif seorang anak terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan anak. seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah. Tapi Vygotsky tidak sependapat dengan Peaget, Vygotsky menekankan pada pembelajaran sosiokultural. Inti dari teori Vygotsky yaitu penekanan pada interaksi pembelajaran antara aspek internal dan aspek eksternal pada lingkungan social.       Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya. Vygotsky juga yakin suatu pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya.
            Banyak developmentalis yang bekerja dibidang kebudayaan dan pembangunan yang sepaham dengan teori Vygotsky, yang berfokus pada konteks pembangunan social budaya. Teory Vygotsky menawarkan suatu potret perkembangan manusia sebagai sesuatu yang tidak terpisahkan dari kegiatan-kegiatan sosial dan budaya. Vygotsky menekankan bagaimana proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian, dan penalaran yang melibatkan pembelajaran yang menggunakan temuan-temuan masyarakat seperti bahasa, system matematika dan alat-alat ingatan. Vygotsky lebih banyak menekankan bahasa dalam perkembangan kognitif dari pada Peaget. Bagi Peaget bahasa baru tampil ketika anak sudah mencapai tahap perkembangan yang cukup maju. Pengalaman bahasa anak tergantung pada tahap perkembangan kognitif saat itu. Pada kenyatannya, Kebanyakan anak-anak diajari bahasa sejak usia yang sangat mudah. Bahkan saat anak mulai bisa melihat dunia. Kita perlu mengenalkan bahasa sejak dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik. Para pakar perilaku memandang bahasa sama dengan perilaku lainnya, misalnya duduk, berjalan atau berlari. Mereka berpendapat bahwa bahasa hanya urutan respon atau sebuah imitasi. Tetapi banyak diantara kalimat yang kita hasilkan adalah baru, kita tidak mendengar atau membicarakan sebelumnya. Kita tidak membicarakan bahasa didalam suatu ruang hampa sosial, kita memerlukan pengenalan bahasa yang lebih dini untuk memperoleh keterampilan bahasa yang baik.

            Dewasa ini kebanyakan peneliti bahasa yakin bahwa anak-anak dari berbagai konteks social yang luas menguasai bahasa dari ibu mereka tanpa diajarkan secara khusus. Seperti halnya saat anak menangis, menangis merupakan bahasa anak saat meraka belum bisa berbicara, menangis dijadikan sebagai bahasa mereka saat mereka menginginkan sesuatu. Walaupun begitu proses pembelajaran bahasa biasanya memerlukan lebih banyak dukungan dan keterlibatan dari pengasuh dan guru. Karena dari lingkungan juga mereka akan dapat tambahan kosakata. Suatu lingkungan juga yang membangkitkan rasa ingin tahu dalam penguasaan bahasa pada anak. Perkembangan pemahaman bahasa pada anak bukan saja dipengaruhi oleh kondisi biologis anak, tetapi lngkungan bahasa disekitar anak sejak usia dini itu lebih penting. Karena bahasa berfungsi sebagai komunikasi. Dan suatu komunikasih itu digunakan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.
            Vygotsky juga menekankan bagaimana anak-anak dibantu berkembang dengan bimbingan dari orang-orang yang sudah terampil didalam bidang-bidang tersebut. Penekanan Vygotsky pada peran kebudayaan dan sosial didalam perkembangan kognitif berbeda dengan teori Peaget tentang anak sebagai ilmuwan kecil yang kesepian. Karena Peaget memandang anak-anak sebagai pembelajaran lewat penemuan individual. Sedangkan Vygotsky lebih banyak menekankan peranan orang dewasa dan anak anak lain dalam memuahkan perkembangan si anak..
            Menurut Vygotsky, anak-anak lahir dengan fungsi mental yang relative dasar seperti kemampuan untuk memahami dunia luar dan memusatkan perhatian. Namun,anak-anak tidak banyak memiliki fungsi mental yang lebih tinggi. Pengalaman dengan orang lain secara berangsur menjadi semakin mendalam dan membentuk gambaran batin anak tentang dunia. Vygotsky juga menekankan baik levelkonteks sosial yang bersifat inter personal. Pada level institusional, sejarah kebudayaan menyediakan organisasi dan alat-alat yang berguna bagi aktivitas kognitif melalu instuisi seperti sekolah, penemuan seperti computer. Interaksi intuisional memberi kepada anak suatu norma-norma perilaku dan social yang luas untuk membimbing hidupnya. Level interpersonal memiliki suatu pengaruh yang lebih langsung pada kefungsian mental anak. Menurut Vygotsky keterampilan-keterampilan dalam keberfungsian mental berkembang melalui interaksi social langsung. Melalui pengoranisasian pengalaman-pengalaman interaksi social yang berada dalam suatu latar belakang kebudayaan ini. Perkembangan anak menjadi matang.
B. Zone proximal Development Dan Konsep Scafolding
1. Zone proximal Development
            Zona proximal Development ( ZPD ) ialah istilah Vygotsky untuk tugas-tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai sendiri oleh anak-anak, tetapi yang dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang yang lebih terampil. Batas ZPD yang lebih rendah ialah level pemecahan masalah yang di capai oleh seorang anak yang bekerja secara mandiri. Dan batas yang lebih tinggi ialah level tanggung jawab tambahan yang dapat di terima oleh anak dengan bantuan seorang instruktur yang mampu. Penekanan Vygotsky pada ZPD menegaskan keyakinannya tentang pentingnya pengaruh-pengaruh social terhadap perkembangan kognitif dan peran pengajaran dalam perkembangan social. ZPD dikonseptualisasikan sebagai suatu ukuran potensi pembelajaran,akan tetapi IQ menekankan bahwa intelegensi adalah milik anak. sedangkan ZPD menekankan bahwa pembelajaran adalah suatu peristiwa social yang bersifat interpersonal dan dinamis yang tergantung pada paling sedikit dua pikiran, dimana yang satu lebih berilmu atau lebih terlatih dari yang lain. Pembelajaran oleh anak-anak kecil yang baru berjalan memberi contoh bagaimana ZPD bekerja. Anak-anak kecil yang baru berjalan itu harus di motivasi dan harus dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang menuntut ketrampilan buat mereka. Guru harus harus memiliki pengetahuan untuk melatihkan ketrampilan yang menjadi target pada setiap tingkat yang di persyaratkan oleh aktifitasnya. Guru dan anak harus saling menyesuaikan persyaratan masing-masing.
            Dalam suatu penelitian tentang hubungan antara anak-anak yang baru belajar berjalan dengan ibunya, pasangan itu di tugaskan untuk menyelesaikan sejumlah masalah yang terdiri atas berbagai jumlah (sedikit obyek vs banyak obyek) dan berbagai kompleksitas (perhitungan sederhana vs reproduksi angka). Para ibu di minta mengerjakan tugas ini sebagai suatu peluang untuk mendorong pembelajaran dan pemahaman akan anak mereka. Vygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pemikiran pada mulanya berkembang sendiri-sendiri, tetapi pada akhirnya bersatu.
             Ada dua prinsip yang mempengaruhi penyatuan pemikiran dan bahasa. Pertama, semua fungsi mental memiliki asal usul eksternal atau sosia. Anak-anak harus menggunakan basa dan mengkomunikasikannya kepada orang lain sebelum mereka berfokus ke dalam proses-proses mental mereka sendiri. Kedua, anak-anak harus berkomunikasi secara eksternal dan menggunakan bahasa selama periode waktu yang lama sebelum transisi dari kemampuan bicara secara eksternal ke internal berlangsung. Periode transisi ini terjadi antara usia 3 hingga 7 tahun dan meliputi berbicara kepada dirinya sendiri. Setelah beberapa saat, berbicara sendiri itu menjadi hakekat kedua anak-anak dan mereka dapat bertindak tanpa menverbalisasikannya. Bila ini terjadi anak-anak telah menginternalisasikan pembicaraan mereka yang egosentris dalam bentuk berbicara sendiri, yang menjadi pemikiran anak.
            Teori Vygotsky menentang gagasan-gagasan Piaget tentang bahasa dan pemikiran. Vygotsky menyatakan bahwa bahasa, bahkan dalam bentuknya yang paling awal, adalah berbasis sosial, sementara Piaget menekankan pada percakapan anak-anak yang bersifar egosentris dan berorientasi nonsosial. Anak-anak berbicara kepada diri mereka untuk mengatur perilakunya dan untuk mengarahkan diri mereka (Duncan, 1991). Sebaliknya, Piaget menekankan bahwa percakapan anak kecil yang egosentris mencerminkan ketidakmatangan sosial dan kognitif mereka. 
            Meskipun pada akhirnya anak-anak akan mempelajari sendiri bebrapa konsep melalui pengalaman. sehari-hari, Vygotsky percaya bahwa anak akan jauh lebih maju dan berkembang jika berinteraksi dengan orang lain. anak-anak tidak akan mengembangkan pemikiran operasional formal tanpa bantuan orang lain.
            Menurut Vygotsky, zona perkembangan proksimal merupakan celah antara actual development dan potensial development, dimana antara seorang anak dapat melakukan sesuatu tanpa bantuan orang dewasa dan apakah seorang anak dapat melakukan Sesuatu dengan arahan orang dewasa atau kerja sama dengan teman sebaya. Zona perkembangan proximal menitik beratkan pada interaksi social akan dapat memudahkan perkembangan anak. Ketika seorang siswa mengerjakan pekerjaannya disekolah sendiri, perkembangan mereka akan lambat . jadi untuk memaksimalkan perkembangan siswa seharusnya bekerja dengan teman sebaya yang lebih terampil yang dapat memimpin secara sistematis dalam memecahkan masalah yang lebih kompleks. Melalui interaksi yang berturut-turut ini diharapkan dapat mengembangkan pengalaman berbicara, bersikap dan berdiskusi secara baik. 





2. Konsep scaffolding
            Selain teori Vygotsky diatas, Vygotsky juga mempuyai teori yang lain yaitu tentang “scaffolding”. Scaffolding adalah memberikan bantuan yang besar kepada seorang anak selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut untuk mengerjakan pekerjaannya sendiri dan mengambil alih tanggung jawab pekerjaan itu. Bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan menguraikan masalah kedalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
            Vygotsky menjabarkan implikasi utama teori pembelajarannya yaitu: 
1. Menghendaki setting kelas kooperaif, sehingga siswa dapat saling berinteraksi dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang efekif dalam masing-masing zone of proximal development mereka.
2. Pendekatan Vygotsky dalam pembelajaran dalam menekankan scaffolding. Jadi teori belajar vigotsky adalah salah satu teori belajar social sehingga sangat sesuai dengan model pembelajaran kooperatif karena dalam model pembelajaran kooperatif terjadi interaktif social yaitu interaksi antara siswa dengan siswa dan antara siswa dengan guru dalam usaha menemukan konsep-konsep danpemecahan masalah.

 Pengaruh karya Vygotsky dan burner terhadap dunia pengajaran dijabarkan oleh smith 
1. Walaupun Vygotsky dan burner telah mengusulkan peranan yang lebih penting bagi orang dewasa dalam pembelajaran anak-anak dari pada peran yang diusulkan Peaget, keduanya tidak mendukung pengajaran diaktivis diganti sepenuhnya. Sebaliknya mereka malah menyatakan walaupun anak dilibatkan dalam pembelajaran aktif, guru harus aktif mendampingi setiap kegiatan anak-anak. Dalam istilah teoristis ini berarti anak-anak bekerja dalam zona perkembangan proksimal dan guru menyediakan scaffolding bagi anak.
2. Secara khusus Vygotsky mengemukakan bahwa disamping guru, teman sebaya juga berpengaruh pada perkembangan kognitif anak. Berlawanan dengan pembelajaran lewat penemuan individu (individual discoveri learning) kerja kelompok secara kooperatif tampaknya mempercepat perkembangan anak.
3. Gagasan tentang kelompok kerja kreatif ini diperluas menjadi pengajaran pribadi oleh teman sebaya, yaitu seorang anak mengajari anak lainnya yang agak tertinggal didalam pelajaran. Foot et al, menjelaskan pengajaran oleh teman sebaya ini dengan menggunakan teori vygotsky. Satu anak bisa lebih efektif membimbing anak lainnya melewati ZPD karena mereka sendiri baru saja melewati tahap itu sehingga bisa dengan mudah melihat kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak lain dan menyediakan scaffolding yang sesuai.
           
            Komputer juga dapat digunakan untuk meningkatkan pembelajaran dalam berbagai cara. Dalam prespektif pengikut vygotsky - bruner, perintah-perintah dilayar komputer merupakan scaffolding. Ketika anak menggunakan perangkat lunak atau software pendidikan, komputer menggunakan bantuan atau petunjuk scara detail seperti yang diisyaratkan sesuai kedudukan anak dalam ZPD. Tidak dipungkiri lagi beberapa anak dikelas lebih terampil dalam menggunakan computer sebagai tutor bagi teman sebayanya. Dengan murid-murid yang bekerja dengan komputer guru bisa bebas mencurahkan perhatiannya kepada individu-individu yang memerlukan bantuan dan menyiapkan scaffolding yang sesuai bagi masing-masing anak.

C. Penerapan dalam pembelajaran
            Hoover, peneliti dari Texas University of Austin yang juga CEO pada southwest educational development labolatory menyatakan: constructivism’s central idea is that human learning is contructed, that learners buld new knowledge upon the foundation of previous learning. This view of learning sharply contrasts with one in which learning is the passive transmission of information fro individual to another, a view in which reception, not contruction, is key. Ada dua hal penting disini yang berkenaan dengan pengetahuan yang dikontruksi oleh pelajar. Pertama adalah pelajar membangun satu pengertian baru dengan menggunakan apa yang sudah mereka ketahui sebelumnya. Dalam hal ini tidak ada “tabularasa” dimana pengetahuan digoreskan. Pelajar akan memasuki suasana pembelajaran dimana pengetahuan yang diterima akan dihubungkan dengan pengalaman yang sudah ada sebelumnya dan pengetahuan yang sudah dimiliki saat ini akan mempengaruhi penerimaan pengetahuan yang baru. Dalam hal ini, Ki Hajar Dewantara adalah salah satu tulisannya yang mengungkapkan bahwa yang terjadi dalam diri anak adalah sesuai dengan “convergentie theorie”. Teori ini mengajarkan bahwa seorang anak terlahir ibarat kertas yang sudah ada tulisannya, akan tetapi semua tulisan itu masih kabur atau suram. Tugas pembelajaran adalah membantu anak untuk mempertebal tulisan-tulisan yang bersifat baik sehingga kelak dapat berubah menjadi ilmu yang berguna dan budi pekerti yang baik. Sedangkan tuisan yang sifatnya jelek harus dibiarkan agar bertambah suram atau bahkan menghilang. Ki Hajar menentang teori tabularasa yang menganggap anak terlahir bagaikan kertas putih yang bisa ditulisi apa saja oleh pemelajar, atau teori aliran negative yang menganggap anak lahir bagaikan kertas yang sudah penuh dengan tulisan yang tidak dapat diubah isinya . Kedua adalah bahwa pembelajaran lebih bersifat aktif dan bukan pasif. Pelajar akan membandingkan apa yang baru dipelajarinya dengan apa yang diketahuinya. Jika terdapat perbedaan, maka pelajar akan mencoba mengakomodasikan apa yang baru dipelajarinya dengan memodifikasi pengetahuan yang sudah ada atau dimilkinya. Dalam proses ini akan terjadi proses pertimbangan oleh pelajar yang akan diakhiri dengan proses modifikasi jika pengetahuan baru tersebut dapat diterima. Salah satu landasannya adalah teori tidak kesesuaian kognitiv dari festinger (cognitive dissonance theory). Teori ini dikemukakan oleh festinger dalam bukunya yang berjudul A Theory of Cognitife dissonance. Menurut teori ini, ada kecenderungan dalam diri seseorang untuk selalu melihat konsistensi antar kognisi yang dimilikinya misalnya kepercayaan dan opini. Jika terjadi tidak kekesuaian antara sikap dengan prilaku (attitude and behavior), maka salah satu harus berubah untuk mehilangkan disonansi (ketidak-sesuaian) tersebut. Dalam hal, ada perbedaan sikap dan perilaku, maka biasanya orang akan merubah sikap untuk mengakomodasi perilaku. Ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat ketidak sesuaian tersebut yaitu:
1. Jumlah disanonsi keyakinan
2. kepentingan yang ada dalam masing-masing keyainan
            Untuk menghilangkan ketidak sesuaian tersebut, pada dasarnya ada tiga cara yang dapat dilakukan oleh seseorang, yaitu:
1. mengurangi tingkat kepentingan dalam disonansi keyakinan
2. menembah kesesuain keyakinan melebihi disonansi keyakinan
3. merubah disonansi keyakinan untuk menghilangkan inkonsistensi

            Disonansi sering terjadi dalam keadaan dimana seseorang harus membuat pilihan antara dua tindakan atau keyakinan yang tidak saling bersesuaian. Disonansi terbesar terjadi jika kedua elternatif memiliki tingkat atraktif yang sama. Perubahan sikap biasanya terjadi dalam arah yang memilki insentif yang lebih sedikit karena hasilnya adalah disonansi yang lebi kecil. Disini teori ini memiliki pertentangan dengan teori prilaku umum yang menganggap perubahan perilaku terbesar akan kearah peningkatan insentif.
            Maddux, cleborne d Johnson, d lamont dalam tulisannya mengenai teori kontrutifis membagi paham kontruktivis kedalam dua aliran, yaitu paham kontruktivis kogitif dan paham kontruktivis social. Kontruktivis kognitif didasarkan pengembangan yang dibuat oleh ahli psikologi perkembangan Swiss dan Peaget. Teori Peaget ini mengandung dua unsur pokok yaitu, umur dan tahap perkembangan. Melalui kedua unsur ini bisa diprediksi apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan oleh seorang anak berdasarkan umurnya, serta teori perkembangan yang menjelaskan bagaimana seorang anak membangun kemampuan kognitivnya.
            Perkembangan termasuk internalisasi atau penyerapan isyarat-isyarat sehingga anak-anak dapat berfikir dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. Internalisasi ini disebut pengaturan diri (self regulation). Langkah pertama dari pengaturan diri dan pemikiran mandiri adalah mempelajari bahwa segala sesuatu memiliki makna. Langkah kedua dalam pengembangan struktur-struktur internal dan pengaturan diri adalah latihan. Siswa berlatih gerak-gerak isyarat yang akan mendatangkan perhatian. Kemudian langkah terakhir termasuk penggunaan isyarat dan memecahkan masalah tanpa bantuan orang lain. 
            Menurut Vygotsky, dengan melibatkan anak berdiskusi dan berfikir (reasoning) dalam mempelajari segala kejadian, akan mendorong anak untuk merefleksikan apa yang telah dikatakan atau diperbuatnya. Hal ini dapat menjadi “inner speech” atau “inner dialogue”, dialog dengan dirinya sendiri. Ini proses awal bagi anak untuk mengetahui tentang dirinya sendiri. Selanjutnya, dikemudian hari ia akan mampu mengevaluasi diri, menganalisis kekurangan serta kekuatan yang dimilikinya. Dengan terbiasa melibatkan anak diskusi, akan membantu anak untuk bisa berfikir pada tahapan yang lebih tinggi atau meta-cognition. Proses seperti ini dapat membuatnya menjadi manusia spiritual, yaitu manusia yang tahu siapa dirinya, dan mempunyai kesadaran bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat, komunitas dan alam semesta. 
            Teori kontrukivis sosial dibangun berdasarkan pengembangan yang dibuat oleh Lev Vygotsky. Vygotsky menekankan pada lingkungan social yang ikut membantu perkembangan seorang anak. Bagi Vygotsky, budaya sangat berpengaruh sekali dalam membentuk strutur kognitif anak. Yang membantu perkembangan anak bukan hanya guru, tetapi jaga anak-anak yang lebih dewasa. Vygotsky mengemukakan konsep mengenai zone of proximal development. Dalam konsep ini seorang anak dapat memahami suatu konsep dengan bantuan orang lain yang lebih dewasa yang tidak bisa dilakukannya sendiri. Dengan begitu seorang anak akan lebih mengerti dan mempunyai banyak pengalaman dan wawasan serta dapat menyelesaiakan suatu permasalahan yang dianggapnya rumit dan memerlukan bantuan orang lain yang dianggapnya mampu membantu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, suatu wawasan yang tidak hanya didapat didalam sekolah tapi diluar sekolah. Dan permasalahan tersebut yang ada hubungannya dengan sekolah. Disini para pendukung kontruktivisme yakin bahwa pengalaman melalui lingkungan, kita aka memperoleh informasi, dan dapat menggabungkan pengalaman yang didapat sebelumnya dengan pengalaman yang baru. Dengan kata lain pada proses belajar masing-masing pelajar harus mengkreasikan pengetahuannya. Ada empat prinsip dasar dalam penerapan teori Vygotsky yaitu: 
1. Belajar dan berkembang adalah aktivitas social dan kolaboratif
2. ZPD dapat menjadi pemandu dalam menyusun kurikulum dan pelajaran 
3. Pembelajaran disekolah harus dalam konteks yang bermakna, tidak boleh dipisahkan dari pengetahua anak-anak yang dibangun dalam dunia nyata mereka
4. Pengalaman anak diluar sekolah harus dhubungkan dengan pengalaman mereka disekolah
















KESIMPULAN

• Teori Vgotsky menekankan pada pembelajaran sosiokultural. Inti dari teori Vygotsky yaitu penekanan pada interaksi pembelajaran antara aspek internal dan aspek eksternal pada lingkungan social. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konsep budaya.
• Zona perkembangan proximal ( ZPD ) ialah istilah Vygotsky untuk tugas-tugas yang terlalu sulit untuk dikuasai sendiri oleh anak-anak, tetapi yang dapat dikuasai dengan bimbingan dan bantuan dari orang-orang dewasa atau anak-anak yang lebih terampil.
• Teori kontrukivis social dibangun berdasarkan pengembangan yang dibuat oleh lev Vygotsky. Vygotsky menekankan pada lingkungan social yang ikut membantu perkembangan seorang anak. Bagi Vygotsky, budaya sangat berpengaruh sekali dalam membentuk strutur kognitif anak. Yang membantu perkembangan anak bukan hanya guru, tetapi jaga anak-anak yang lebih dewasa. Vygotsky mengemukakan konsep mengenai zone of proximal development. Ada empat prinsip dasar dalam penerapan teori Vygotsky yaitu:
1. belajar dan berkembang adalah aktivitas social dan kolaboratif
2. seorang yang lebih dewasa dapat menjadi pemandu dalam menyusun kurikulum dan pelajaran 
3. pembelajaran disekolah harus dalam konteks yang bermakna, tidak boleh dipisahkan dari pengetahuan anak-anak yang dibangun dalam dunia nyata mereka

4. pengalaman anak diluar sekolah harus dihubungkan dengan pengalaman mereka di sekolah.