Sebarkan Ilmu Untuk Indonesia Yang Lebih Maju
Tampilkan postingan dengan label politik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label politik. Tampilkan semua postingan

PENDIDIKAN PANCASILA-IDEOLOGI PANCASILA


Disusun Oleh :
Nama : JUNIOR SCRIPT
NPM : 85765765
Prody : MAKALAH ONLINE
Semester : 1 (satu)


UNIVERSITAS ONLINE INDONESIA
FAKULTAS KEJURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
2009 

DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
B. latar belakang
C. tujuan
BAB  II IDEOLOGI PANCASILA
A. Pengertian dan fungsi ideologi
B. Pengertian pancasila
BAB III PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI
A. nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
B. aspek-aspek dalam pancasila
BAB IV PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI
A. Pancasila sebagai ideologi  nasional
B. Pancasila sebagai ideologi terbuka
C. Sikap positif terhadap pancasila sebagai ideologi terbuka
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas mandiri tentang “Ideologi Pancasila” untuk memenuhi tugas mata kuliah pendidikan pancasila.
Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada Dra. Dwi Tyas Utaminingsih selaku dosen mata kuliah pendidikan pancasila dan kepada semua pihak yang telah membantu  terselesaikannya makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak demi sempurnanya makalah ini. Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.




INDONESIA, 08 November 2009 
Penulis


JUNIOR SCRIPT


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ideologi sebagai landasan suatu bangsa dijadikan sebagai pandangan hidup bangsa tersebut. Didunia ini terdapat berbagai macam ideologi yang telah berkembang dan dianut oleh berbagai Negara dibelahan dunia ini. Indonesia sebagai Negara yang mempunyai dasar Negara pancasila juga memiliki ideologi pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Pancasila yang sila-silanya diamanatkan dalam pembukaan UDD 1945 telah menjadi kesepakatan nasional sejak ditetapkan tanggal 18 agustus 1945 dan akan terus berlanjut sepanjang sejarah Negara republik Indonesia.
Ideologi pancasila yang dianut dan diamalkan  oleh bangsa Indonesia di harapkan mampu melindungi bangsa Indonesia dari pengaruh-pengaruh buruk globalisasi. Ideologi pancasila yang bersifat terbuka menerima segala hal yang datang dari luar namun dapat memfilternya. Dengan tetap berpedoman pada pancasila diharapkan bangsa Indonesia dapat membentengi diri dari segala hal buruk yang datang dari luar yang dapat mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kedudukan pancasila sebagai ideologi menuntut kesetiaan, nasionalisme, dan patriotisme warga Negaranya dalam menjunjung tinggi nilai-nilai panasila. Ideologi pancasila menceminkan cara berpikir masyarakat Indonesia dan juga membentuk masyarakat Indonesia menuju cita-cita.
B. Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah yang membahas ideologi pancasila ini adalah untuk lebih mengenal tentang begaimana kedudukan pencasila itu sebagai ideologi Negara dan lebih mendalami makna ideologi pancasila bagi bangsa Indonesia.


BAB  II
IDEOLOGI PANCASILA

A. Pengertian Dan Fungsi Ideologi
Ideologi  berasal dari kata ideas yang berarti gagasan atau konsep. Dan logos berarti ilmu. Pengertian ideologi secara umum adalah sekumpulan ide, gagasan, keyakinan, kepercayaan yang menyeluruh dan sistematis dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya dan keagamaan.
Biasanya ideologi selalu mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang berarti kepemimpinan, kekuasaan, dan kelembagan dengan tujuan kesejahteraan. Berikut ini beberapa pengertian ideologi antara lain:
a) A. Destult de Tracy
Ideologi adalah bagian dari filsafat yang merupakan ilmu yang mendasari ilmu-ilmu lain seperti pendidikan, etika, politik, dan sebagai nya.
b) Laboratorium IKIP Malang
Ideologi adalah seperangkat nilai, ide, dan ita-cita, serta pedoman, dan metode melaksanakan/ mewujudkannya.
c) Kamus ilmiah populer
Ideologi adalah cita-cita yang merupakan dasar salah satu sistem politik , paham, kepercayaan, dst. (ideologi sosialis, ideologi  islam, dll).

d) Moerdiono
Ideologi adalah kompleksitas pengetahuan dan nilai yang secara keseluruhan menjadi landasan bagi seseorang  (masyarakat) untuk memahami jagat raya dan  bumi seisinya serta menentukan sikap dasar untuk mengelolanya.
e) Encyclopedia Internasioal
Ideologi adalah “sistem of ideas, believes, and attitudes  which underlie the war of life in a particular group, class, or society” (sistem  gagasan, keyakinan, dan sikap yang melandasi cara hidup suatu kelompok, kelas, atau masyarakat tertentu).
f) Prof. Padmo Wahyono, S.H.
Ideologi diberi makna  sebagai pandangan hidup bangsa, falsafah hidup bangsa, yang berupa seperangakat tata nilai yang dicita-citakan  dan akan direalisasi didalam kehidupan berkelompok. Ideoloi ini akan memberikan stabilitas arah dalam hidup berkelompok dan sekaligus memberikan dinamika gerak menuju apa yang dicita-citakan.
g) Dr. Alfian
Ideologi adalah suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam tentang begaimana cara sebaiknya , yaitu secara moral  dianggap benar dan adil mengatur tingkah laku bersama berbagai kehidupan.
Dan pendapat-pandapat diatas , hal yang harus dipahami adalah bahwa suatu ideologi pada umunya mewujudkan pandangan khas tentang pentingnya kerja sama antar manusia dalam kerja, hubunagn manusia dengan kekuasaan, sember kekuasaan bagi penguasa, dan tingkat kesederajatan antar manusia . sebagai akibat kekhasan tersebut suatu ideologi bias saja tidak dimngerti oleh kelompok lain yang tidak mau menerimanya, dan tidak jarang pula suatu ideologi menjadi beku, kaku, dan tidak berubah serta menuntut para pengikutnya untuk patuh terhadap ajarannya.
Ideologi mempunyai beberapa fungsi yang dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Struktur kognitif, yaitu keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan  kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.
b. Orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukan tujuan dalam kehidupan manusia.
c. Norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagiu seseorang untuk melangkah dan bertindak.
d. Bekal dan jalan bagi seseorang untuk menemukan identitasnya.
e. Kekuatan yang mampu menyemangati danm mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.
f. Pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati, serta bertingkah laku sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung didalamnya.
Dalam hal berfungsi ideologi ini, alfian berpendapat bahwa kegagalan suatu bangsa dalam mengembangkan ideologi secara bermakna dari waktu ke waktu dapat berakibat fatal terhadap ideologi tersebut. ia dapat kehilangan atau mengalami krisis kreabilitas yang hebat, terutama terhadap generasi muda bangasa yang hidup dalam suasana dan situasi baru.
1. Ideologi  sebagai suatu sistem
Ideologi dapat dirumuskan sebagai suatu sistem berpikir yang digunakan oleh suatu masyarakat untuk menginterpresikan (mengartikan) hidup dan kehidupannya. Dapat  juga dikatakn sebagai identitas suatu masyarakat atau bangsa, yang  sering disebut dengan istilah “kepribadian bangsa”. mengingat ideologi merupakan suatu sistem berpikir dalam semua aspek kehidupan, maka ia dapat diterapkan kedalam sistem politik, ekonomi, dan sosial budaya. Mula-mula digali dari kenyataan-kenyataan yang ada (induktif), kemudian dirumuskan dalam suatu sistem, dan akhirnya diterapkan kembali dalam segala aspek kehidupan (deduktif)
Ideologi biasanya adalah sistem yang tertutup (eleduktif-induktif). Apabila suatu masyarakat menganut sistem ideologi tertentu, itu berarti masyarakat tersebut menggunakan sistem deduktif; yaitu seluruh kehidupan masyarakat baik politik, ekonomi, maupun kehidupan sosial budaya sehari-sehari bersumber dari nilai-nilai tertentu yang dianut oleh ideologinya. Contohnya ialah sosialisme- marxisme, liberalisme, dan agama tertentu.
Ideologi dapat juga mengandung pengertian bahwa dia harus menegara, yaitu nilai-nilai yang dikandungnya diatur melalui Negara. Jadi, sesungguhnya negaralah yang mempunyai peran penting didalam sistem ideologi guna mengatur warga Negaranya dan mencapai cita-cita dan tujuannya.   
B. Pengertian Pancasila 
Guna memahami pancasila sebagai ideologi secara lebih baik, maka perlu dijelaskan terlebih dahulu apa itu pancasila. Banyak tokoh nasional yang telah merumuskan konsep pancasila sesuai dengan sudut pandang masing-masing. Namun jika dicermati secara umum definisi konsep tersebut relatif sama berikut adalah beberapa pengertian pancasila yang dikemukakan oleh beberapa ahli.
a) Muhammad Yamin
Pancasila berasal dari kata panca yang berarti lima dan sila yang berarti sendi, asas, dasar atau  peraturan tingkah laku yang penting dan baik. Dengan demikian, pancasila merupakan lima dasar yang berisi pedoman atau aturan tentang tingkah laku yang penting dan baik.
b) Ir. Soekarno
Pancasila adalah isi jiwa bangsa Indonesia yang turun temurun yang sekian abad lamanya  terpendam bisu oleh kebudayaan barat. Dengan demikian pancasila tidak saja falsafah Negara, tetapi luas lagi, yakni falsafah bangsa Indonesia.
c) Notonegoro
Pancasila adalah dasar falsafah Negara Indonesia. Berdasarkan pengertian ini dapat disimpulkan bahwa pancasila pada hakiakatnya merupakan dasar falsafah dan ideologi Negara yang diharapkan menjadi pandangan hidup bangsa Indonesia sebagai dasar pemersatu, lambing persatuan dan kesatuan, serta sebagai pertahanan bangsa  dan Negara Indonesia.
d) Berdasarkan Terminologi
Pada tanggal 1 juli 1945, dalam siding BPUPKI, pancasila yang memiliki arti lima asas dasar digunakan oleh Presiden Soekarno untuk memberi nama lima prinsip dasar Negara Indonesia yang siusulkannya. Perkataan tersebut dibidikan oleh temannya, seorang ahli bahasa yang duduk disamping Ir. Soekaro yaitu Muhammad yamin.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dan keesokan harinya (pada tanggal 18 Agustus 1945) mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang di dalamnya memuat isi rumusan lima prinsip dasar Negara yang diberi nama pancasila. Sejak saat itulah perkataan pancasila menjadi bahasa Indonesia dan dijadikan sebagai istilah yang sudah umum. 
Istilah “Pancasila” pertama kali dapat ditemukan dalam buku Sutasoma karangan MPU Tantular yang ditulis pada zaman majapahit abad ke 14. dalam buku tersebut, istilah pancasila diartikan sebagai lima perintah kesusilaan (pancasila kiama), yang berisi lima larangan sebagai berikut: 
a. Melakukan kekerasan 
b. Mencuri 
c. Berjiwa dengki 
d. Berbohong 
e. Mabuk akibat minuman keras 
Selanjutnya istilah “sila” itu sendiri dapat diartikan sebagai aturan yang melatarbelakangi perilaku seseorang atau bangsa, kelakuan atau perbuatan yang menurut adab (sopan-santun), dasar, akhlak, dan moral. Pancasila diusulkan oleh Ir. Soekarno sebagai dasar Negara pada sedang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. 
Sejak saat itu pula pancasila digunakan sebagai nama dari dasar palsafah negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia, meskipun untuk itu terdapat beberapa tata urut dan rumusan yang berbeda. Sejarah rumusan pancasila itu tidak dapat kita pisahkan dengan sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan tidak dapat pula dipisahkan dari sejarah perumusan undang-undang dasar 1945. 
1. Proses Perumusan Pancasila 
Pada tanggal 7 September 1944 Jepang memberikan janji kemerdekaan bagi Indonesia melalui perdana menteri Koiso, hal in dialkukan karena Jepang secara terus menerus menderita kekalahan perang dari sekutu. Janji tersebut kemudian diumumkan oleh Jenderal kumakhichi Horada tanggal 1 Maret 1945 yang mencanangkan pembentukan badan penyelidik usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). 
Sebagai realisasi janji tersebut pada tanggal 29 April 1945 kepal apemerintahan Jepang untuk jawa (Gunseikan) membentuk BPUPKI dengan anggota sebanyak 60 orang yang merupakan wakil atau mencerminkan suku/ golongan yang tersebar diwilayah Indonesia. BPUPKI diketuai oleh Dr. Radjiman Widyodiningrat, wakil ketua R.P. Suroso, dan pejabat yang mewakili pemerintahan Jepang Tuan Hachibangase. Dalam melaksanakan tugasnya dibentuk beberapa panitia kecil, antara lain panitia sembilan dan panitia perancang UUD. Inilah langkah awal dalam sejarah perumusan pancasila sebagai dasar negara. Secara ringkas proses perumusan tersebut adalah sebagai berikut: 
a. Mr. Muhammad Yamin, pada sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945 menyampaikan rumusan asas dan dasar negara sebagai berikut: 
1. Peri kebangsaan 
2. Peri kemanusiaan 
3. Peri ketuhanan 
4. Peri kerakyatan 
5. Kesejahteraan rakyat 
Setelah menyampaikan pidatonya, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan usul tertulis rancangan undang-undang dasar yang di dalamnya tercantum rumusan lima asas dasar negara yang berbunyi sebagai berikut: 
1) Ketuhanan yang maha esa 
2) Kebangsaan persatuan Indonesia 
3) Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab 
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan 
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 
b. Mr. Soepomo, pada tanggal 31 Mei 1945 antara lain dalam pidatonya menyampaikan urusaln lima dasar negara, yaitu sebagai berikut: 
1) Paham negara kesatuan 
2) Perhubungan negara dengan agama 
3) Sistem badan permusyawaratan 
4) Sosialisasi negara 
5) Hubungan antara bangsa. 
c. Ir. Soekarno, dalam sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945 mengusulkan rumusan dasar negara adalah sebagai berikut: 
1) Kebangsaan Indonesia 
2) Internasionalisme atau perikemanusiaan 
3) Mufakat atau demokrasi 
4) Kesejahteraan sosial 
5) Ketuhanan yang berkebudayaan. 
d. Panitia kecil pada sidang PPKI tanggal 22 Juni 1945 memberi usulan rumusan dasar negara adalah sebagai berikut: 
1) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya 
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab 
3) Persatuan Indonesia 
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 
5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
e. Rumusan akhir pancasila yang ditetapkan tanggal 18 Agustus 1945 dalam sidang PPKI adalah sebagai berikut: 
1) Ketuhanan yang maha esa 
2) Kemanusiaan yang adil dan beradab 
3) Persatuan Indonesia 
4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. 
5) Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. 
Rumusan inilah yang kemudian dijadikan dasar Negara hingga sekarang bahkan hingga akhir perjalanan bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia bertekad bahwa pancasila sebagai dasar negara tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh MPR hasil pemilu. Jika mengubah dasar negara pancasila berarti membubarkan negara hasil proklamasi (Tap MPRS No. XX/MPRS/1966). 
C. Kedudukan Pancasila Bagi Bangsa Indonesia
1. Pancasila Sebagai dasar negara Republik Indonesia
Pancasila sering disebut dasar falsafah negara (dasar filsafat negara) dan ideologi negara. Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara. Konsep-konsep pancasila tentang kehidupan bernegara yang disebut citra hukum (staatsidee) merupakan cita hukum yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.  
Pancasila juga mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai pokok atau kaidah negara yang mendasar (fundamental norm). Kedudukan pancasila sebagai dasar negara bersifat tetap, kuat, dan tidak dapat diubah oleh siapaun, termasuk oleh MPR-DPR hasil pemilihan umum mengubah pancasila berarti membubarkan negara kesatuan republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. 
Pancasila sebagai kaidah negara yang fundamental berarti bahaya hukum dasar tertulis (UUD), hukum tidak tertulis (konvensi), dan semua hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam negara Republik Indonesia haurs bersumber dan berada di bawah pokok kaidah negara yang fundamental tersebut. 
a. Dasar hukum pancasila sebagai dasar negara. 
Pengertian pancasila sebagai dasar negara sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat “…., maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada; ketuhanan yang maha esa; kemanusiaan yang adil dan beradab; persatuan Indonesia, kerakyatan yang dimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
Meskipun di dalam pembukaan UUD 1945 tersebut tidak tercantum kata “Pancasila”, namun bangsa Indonesia sudah bersepakat bahwa lima prinsip yang menjadi dasar negara Republik Indonesia disebut pancasila. Kesepakatan tercantum pula dalam berbagai ketetapan MPR-RI diantaranya adalah: 
1) Ketetapan MPR-RI No. XVIII/MPR/1998, pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari negara kesatuan republik Indonesia yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara. 
2) Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, diantaranya menyebutkan: 
Sumber hukum dasar nasional yang tertulis dalam pembukaan UUD 1945 yaitu ketuhanan yang maha esa; kemanusiaan yang adil dan beradab persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suaut keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
b. Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara 
Dalam kehdupan berbangsa dan bernegara, perlu dipahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung di dalam pancasila supaya bisa diiimplementasikan dengan tepat. Namun sebaiknya perlu diyakini terlebih dahulu bahwa pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara kesatuan republik Indonesia yang beragam suku, agama, ras, dan golongannya. 
Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara bagi negara kesatuan Republik Indonesia dengan alasan sebagai berikut: 
1) Pancasila memiliki potensi menampung keadaan pluralistik masyarakat Indonesia yang beraneka ragam suku, agama, ras, dan golongan. Sila ketuhana yang maha esa menjamin kebebasan untuk beribadah sesuai agama dan keyakinan masing-masing, kemduian, sila persatuan Indonesia mampu meningkatkan keanekaragaman dalam satu kesatuan bangsa dengan tetap menghormati sifat masing-masing apa adanya. 
2) Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan yagn pluralistik, dengna menjunjung tinggi dan menghargai manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk tuhan secara berkeadilan yang disesuaikan dengna kemampuan dan hasil usahanya. Hal ini ditunjukan dengan sila kemanusiaan yang adil dan beradab. 
3) Pancasila memiliki potensi menjamin keutuhan negara kesatuan republik Indonesia yang terbentang dari sabang sampai marauke, yang terdiri atas ribuan pulau. Hal ini sesuai dengan sila persatuan Indonesia. 
4) Pancasila memberikan jaminan berlangsungnya demokrasi dan hak-hak asasi manusia sesuai dengan budaya bangsa. Hal i ni selaras dengan sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dlama permusyawaratan perwakilan. 
5) Pancasila menjamin terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
c. Dasar negara pancasila menjadi sumber hukum negara kesatuan republik Indonesia. 
Dalam kedudukan sebagai dasar negara, pancasila menjadi sumber hukum yang berlaku di Indonesia. Dengan demikian, segala peraturan perundang-undangan harus merupakna penjabaran atau nderivasi dari prinsip-prinsip yang terkandung di dalam pancasila.segala peraturan perundang-undangan yang tidak kompatibel dan atau mengacu pada pancasila dapat dinyatakan batal demi hukum. 
Pancasila sebagai dasar negara ditransformasikan menjadi norma hukum yang bersifat memaksa, mengikat, dan mengandung sanksi. Oleh sebab itu, perlu diupayakan law enforcement terhadpa segala hukum yang merupakan penjabaran dari dasar negara pancasila. 

2. Pancasila sebagai pandangan hiudup bangsa Indonesia 
Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, salah satu pepatan yang sering kita dengar adalah “berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ketepian”, yang berarti “bersakit-sakit dahulu, bersenang kemudian”. Pepatah tersebut mengandung makna bahwa jika kita berprestasi, maka prestasi itu harus dicapai lewat kerja keras dan usaha tanpa kenal lelah karena sukses tidak datang dengan sendirinya. Apabila pepatah tersebut diyakini dan kemudian dijadikan pegangan hidup seseorang, maka ia berkembang menjadi pandangan hidup yang oleh Bung Karno disebut sebagai “levens beschouwing”. 
Apabila pandangan hidup tersebut memiliki kebenaran dan diyakini dapat mengantar kepada kehidupan yang sejahtera dan bahagia, maka ia dapa tdikembangkan menjadi pandangan  hidup masyarakat, bangsa, dan negara, bahkan dunia sehingga disebut “welstancahuung”. Jerman pada masa hitler juga mengangkat national sozialistische welstancahuung sebagai dasar negaranya, Jepang “Tennoo Koodo Seishin”, cina pada masa Sun Yat Sen “San Min Chui dan Indonesia Pancasila sebagai Welstanschuung-Nya. 
Karena nilai yang terkandung di dalam pancasila tidak lain adalah kristalisasi dari nilai-nilai yang terdapat dalam berbagai pandangan hidup masyarakat, maka sesungguhnya pancasila itu sendiri mencerminkan pandangan hidup bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut nyata hidup di dalam masyarkaat dan dipergunakan sebagai pegangan dalam bersikap dan bertingkah laku serta menentukan tindakan dalam menghadpai berbagai persoalan. Dengan kata lain, pancasila digunakan sebagai petunjuk arah semua kegiatan atau aktivitas hidup dan kegiatan di dalam segala bidang. Semua tingkah laku dan perbuatan setiap manusia Indonesia harus dijiwai dan merupakan pancaran dan sila-sila pancasila. 
3. Pancasila sebagai ligatur bangsa Indonesia
Kata “ligatur” berasal dari bahasa latin-ligatura yang berarti sesuatu yang mengikat. Prof. Dr. Roland peanok, dalam bukunya “Dmeocratic poltical theory” memberi makna ligatur sebagai “ikatan budaya” atau “cultural bond”. Jadi, ligature merupakan ikatan budaya yang berkembang secara alami dalam kehidupan masyarakat, bukan karena paksaan. Ikatan tersebut dianggap perlu dan penting untuk menjaga keutuhan dan kesatuan masyarakat misalnya, adanya kebiasaan membangun rumah dengan gotong-royong pada masyarakat tertentu bertujuan untuk menunjukkan sikap kebersamaan dan meringankan beban orang lain. Karena masayarakat menyadari, memahami dan menyakini tujuan kebiasaan tersebut, maka selanjutnya mereka mau menerapkannya dalam kehdupan sehari-hari dengan sukarela dan “legowo”. 
Pancasila disebut sebagai ligature bangsa Indonesia karena selama ini nilai-nilai pancasila mampu memenuhi criteria: 
a. Memiliki daya ikat bangsa yang mampu menciptakan suatu bangsa dan negara yang kokoh. 
b. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila telah dipahami dan diyakini oleh masyarakat yang selanjutnya diterapkan dalam kehidupan sehari-hari tanpa ada paksaan. 
Dengan demikian, nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila merupakna denominator dari nilai-nilai yang berkembang dan dimiliki oleh masyarkat sehingga memiliki daya rekat yang kuat, karena memang dirasa sebagai miliknya. Sebagai contoh, sila ketuhaan yagn maha esa merupakan denominator dari berbagai agama dan berbagai kepercayaan yang berkembang di Indonesia. Setiap anggota masyarakat memiliki kewajiban untuk beriman dan bertakwa kepada-Ny sesuai dengan agama dan kepercayaanya. Hal ini dapat diterima baik oleh masyarkat, sehingga sila pertama pancasila memiliki daya perekat bangsa untuk kepentingan bersama dari beragam agama dan kepercayaan yang tersebar diseluruh Indonesia. 
4. Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia 
The founding fathers pada waktu merancang berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia membahas dasar negara yang akan didirikan. Setelah dicari kesekapatan bahwa pancasila merupakna prinsip dasar dan nilai dasar yang mempribadi dalam masyarakat serta merupakan living reality, maka pancasial sekalitus menjadi jati diri bangsa Indonesia. 
Jati diri bangsa adalah pandangan hidup yang berkembang di dalam masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi konsep, prinsip dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar Negara sebagai landasan statis, ideology nasional, dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya. 
Jadi diri bangsa Indonesia tiada lain adalah pancasila yang bersifat khusus, otentik dan orisinil yagn membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain.
Sekarang dan dimasa yagn akan datang, kita semua harus secara kontinu berupaya untuk menemukan cara-cara bagaimana mempertahankan dan memperkokoh jati diri bangsa di tengah arus perubahan globalisasi yang cenderung menembus sekat-sekat antar budaya dan bangsa. Oleh sebab itu, pengimplementasian nilai-nilai pancasila secara nyata dalam kehidupan sehari-hari menjadi suatu kemendesakan demi memperkokoh dan melestarikan jati diri bangsa serta menjamin tetap tegaknya integritas bangsa yang sejahtera dalam wadah Negara kesatuan Republik Indonesia.  


BAB III
PANCASILA SEBAGAI SUMBER NILAI 

A. Nilai-nilai yang Terkandung pada Ideologi Pancasila
Dalam pandangan filsafat, nilai (value) sering dihubungkna dengan masalah kebaikan. Sesuatu dikatakan mempunyai nilai, apabila sesuatu itu berguna, benar (nilai kebenaran), indah (nilai estetika), baik (nilai moral), religius (nilai religi), dan sebagainya. Nilai itu ideal, bersifat ide. Karena itu, nilai adalah sesuatu yang abstyrak dan tidak dapat disentuh dengan panca indera. Yang dapat ditangkap adalah barang atau laku perbuatan yang mengandung nilai itu. 
Secara umum pengertian nilai adalah kualitas ketentuan yang bermakna bagi kehidupan manusia perorangan, masyarakat, bangsa, dan Negara. Kehadiran nilai dalam kehidupan manusia dapat menimbulkan aksi dan reaksi, sehingga manusia akan menerima atau menolak kehadirannya. Konsekuensinya, niali akan menjadi tujuan hidup yang ingin diwujudkan dalam kenyataan. Sehubungan dengan nilai-nilai pancasila yang berkembang di dalam masyarakat Indonesia, nlai-nilai seperti nilai keadilan dan keujuran merupakan nilai-niali yang sellau menjadi kepedulian manusia untuk dapat diwujudkan dalam kenyataan. Sebaliknya, kezaliman dan kebohongan merupakan nilai yang sellau ditokak. 
Implementasi Ideologi pancasila bersifat fleksibel dan interaktif (bukan doktriner). Hal ini karena ditunjang oleh eksistensi ideology pancasila yang memang sejak digulirkan oleh para founding (fathers (pendiri Negara) telah melalui pemikrian-pemikiran yagn mendalams sebagai kristalisasi yang digali dari nilai-nilai social-budaya bangsa Indonesia sendiri. Ideology pancasila bersifat fleksibel karena mengandung nilai-nilai sebagai berikut: 
1. Nilai Dasar 
Merupakan nilai-nilai dasar yang relative tetap (tidak berubah) yang terdapat dalam pembukaan UUD 1945. nilai-nilai dasar pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan social) akan dijabarkan lebih lanjut menjadi nilai instrumental dan nilaip raksis yang lebih bersifat fleksibel, dalam bentuk norma-norma yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara. 
2. Nilai Instrumental 
Merupakan nilai-nilai lebih lanjut dari nilai-nilai dasar yang dijabarkan secara lebih kreatif dan dinamis dalam bentuk UUD 1945, TAP MPR, dan peraturan perundang-undangan lainnya. 
3. Nilai Praksis 
Merupakan nilai-nilai yang sesungguhnya dilaksanakan dalam kehidupan nyata sehari-hari baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara. Nilai praksis yang abstrak (misalnya menghormati kerja sama, kerukunan, dan sebagainya) diwujudkan dalam bentuk sikap, perbuatan, dan tingkah laku sehari-hari. Dengan demkian, nilai-nilai tersebut tampak nyata dan dapat kita rasakan bersamaan. 

Pancasila sebagai sumber nilai umum dapat dilihat dalma penjelasan berikut: 
1. Sila ketuhanan yang maha esa: 
Merupakan bentuk keyakinan yang berpangkal dari kesadaran manusia sebagai makhluk Tuhan. 
Negara menjamin bagi setiap penduduk untuk beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing. 
Tidak boleh melakukan perbuatan yagn anti ketuhanan dan anti kehidupan beragama. 
Mengembangkan kehidupan toleransi baik antar, inter, maupun antara umat beragama. 
Mengatur hubungan Negara dan agama, manusia dengan tuhan dan yagn menyangkut hak asasi yang paling asasi. 
2. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab
Merupakan bentuk kesadaran manusia terdapat potensi budi nurani dalam hubungan dengna norma-norma kebudayaan pada umumnya. 
Adanya konsep nilai kemanusiaan yang lengkap, adil, dan bermutu tinggi karena kemampuan berbudaya. 
Manusia Indonesia adalah bagian dari warga dunia, menyakini adanya prinsip persamaan harkat dan martabat sebagai hamba tuhan. 
Mengandung nilai cinta kasih dan nilai etis yang menghargai keberanian untuk membela kebenaran, santun dan menghormati harkat manusia. 

3. Sila persatuan Indonesia: 
Persatuan dan kesatuan dalam arti ideologis, ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan. 
Manifestasi faham kebangsaan yang memberi tempat bagi keragaman budaya atau etnis. 
Menghargai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan masyarakat. 
Menjunjung tinggi tradisi kejuangan dan kerelaan untuk berkorban dan membela kehormatan bangsa dan negara. 
Adanya nilai patriotik serta penghargaan rasa kebangsaan sebagai realitas yang dinamis. 
4. Sila kerakyatan yang dimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalma permusyawaratan/ perwakilan. 
Paham kedaulatan rakyat yang bersumber kepada nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong royongan. 
Musyawarah merupakan cermin sikap dan pandangan hidup bahwa kemauan rakyat adalah kebenaran dan keabsahan yang tinggi. 
Mandahulukan kepentingan negara dan masyarakat. 
Menghargai kesukarelaan dan kesadaran dari pada memaksakan sesuatu kepada orang lain. 
5. Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. 
Setiap rakyat Indonesia diperlakukan dengan adil dalam bidang hokum, ekonomi, kebudayaan, dan social. 
Tidak adanya golongan tirani minoritas dan mayoritas. 
Adanya keselarasan, keseimbangan, dan keserasian hak dan kewajiban rakyat Indonesia. 
Kedermawanan terhadap sesama, sikap hidup hemat, sederhana, dan kerja keras. 
Menghargai hasil karya orang lian. 
Menolak adanya kesewenang-wenangan serta pemerasaan kepada sesame. 
Menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. 
B. Aspek-Aspek yang terkandung dalam Sila-Sila Pancasila 
Pancasila sebagaimana ideology manipulasi di dunia ini, adalah kerangka berfikir yang senantiasa memerlukan penyempurnaan. Karena tidak ada satupun ideologi yang disusun dengan begitu sempurnanya sehingga cukup lengkap dan bersifat abadi untuk semua zaman, kondisi, dan situasi. Setiap ideology memerlukan hadirnya proses dialektika agar dia dapat mengembangkan dirinya dan tetap adaptif dengan perkembangan yang terjadi. Dalam hal ini, setiap warga Negara Indonesia yang mencintai negar adan bangsa ini berhak ikut dalam dalam proses merevitalisasi ideology pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Oleh karenanya, prestasi bangsa kita kanamenentukan posisi pancasila di tengah peraturan ideology dunia saat ini dan dimasa mendatang. 
Untuk dapat mencapai hal itu kita harus dapat menempatkan pancasila dalam pengertian sebagai moral, jiwa, dan kepribadian bangsa Indonesia. Pancasila sebagai jiwa bangsa Indonesia keberadaanya/ lahirnya bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia. Artinya, jika bangsa Indonesia mempunyai arti statis dan dinamis. Jiwa ini keluar di wujudkan dalam sikap mental, tingkah laku, dan amal perbuatan bangsa Indonesia yang pada akhirnya mempunyai ciri khas. Sehingga akan muncul dengan sendirinya harpaan optimisme motivasi yang sangat berguna dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia. 
Selain itu kita juga harus paham apa saja yang ada di dalam pancasila itu sendiri. Salah satunya adalah aspek-aspek dalam sila-sila pancasila. Adapun aspek-aspek tersebut adalah sebagai berikut: 
1) Aspek ideoalitas. 
Yaitu hakkat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila yaitu: ketuhanan, keman usiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan hakikat nilai-nilai pancasila yiatu nilai-nilai dasar yang terkandung di dalam pancasila yang bersifat sistematis, rasional, dan menyeluruh tersebut bersumber pada filsafat pancasila. 
2) Aspek Normalitas 
Yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma-norma kenegaraan. Dalam pengertian ini pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakna norma tertib hukum tertinggi dalam negara Indonesia serta merupakan states fundamental norm (pokok kaidah negara yang fundamental). 
3) Aspek Realitas 
Artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata. Maka suatu ideologi harus mampumencerminkan realitas yagn hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu pancasila selain memiliki nilai-nilai ideal serta normative pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan Negara. Dengan demkian pancasila sebagai ideology terbuka tidak bersifat “utopis” yang hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang melainkan suatu ideology yang bersifat realiftif. 
4) Aspek fleksibilitas 
Yakni pancasila sebagai suatu idiologi tidak bersifat kaku dan tertutup namun bersifat reformatif, dinamis, dan terbuka. Hal in dimaksudkan bahwa idiologi pancasila bersifat aktual, dinamis, antisifasif dan senantiasa mampu menyelesaikan dengna perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi. 

BAB IV 
PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI 

A. Pancasila Sebagai Ideologi Nasional 
Suatu sistem filsafat pada tingkat perkembangan tertentu melahirkan ideologi. Biasanya ideologi lebih mengutamakan asas-asas kehidupan politik dan kenegaraan sebagai satu kehidupan nasional yang esensinya adlaah kepemimpinan, kekuasaan, dan kelembagaan dengan tujuan kesejahteraan. Secara teoritis filosofis, ideologi bersumber pada suatu sistem filsafat dan merupakna pelaksanaan filsafat itu sendiri. Hal ini berarti suatu sistem filsafat dikembangkan dan dilaksanakan oleh suatu ideologi. Berdasarkan asas teoritis demikian, maka nilai-nilai yang terkandung di dalam pancasila adalah falsafah hidup yang berkembang dalam sosial budaya Indonesia. Nilai pancasila yang telah terkristalisasi dianggap sebagai nilai dasar dan puncak (sari-sari) budaya bangsa. 
Sedemikian mendasarnya nilai-nilai pancasila dalam menjiwai dan memberikan watak (kepribadian, identitas) pengakuan atas kedudukan pancasila sebagai filsafat adalah wajar. Sebagai ajaran filsafat, pancasila mencerminkan nilai dan penalangan mendasar dan hakikat rakyat Indonesia dalam hubungnanya. Ketuhanan, kemanusiaan, kenegaraan, kekeluargaan dan musyawarah, serta keadilan sosial. 
Nilai dan fungsi filsafat pancasila telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Ini berarti, dengan kemerdekaan yang diperoleh bangsa dan negara Indonesia, secara melembaga dan formal, kedudukan dan fungsi pancasila ditingkatkan menjadi filsafat negara. 
Pancasila sebagai ideologi memiliki karakter utama sebagai ideologi nasional. Ia adalah cara pandang dan metode bagi seluruh bangsa Indonesia untuk mencapai cita-citanya, yaitu masyarakat yang adil dan makmur. Pancasila adalah ideologi kebangsaan karena ia digali dan dirumuskan untuk kepentingan membangun negara bangsa Indonesia. Pancasila yang memberi pedoman dan pegangan bagi tercapainya persatuan dankesatuan dikalangan warga bangsa dan membangun pertalian batin antara warga negara dengan tanah airnya. 
Pancasila juga merupakan wujud dari konsensus nasional karena negara bangsa Indonesia ini adalah sebuah desain negara modern yang disepakati oleh para pendiri negara Republik Indonesia dengan berdasarkan pancasila. Dengan idiologi nasional yang mantap seluruh dinamika sosial, budaya, dan politik dapat diarahkan untuk menciptakan peluang positif bagi pertumbuhan kesejahteraan bangsa. 
B. Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka 
Abdulkadir besar dalam tulisannya tentang “Pancasila ideologi terbuka”, antara lain menyebutkan bahwa pada umumnya khalayak memahami arti “terbuka” dari pernyataan “ideologi terbuka” sebagai sifat keterbukaan ideologi itu sendiri. Oleh sebab itu, pernyataan “pancasila adalah ideologi terbuka” banyak dipahami secara harfiah, yaitu berbagai konsep dari ideologi alin, terutama dari ideologi liberalisme, seperti hak asasi manusia, pasar bebas, mayoritas tunggal, dualisme pemerintahan, serta konsekuensi logis sistem oposisi liberal, tanpa penalaran yang sistematis, nilai-nilai itu dianggap dan diberlakukan sebagai konsep yang inheren dalam ideologi pancasila. 
Adanya anggapan umum yang demikian, dapat dipahami karena adanya sebab-sebab sebagai berikut: 
a. Orang yang bersangkutan tidak mau atau belum memahami ideologi pancasila secara memadai. 
b. “Kebebasan individu” yang menjadi nilai intrinsik ideologi liberalisme bukannya dipersepsikan sebagai konsep bebas nilai yang identitik dengan konsep yang bersifat objektif universal. 
Semua konsep dari suatu ideologi niscanya teralir secara deduktif-logis dari nilai intrinsik ideologi yang bersangkutan. Sebagai contoh, nilai intrinsik ideologi liberalisme adalah kebebasan individu, ideologi komunis adalah hubungan produksi, dan ideologi pancasila adalah kebersamaan. Berkenaan dengan hal tersebut, konsep dari suatu ideologi tidak dapat diberlakukan pada ideologi lain. Bila ini dipaksakan, yang akan terwujud adalah cita-cita dari ideologi lain. 
1. Dimensi ideologi terbuka
Dalam pandangan Dr. Alfian, kekuatan suatu ideologi tergantung pada 3 dimensi yagn terkandung di dalam dirinya, yaitu: 
a. Dimensi realitas: 
Bahwa nilai-nilai dasar di dalam suatu ideologi bersumber dari nilai-nilai ril yang hidup dalam masyarakat yang tertanam dan berakar di dalam masyarkaat, terutama pada waktu ideologi itu lahir. Dengan demikian, mereka betul-betul merasakan dan menghayati bahwa nilai-nilai dasar itu adalah milik mereka bersama. 
b. Dimensi idealisme 
Bahwa nilai-nilai dasar ideologi tersebut mengandung idealisme, bukan angan-angan (utopia), yang memberi harapan tentang masa depan yang lebih baik melalui perwujudanya atau pengamalannya dalam praktik kehidupan bersama sehari-hari dengan berbagai dimensinya. Ideologi yang tangguh biasanya muncul dari pertautan erat, yang saling mengisi dan saling memperkuat antara dimensi realitas dan dimensi idealisme yang terkandung di dalamnya. 
c. Dimensi fleksibilitas (pengembangan) 
Bahwa ideoligi tersebut memiliki keluwesan yang memungkinkan dan bahkan merangsang pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan tentang dirinya, tanpa menghilangkan atau mengingkari hakikat (jati diri) yang terkandung dalam nilai-nilai dasarnya. Dimensi fleksibilitas atau dimensi pengembangan sangat diperlukan oleh suatu ideologi guna memelihara dan meperkuat relevansinya dari masa ke masa. 
2. Arti “Terbuka” dari Ideologi 
Arti “terbuka” dari suatu ideologi ditentukan oleh dua hal, pertama bersifat konseptual (struktur ideologi) dan kedua bersifat dinamis (sikap para penganutnya). 
a. Bersifat konseptual, yaitu struktur ideologi 
Menurut corbelt, struktur ideologi tersusun oleh; pandangan filsafat tentang alam semesta dan manusia (antologi), konsep masyarakat ideal yang dicita-citakan (epistemologi), dan metodologi untuk mencapainya (metode berpikir). Ketiga unsur tersebut akan selalu berhubungan dengan relasi heuristik (relasi inovatif), yaitu apabila pandangan filsafatnya mengenai alam semesta dan manusia bersifat tertutup, maka cita-cita intrinsiknya dengan sendirinya bersifat tertutup, sehingga akan tertutup pula metode berpikirnya. Demikian sebaliknya, apabila ajaran antonologis-nya bersifat terbuka, maka cita-cita intrinsiknya dan maupun metode berpikirnya berturut-turut bersifat terbuka pula. 
Strukutur ideollogi adakalanya bersifat tertutup, yaitu apabila: 
Diantara para penganut atau pendukung terjadi konflik antara kelompok ortodoksi yang dominan dan kelompok progresif yang tertekan dalam menghadapi persoalan perlu tidaknya melakukan penyesuaian ideologis dengan tuntutan kemajuan zaman. 
Para pendukung ideology, dalam hal ini yang menyelenggarakan pemerintahan Negara tidak lagi bekerja demi terwujudnay kebersamaan hidup ideal, melainkan telah berubah menjadi demi mempertahankan kekuasaan pemerintahan yang diembannya. Bila hal ini terus dibiarkan, niscaya akan timbul konflik internal dan selanjutnya dapat merebak menjadi konflik terbuka. 
b. Bersifat dinamis, yaitu sikap para penganutnya
Bahwa ideologi yang bersifat abstrak, niacaya membutuhkan subjek pengamalan atau pelaksanaan, yaitu sejumlah penganut atau pendukungyang mengidentifikasi hidupnya dengan ideologi yang dianutnya, menerima kebenarannya berjuang, dan bekerja dengan setia untuknya. Pencapaian kebersamaan hidup ideal membutuhkan perjuangan panjang dari generasi ke generasi dalam sistem sosial yang niscaya bersifat terbuka sejalan dengan perubahan zaman.  
Salah satu sifat bawaan ideologi adalah terbuka, artinya demi terwujudnya cita-cita intrinsiknya ideologi itu harus senantiasa berkemampuan menanggapi tuntutan kemajuan zaman. Sifat ideologi yang terbuka dan berdaya aktif tersebut menunjukan bahwa pada kenyataannya yang aktif melaksanakan perwujudan cita-cita intrinsik dari ideologi dan yang secara konkrit mewujudkan sifat terbuka sesungguhnya adalah pendukungnya. 
3. Gagasan Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka 
Gagasan pertama mengenai pancasila sebagai ideologi terbuka secara formal ditampilkan sekitar tahun 1985, walaupun semangatnya sendiri sesungguhnya dapa tditelusuri dari pembahasan para pendiri negara para tahun 1945. memahami pancasila sebagai idiologi terbuka didorong oleh tantangan zaman. Sejarah menunjukkan bahwa betapapun kokohnya suatu ideologi bila tidak memiliki dimensi fleksibilitas atau keterbukaan, akan mengalami kesulitan bahkan mungkin kehancuran dalam menanggapi tantangan zaman. (contoh: runtuhnya komunisme di Uni Soviet). 
Pemikiran pancasila sebagai ideologi terbuka tersirat di dalam penjelasan UUD 1945 dimana disebutkan “maka telah cukup jika undang-undang dasar hanya memuat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggara negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial terutama bagi negara baru dan negara muda, lebih baik hukum dasar yang tertulis itu hanya memuat aturan-aturan pokok, sedang aturan-aturan yang menyelenggarakan aturan pokok itu diserahkan kepada undang-undang yang lebih mudah caranya membuat, mengubah, dan mencabut. 
Dari kutipan tersebut kita dapat memahami bahwa UUD 1945 pada hakikatnya mengandung unsur keterbukaan; karena dasar undang-undang 1945 adalah pancasila, maka pancasila yang merupakan ideologi nasional bagi bangsa Indonesia bersifat terbuka pula. Beberapa hal yang harus diperhatikan sehubungan dengan gagasan pancasila sebagai ideologi terbuka, yaitu: 
a. Ideologi pancasila harus mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi zaman yang terus mengalami perubahan. Akan tetapi bukan berarti bahwa nilai dasar pancasila dapat diganti dengan nilai dasar lain atau meniadakan jati diri bangsa Indonesia. 
b. Pancasila sebagai ideologi terbuka mengandung makna bahwa nilai-nilai dasar pancasila dapat dikembangkan sesuai dengan dinamika kehidupan bangsa Indonesia dan tuntutan perkembangan zaman secara kreatif, dengna  memperhatikan tingkat kebutuhan dan perkembangan masyarakat Indonesia sendiri. 
c. Sebagai ideologi terbuka, pancasila harus mampu memberikan orentasi ke depan, mengharuskan bangsa Indonesia untuk selalu menyadari situasi kehidupan yang sedang dan akan dihadapinya, terutama menghadapi globalisasi dan keterbukaan. 
d. Ideologi pancasila menghendaki agar bangsa Indonesia tetap bertahan dalam jiwa dan budaya bangsa Indonesia dalam wadah dan ikatan negara kesatuan Republik Indonesia 
Dalam pandangan Moerdiono, beberap faktor yang mendorong pemikiran pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut:. 
a. Dalam proses pembangunan nasional berencana, dinamika masyarakat Indonesia berkembang amat cepat. Dengan demikian, tidak semua persoalan hidup dapat ditemukan jawabannya secara ideologis dalam pemikiran ideologi-ideologi sebelumnya. 
b. Kenyataan bangkrutnya ideologi tertutup seperti marxisme-leninisme/ komunisme. Dewasa ini kubu komunisme dihadapkan pada pilihan yang amat berat, menjadi suatu ideologi terbuka atau tetap mempertahankan ideologi lama. 
c. Pengalaman sejarah politik kita sendiri dengan pengaruh komunisme sangat penting karena pengaruh ideologi komunisme yang pada dasarnya bersifat tertutup, pancasila pernah merosot menjadi ancaman dogma yang kaku. Pancasila tidak lagi tampil sebagai acuan bersama, melainkan sebagai senjata konseptual untuk menyerang lawan-lawan politik. Kebijakan pemerintah pada saat itu menjadi absolut. Konsekuensinya perbedaan-perbedaan menjadi alasan untuk secara langsung dicap sebagai anti pancasila. 
d. Tekad kita untuk menjadikan pancasila sebagai satu-satunya asas dalam kehdiupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai catatan istilah pancasila sebagai satu-satunya azas telah dicabut berdasarkan ketetapan MPR tahun 1999. namun, pencabutan ini kita artikan sebagai pengembalian fungsi utama pancasila sebagai dasar negara. Dalam kedudukannya sebagai dasar negara, pancasila harus dijadikan jiwa bangsa Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama dalam pengembangan pancasila sebagai ideologi terbuka. Di samping itu, ada faktor lain, yaitu tekad bangsa Indonesia untuk menjadikan 
4. d
C. d

Sejarah dan Pengertian Filsafat

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pada Umumnya pemikiran teoritis itu memiliki kaitan yang erat dengan lingkungan tempat pemikiran itu dilakukan dan pemikiran teoritis itu permulaan lahirnya filsafat di Yunani pada abad ke-6 sebelum masehi, Yunani merupakan tempat dimana pemikiran ilmiah mulai tumbuh dan pada zaman itu lahirlah para pemikir yang mengarah dan menyebabkan filsafat itu dilahirkan.
Cirri-ciri umum filsafat Yunani adalah rasionalisme. Rasionalisme Yunani itu mencapai puncaknya pada orang-orang sophis untuk melihat rasionalisme sofis perlu dipahami lebih terdahulu latar belakangnya. Latar belakang itu terletak pada pemikiran filsafat yang ada sebelumnya.
Pada bab selanjutnya penulis akan membahas tentang filsafat pra Socrates dan filsafat Socrates beserta tokoh-tokohnya sekaligus pemikirannya.
B.    Rumusan Masalah
1)    Definisi Filsafat
2)    Periode Pra Socrates
a.    Thales
b.    Anaximandros
c.    Pythagoras
d.    Zeno
3)    Periode  Zaman Ke’emasan (Socrates)
a.    Socrates
b.    Plato
c.    Aristoteles

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Definisi Filsafat
Secara etimologis kata filsafat berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia, Philosophia terdiri dari dua kata, yaitu philein yang berarti mencintai atau philia yang berarti cinta serta sophos yang berarti kearifan atau kebijaksanaan. Dari bahasa Yunani ini melahirkan kata dalam bahasa Inggris philosophy yang diterjemahkan sebagai cinta kearifan/kebijaksanaan. Cinta dapat diartikan sebagai suatu dinamika yang menggerakan subjek untuk bersatu dengan objeknya dalam arti dipengaruhi dan diliputi objeknya. Sedangkan kearifan atau kebijaksanaan dapat diartikan ketepatan bertindak. Dalam bahasa Inggris dapat ditemukan kata policy dan wisdom untuk menyebut kebijaksanaan. Namun yang sering dipergunakan dalam filsafat adalah kata wisdom dan lebih ditujukan pada pengertian kearifan.
B.    Zaman Pra Socrates
Filsafat pra-sokrates ditandai oleh usaha mencari asal (asas) segala sesuatu ("arche" = ). Tidakkah di balik keanekaragaman realitas di alam semesta itu hanya ada satu azas? Thales mengusulkan: air, Anaximandros: yang tak terbatas, Empedokles: api-udara-tanah-air. Herakleitos mengajar bahwa segala sesuatu mengalir ("panta rei" = selalu berubah), sedang Parmenides mengatakan bahwa kenyataan justru sama sekali tak berubah. Namun tetap menjadi pertanyaan: bagaimana yang satu itu muncul dalam bentuk yang banyak, dan bagaimana yang banyak itu sebenarnya hanya satu? Pythagoras (580-500 sM) dikenal oleh sekolah yang didirikannya untuk merenungkan hal itu. Democritus (460-370 sM) dikenal oleh konsepnya tentang atom sebagai basis untuk menerangkannya juga. Zeno (lahir 490 sM) berhasil mengembangkan metode reductio ad absurdum untuk meraih kesimpulan yang benar.

Para filosof pada zaman ini diantaranya :
1)    Thales (624 SM - 546 SM)
Thales hidup sekitar 624-546 SM. Ia adalah seorang ahli ilmu termasuk ahli ilmu Astronomi. Ia berpendapat bahwa hakikat alam ini adalah air. Segala-galanya berasal dari air. Bumi sendiri merupakan bahan yang sekaligus keluar dari air dan kemudian terapung-apung diatasnya.
Pandangan yang demikian itu membawa kepada penyesuaian-penyesuain lain yang lebih mendasar yaitu bahwa sesungguhnya segalanya ini pada hakikatnya adalah satu. Bagi Thales, air adalah sebab utama dari segala yang ada dan menjadi ahir dari segala-galanya.
Ajaran Thales yang lain adalah bahwa tiap benda memiliki jiwa. Itulah sebabnya tiap benda dapat berubah, dapat bergerak atau dapat hilang kodratnya masing-masing. Ajaran Thales tentang jiwa bukan hanya meliputi benda-benda hidup tetapi meliputi benda-benda mati pula.
2)    Anaximandros (610 SM - 546 SM)
Anaximandros adalah salah satu murid Thales. Anaximandros adalah seorang ahli astronomi dan ilmu bumi. Meskipun dia murid Thales namun ia mempunyai prinsip dasar alam satu akan tetapi bukanlah dari jenis benda alam seperti air sebagai mana yang dikatakan oleh gurunya.
Prinsip dasar alam haruslah dari jenis yang tak terhuitung dan tak terbatas yang oleh dia disebut Apeiron yaitu zat yang tak terhingga dan tak terbatas dan tidak dapat dirupakan tidak ada persamaannya dengan apapun.
Meskipun tentang teori asal mula kejadian alam tidak begitu jelas namun dia adalah seorang yang cakap dan cerdas dia tidak mengenal ajaran Islam atau yang lainnya.


3)    Pythagoras (582 SM - 496 SM)
Pythagoras lahir dipulau Samos yang termasuk daerah Ionia dalam kota ini Pythagoras mendirikan suatu tarekat beragama yang sifat-sifatnya akan dibicarakan di bawah ini. Tarekat yang didirikan Pythagoras bersifat religious, mereka menghomati dewa Apollo.
Menurut kepercayaan Pythagoras manusia asalnya tuhan, jiwa itu adalah penjelmaan dari tuhan yang jatuh kedunia karena berdosa dan dia akan kembali kelangit kedalam lingkungan tuhan bermula, apabila sudah habis dicuci dosanya itu, hidup didunia ini adalah persediaan buat akhirat. Sebab itu semula dari sini dikerjakan hidup untuk hari kemudian.
Pythagoras tersebut juga sebagai ahli pikir. Terutama dalam ilmu matematik dan ilmu berhitung. Falsafah pemikirannya banyak diilhami oleh rahasia angka-angka. Dunia angka adalah dunia kepastian dan dunia ini erat hubungannya dengan dunia bentuk. Dari sini dapat dilihat kecakapannya dia dalam matematik mempengaruhi terhadap pemikiran filsafatnya sehingga pada segala keadaan ia melihat dari angka-angka dan merupakan paduan dari unsur angka.
4)    Zeno (490 SM)
Lahir di Elea sekitar 490 SM. Ajarannya yang penting adalah pemikirannya tentang dialektika. Dialektika adalah satu cabang filsafat yang mempelajari argumentasi.

C.    Zaman  Ke’emasan (Socrates)
Puncak zaman Yunani dicapai pada pemikiran filsafati Sokrates (470-399 sM), Plato (428-348 sM) dan Aristoteles (384-322 sM). Disebut demikian karena pada zaman ini sejarah menyebutkan bahwa awal mula dari munculnya ilmu kedokteran, ilmu alam dan lain-lain adalah pada zaman ini.

1)    Sokrates (470-399 sM)
Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai "sophis" ("yang bijaksana dan berapengetahuan"), Sokrates lebih berminat pada masalah manusia dan tempatnya dalam masyarakat, dan bukan pada kekuatan-kekuatan yang ada dibalik alam raya ini (para dewa-dewi mitologi Yunani). Seperti diungkapkan oleh Cicero kemudian, Sokrates "menurunkan filsafat dari langit, mengantarkannya ke kota-kota, memperkenalkannya ke rumah-rumah". Karena itu dia didakwa "memperkenalkan dewa-dewi baru, dan merusak kaum muda" dan dibawa ke pengadilan kota Athena. Dengan mayoritas tipis, juri 500 orang menyatakan ia bersalah. Ia sesungguhnya dapat menyelamatkan nyawanya dengan meninggalkan kota Athena, namun setia pada hati nuraninya ia memilih meminum racun cemara di hadapan banyak orang untuk mengakhiri hidupnya.
Sokrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne) dalam berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Sokrates (sebagai sang bidan) untuk "melahirkan" pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu. Dengan demikian Sokrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif, Pemikiran Sokrates dibukukan oleh Plato, muridnya.
2)    Plato (428-348 sM)
Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya idea-lah realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea) yang kekal. Dalam wawasan Plato, pada awal mula ada idea-kuda. Dunia idea mengatasi realitas yang tampak, bersifat matematis, dan keberadaannya terlepas dari dunia inderawi. Dari idea-kuda itu muncul semua kuda yang kasat-mata. Karena itu keberadaan bunga, pohon, burung, ... bisa berubah dan berakhir, tetapi idea bunga, pohon, burung, ... kekal adanya. Itulah sebabnya yang Satu dapat menjadi yang Banyak.
Plato berpendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu tubuh. Itu persoalan ada ("being") dan mengada (menjadi, "becoming").
3)    Aristoteles (384-322 sM)
Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk mendapatkan kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode rasional-deduktif dan metode empiris-induktif. Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua pernyataan yang benar, dibuat konklusi yang berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsur-unsur dalam kedua premis itu. Inilah silogisme, yang merupakan fondasi penting dalam logika, yaitu cabang filsafat yang secara khusus menguji keabsahan cara berfikir. Logika dibentuk dari  berarti sesuatu yang diutarakan. , dan  kata  Daripadanya logika berarti pertimbangan pikiran atau akal yang dinyatakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Dalam metode empiris-induktif pengamatan-pengamatan indrawi yang sifatnya partikular dipakai sebagai basis untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang berlaku universal.
Aristoteles mengandalkan pengamatan inderawi sebagai basis untuk mencapai pengetahuan yang sempurna. Itu berbeda dari Plato. Berbeda dari Plato pula, Aristoteles menolak dualisme tentang manusia dan memilih "hylemorfisme": apa saja yang dijumpai di dunia secara terpadu merupakan pengejawantahan material ("hyle") sana-sini dari bentuk ("morphe") yang sama. Bentuk memberi aktualitas atas materi (atau substansi) dalam individu yang bersangkutan. Materi (substansi) memberi kemungkinan ("dynamis", Latin: "potentia") untuk pengejawantahan (aktualitas) bentuk dalam setiap individu dengan cara berbeda-beda. Maka ada banyak individu yang berbeda-beda dalam jenis yang sama. Pertentangan Herakleitos dan Parmendides diatasi dengan menekankan kesatuan dasar antara kedua gejala yang "tetap" dan yang "berubah".
Aristoteles menganggap Plato (gurunya) telah menjungkir-balikkan segalanya. Dia setuju dengan gurunya bahwa kuda tertentu "berubah" (menjadi besar dan tegap, misalnya), dan bahwa tidak ada kuda yang hidup selamanya. Dia juga setuju bahwa bentuk nyata dari kuda itu kekal abadi. Tetapi idea-kuda adalah konsep yang dibentuk manusia sesudah melihat (mengamati, mengalami) sejumlah kuda. Idea-kuda tidak memiliki eksistensinya sendiri, idea-kuda tercipta dari ciri-ciri yang ada pada (sekurang-kurangnya) sejumlah kuda. Bagi Aristoteles, idea ada dalam benda-benda.
Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada idea-bawaan.
Pemikiran Aristoteles merupakan hartakarun umat manusia yang berbudaya. Pengaruhnya terasa sampai kini, itu berkat kekuatan sintesis dan konsistensi argumentasi filsafatinya, dan cara kerjanya yang berpangkal pada pengamatan dan pengumpulan data. Singkatnya, ia berhasil dengan gemilang menggabungkan (melakukan sintesis) metode empiris-induktif dan rasional-deduktif tersebut diatas.
Aristoteles menempatkan filsafat dalam suatu skema yang utuh untuk mempelajari realitas. Studi tentang logika atau pengetahuan tentang penalaran, berperan sebagai organon ("alat") untuk sampai kepada pengetahuan yang lebih mendalam, untuk selanjutnya diolah dalam theoria yang membawa kepada praxis. Aristoteles mengawali, atau sekurang-kurangnya secara tidak langsung mendorong, kelahiran banyak ilmu empiris seperti botani, zoologi, ilmu kedokteran, dan tentu saja fisika. Ada benang merah yang nyata, antara sumbangan pemikiran dalam Physica (yang ditulisnya), dengan Almagest (oleh Ptolemeus), Principia dan Opticks (dari Newton), serta Experiments on Electricity (oleh Franklin), Chemistry (dari Lavoisier), Geology (ditulis oleh Lyell), dan The Origin of Species (hasil pemikiran Darwin). Masing-masing merupakan produk refleksi para pemikir itu dalam situasi dan tradisi yang tersedia dalam zamannya masing-masing.

BAB III
KESIMPULAN
1.    Pra Socrates
Filsafat Pra Socrates adalah filsafat yang dilahirkan karena kemenangan akal asas atas dongeng atau mite-mite yang diterima dari agama yang memberitahukan tentang asal muasal segala sesuatu.
Dan filsafat pra Socrates ditandai usaha mencari asal (asas) segala sesuatu (arche) tidakkah dibalik keanekaragaman realitas di alam semesta itu hanya satu azas? Thales mengusulkan air, Anaximandros: yang tak terbatas,  Pythagoras dikenal oleh sekolah yang didirikannya untuk merenungkan hal itu, dan Zeno tentang dialektika.
2.    Socrates
mercu kehebatan pemikiran dan falsafah tamadun Yunani, proses ini dapat dicapaii Zaman Keemasan Tradisi Sastra dan Seni, pendahulu dari Eksistensialisme, disebut demikian karena tokoh-tokoh pemikir dunia terkenal seperti Socrates, Plato dan akhirnya Disebut demikian karena pada zaman ini sejarah menyebutkan bahwa awal mula dari munculnya ilmu kedokteran, ilmu alam dan lain-lain adalah pada zaman ini.
Tokoh-tokohnya yaitu
1.    Socrates
2.    Plato
3.    Aristiteles



DAFTAR PUSTAKA
1.    Bakker, Anton 1984. Metode Metode Filsafat,  Jakarta : Ghalia Indonesia.
2.    Noor, Hadian. Pengantar Sejarah Filsafat. Malang : Citra Mentari Group. 1997.
3.    Osborne, Richard. Filsafat Untuk Pemula.  Yogyakarta : Kanisius. 2001.
4.    Russell, Bertrand. Sejarah Filsafat Barat. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2004.
5.    Turnbull, Neil. Bengkel Ilmu Filsafat. Jakarta : Erlangga. 2005.
6.    www.filsafat-ilmu.blogspot.com/2008/01/teori-kebenaran.html