STUDI KASUS LANSIA JADI KORBAN PERCOBAAN PENCURIAN DENGAN KEKERASAN

BUMIAYU, akibat hantaman kayu yang diduga dilakukan oleh pencuri, H Jajuli (70) warga RT 01 RW 02 Desa Ragatunjung, Kecamatan Paguyangan, Brebes menderita luka cukup serius di bagian kepala dan tangan. Karena lukanya itu pula lansia itu kini harus menjalani perawatan di RS Margono Purwokerto.

Berdasarkan informasi yang berhasil dihimpun menyebutkan, kejadiannya bermula, ketika Rabu (11/11) H Jajuli bersama isterinya Siti Aisyah (68) bangun dari tidurnya sekitar pukul 02.00 dinihari untuk malaksanakan sholat malam atau tahajud. Tanpa disadari dan secara tiba-tiba kepalanya dihantam dari arah belakang dengan kayu oleh seseorang.

Korban pun berteriak dan teriakannya didengar oleh tetangganya, Widodo (37) yang langsung datang untuk menolongnya. “Saya dengar teriakan minta tolong dan langsung mendatanginya, ternyata H Jajuli terluka dan bersimbah darah,” tuturnya.

Tuturnya pula, korban sempat menyampaikan dirinya dipukul oleh seseorang dari belakang. “ Kata dia ada yang memukul dari belakang,”ucap Widodo. Pagi harinya kejadian dilaporkan ke pemerintah desa setempat yang dilanjutkan ke Polsek Paguyangan dan korban langsung menjalani pengobatan di Purwokerto. (Rabu, 11 November 2009)

PEMBAHASAN

Kasus di atas merupakan salah satu contoh mengenai percobaan melakukan jarimah. Untuk itu kami akan membahas kasus di atas berdasarkan hukum yang berlaku dalam islam dan hukum pidana di Indonesia.

Sebenarnya kasus di atas merupakan termasuk dalam kriteria gabungan jarimah. Yang mana untuk dapat memperlancar niatnya yaitu mencuri maka ia melakukan penganiayaan terlebih dahulu kepada si korban, yang dianggap sebagai penghalang dalam menjalankan niatnya tersebut. Yang dimaksud gabungan jarimah disini adalah apabila seseorang melakukan beberapa macam jarimah, dimana masing-masing jarimah tersebut belum mendapat keputusan terakhir.

Tetapi untuk pembahasan kasus ini, kami (pemakalah) tidak membahas lebih lanjut mengenai gabungan jarimah melainkan hanya membahas percobaan melakukan jarimah.

Yang dimaksud percobaan dalam KUHP Mesir adalah mulai melaksanakan suatu perbuatan dengan maksud (jinayah atau janhah), tetapi perbuatan tersebut tidak selesai atau berhenti karena ada sebab yang tidak ada sangkut pautnya dengan kehendak pelaku.


Dilihat dari kasus di atas, sebetulnya pencuri tersebut berniat untuk mencuri. Tetapi dikarenakan si korban yaitu H Jajuli dan isterinya Siti Aisyah bangun, maka untuk memperlancar niatnya tersebut maka si pelaku menghantam  kepala si korban dengan kayu dari belakang. Dan pelaku mengurungkan niatnya tersebut akibat si korban berteriak meminta tolong dan si pelaku melarikan diri tanpa sempat mengambil sesuatu apapun.

Maka perbuatan si pelaku tersebut termasuk dalam kategori percobaan melakukan jarimah. Percobaan sebagaimana pengertian yang dikemukakan di atas adalah mulai melakukan suatu perbuatan yang dilarang tetapi tidak selesai, termasuk kepada maksiat yang hukumannya adalah ta’zir. Yang dimaksud ta’zir adalah hukuman yang belum ditentukan oleh shara’ dan untuk penetapan pelaksanaannya diserahkan kepada uli al-amr (penguasa) sesuai bidangnya .

Dalam hukum pidana islam, sebab tidak selesainya suatu perbuatan dibagi menjadi salah satu dari dua hal yaitu adakalanya karena terpaksa atau karena kehendak sendiri. Perbuatan yang tidak selesai karena kehendaknya sendiri dibedakan lagi menjadi dua yaitu karena taubat atau bukan karena taubat.

Sedangkan sebab tidak selesainya perbuatan si pelaku tersebut termasuk dalam kategori karena terpaksa. Hal tersebut ditimbulkan karena si korban berteriak ketika si pelaku menghantam kepala korban dengan kayu dari belakang guna untuk memperlancar aksinya.

Di karenakan tidak selesainya jarimah tersebut karena terpaksa dan perbuatan si pelaku tersebut dapat dikategorikan sebagai ma’siat maka si pelaku di atas tetap harus dikenakan hukuman.

Tetapi jika yang terjadi sebaliknya yaitu tidak selesainya tindakan pelaku akibat kehendaknya sendiri (taubat) maka dalam pandangan islam terjadi perbedaan pendapat antara para fuqaha. Yang pertama pendapat beberapa fuqaha dari mazhab Syafi’i dan Hambali mengatakan bahwa taubat bisa menghapuskan hukuman, hal ini didasarkan pada surah Al-Maa’idah ayat 38, kemudian diikuti dengan pernyataan tentang pengaruh taubat pada ayat 39 yang berbunyi:

           •     

“Maka Barangsiapa bertaubat (di antara pencuri-pencuri itu) sesudah melakukan kejahatan itu dan memperbaiki diri, Maka Sesungguhnya Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-Maaidah: 39)

Yang kedua: menurut pendapat Imam Malik, Imam Abu Hanifah dan beberapa fuqaha dari kalangan mazhab Syafi’I dan Hambali, taubat tidak menghapuskan hukuman kecuali hanya untuk jarimah hirabah.

Yang ketiga: menurut pendapat Ibn Taimiyah dan Ibn Al Qayyim dari pengikut mazhab Hambali, bahwa hukuman dapat membersihkan maksiat dan taubat bisa menghapuskan hukuman untuk jarimah-jarimah yang berhubungan dengan hal Allah (hak masyarakat) kecuali apabila pelaku meminta untuk dihukum maka ia bisa dijatuhi hukuman walaupun ia telah bertaubat.

Menurut ketentuan pokok dalam syariat islam yang berkaitan dengan jarimah hudud dan qishas, hukuman-hukuman yang telah ditetapkan untuk jarimah yang telah selesai, tidak boleh diberlakukan untuk jarimah yang belum selesai (percobaan). Oleh karena itu percobaan pencurian tidak boleh dihukum dengan had pencurian yaitu potong tangan. Dengan demikian, hukuman untuk jarimah percobaan adalah hukuman ta’zir itu sendiri.

Kembali pada kasus diatas, hukuman yang pantas diterima oleh orang tersebut menurut pemakalah kalau dilihat dari hukum islam tersendiri jika orang itu terbukti jelas akan melakukan pencurian tapi belum selesai maka orang itu akan mendapat hukuman ta’zir dan hukuman lain yang menyangkut penganiayaan yang dilakukannya karena telah memukul kepala Jajuli dengan kayu.

Namun jika dalam putusan hukuman ternyata ada keraguan (doubt) bahwa orang itu berniat akan mencuri atau tidak atau hanya ingin melukai korban karena sebab sesuatu maka hukuman untuk percobaan pencurian ini batal dikarenakan putusan untuk menjatuhkan hukum harus dilakukan dengan keyakinan, tanpa adanya keraguan. Ini berkaitan dengan asas hukum pidana islam yang menyangkut masalah asas praduga tak bersalah. Yang dimaksud dengan asas praduga tak bersalah adalah setiap orang dianggap tidak bersalah untuk suatu perbuatan jahat kecuali dibuktikan kesalahannya pada sebuah kejahatan tanpa ada keraguan. Ulama menyusun kaidah yang artinya hudud gugur karena syubhat.

Berarti orang tersebut tetap dijatuhi hukuman menyangkut karena dia telah melukai korban dengan memukul kepala dengan kayu, dan hukumannya akan diserahkan kepada uli al-amri (penguasa).

Dan dilihat dalam hukum positif di Indonesia jika orang itu terbukti akan melakukan pencurian dalam artian percobaan melakukan kejahatan maka orang tersebut akan terkena hukuman sesuai dengan pasal 53 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan ditambah dengan hukuman penganiayaan sejalan karena dia telah memukul korban yang dapat menimbulkan luka-luka.