CLONING CELL DALAM KAITANNYA DENGAN HUKUM PERKAWINAN DAN WARIS

Makalah
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah
“ Pemecahan Masalah Hukum Keluarga Islam”

Oleh:
MUKLISIN
Dosen Pembimbing:
Hasan Ubaidillah


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURABAYA
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSIYAH
FAKULTAS SYARIAH
2011

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah segala puji atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tepat waktu. Sholawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan ajaran agama islam kepada umat manusia.

Makalah ini diajukan dengan dasar memenuhi tuntutan program Sistem Kredit Semester (SKS). Dan dengan tujuan melatih mahasiswa agar dapat membuat  Karya Ilmiah dengan baik dan benar.

Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah berjasa dalam penyusunan makalah ini, diantaranya :

1.        Kepada Bapak Dr. HM, Shoimuddin Umar, SH. MSi, selaku dosen pembimbing mata kuliah Hukum  Pidana Militer.

2.        Kepada Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syari’ah yang telah memberikan beberapa ilmu pengetahuan sehingga dapat menunjang tersusunnya makalah ini.

3.        Kepada semua pihak yang terlibat dalam penulisan makalah ini yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca  pada umumnya. Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka yang telah berjasa tersebut diatas dengan balasan yang lebih banyak. Amin…

Surabaya, 22 Oktober  2011

PENULIS

BAB 1

PENDAHULUAN

A.      Latar belakang

Berkat kemajuan yang sudah dicapai, maka tidak mengherankan bila sebuah rekayasa genetika dan bio teknologi menjadi suatu kajian yang ilmiah, dan penuh kontroversi.

Istilah "kloning" selama ini lebih banyak memberikan kesan menakutkan daripada harapan. Ini dikarenakan perkembangan teknologi kloning yang muncul lebih banyak mengarah kepada kloning reproduksi, yaitu membuat individu baru yang identik. Walaupun banyak pula manfaatnya, terutama untuk peternakan seperti pemuliaan sapi unggul, tetapi sangat mudah di salah gunakan untuk menciptakan manusia kloning yang sangat kontroversial.

Sedangkan Kloning pada manusia termasuk isu besar, namun respon yang beragam dari ulama kontemporer seperti Quraish Shihab, Ali Yafi, Abdul Mufti Bayoumi, Yusuf Al-Qordhawi, HM Amin Abdulloh termasuk juga majelis ulama Indonesia MUI pada tahun 2000 yang mengeluarkan fatwa mengharamkan koloning manusia dengan berbagai alasan, hal ini juga sangat berpengaruh terhadap kedudukan hukum perkawian dan kewarisan dalam Islam itu sendiri. Melalui makalah ini penulis akan membahas mengenai pandangan hukum Islam terhadap adanya kloning, dan kedudukan kloning terhadap hukum perkawinan dam kewarisan dalam Islam.

B.       Rumusan masalah

1.        Bagaimana pandangan hukum Islam terhadap dilakukannya cloning cell?

2.        Bagaimana cloning cell dalam kaitannya dengan hukum perkawinan dan  kewarisan Islam?

C.      Tujuan

1.        Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap dilakukannya cloning cell.

2.        Untuk mengetahui cloning cell dalam kaitannya dengan hukum perkawinan dan  kewarisan Islam.

BAB II

LANDASAN TEORI

A.      Pengertian cloning cell

Secara harfiah, kata “klon” (Yunani: klon, klonos) berarti cabang atau ranting muda. Kloning berarti proses pembuatan (produksi) dua atau lebih individu (makhluk hidup) yang identik secara genetik. Kloning organisme sebenarnya sudah bcrlangsung selama beberapa ribu tahun lalu dalam bidang hortikultura. Tanaman baru, misalnya, dapat diciptakan dari sebuah ranting. Dalam dunia hortikultura (dunia perkebunan) kata “klon” masih digunakan hingga abad ke-20.

Secara mendetail, dapat dibedakan 2 jenis kloning. Jenis pertama adalah pelipat gandaan hidup sejak awal melalui pembagian sel tunggal menjadi kembar dengan bentuk identik. Secara kodrati, mereka seperti “anak kembar”. Jenis kedua adalah produksi hewan dari sel tubuh hewan lain.

B.       Tata cara pelaksanaan cloning cell

Setiap kloning manusia memerlukan sel somatik tetapi juga memerlukan sel telur. Sel somatik adalah semua sel, selain sel reproduksi. Dalam setiap sel terdapat organ berupa dinding sel, membran sel, neuklus. Dinding sel berfungsi untuk melindungi dan menguatkan sel. Membran sel sebagai pengatur peredaran zat dari dan ke dalam sel. Neuklus adalah pengatur segala seluruh kegiatan hidup dari sel, termasuk proses perkembangbiakan. Kloning manusia mempunyai proses atau cara yang hampir sama dengan bayi tabung. Pertama dilakukan pembuahan sperma dan ovum diluar rahim, setelah terjadi pembelahan (sampai maksimal 64 pembelahan) di tanam di dalam rahim, sel intinya diambil dan diganti dengan sel inti manusia yang akan di kloning.

Dalam tahapan kloning sel, setelah inti sel dari sel dewasa ditransfer ke dalam sel telur yang telah dihilangkan intinya, diperlukan waktu untuk sel tersebut di diamkanyang disebut waktu "pemrograman kembali".

C.       Faktor dilakukannya cloning cell

Faktor dilakukannya kloning reproduksi terutama untuk bidang peternakan yaitu dengan membuat individu baru yang identik, dan ini banyak pula manfaatnya seperti pemulihan sapi unggul.

Sedangkan kloning reproduksi yang diciptakan oleh manusia itu sendiri dilakukannya karena faktor ingin menghasilkan keturunan. Dilakukannya kloning ini juga ketika dihadapkan dalam permasalahan untuk seorang pasangan yang mengalami gangguan infertilisasi.

Namun patut dingat kloning manusia memang mengandung beberapa resiko kematian dan gangguan pasca kelahiran.

BAB III

PEMBAHASAN

A.      Tinjauan hukum Islam terhadap adanya cloning cell.

Mengenai landasan hukum Islam terhadap adanya kloning terdapat banya perbedaan pendapat.

Para ulama yang mengharamkan kloning manusia memiliki beberapa alasan diantaranya:

1.         Anak-anak produk proses kloning tersebut dihasilkan melalui cara yang tidak alami. Anak keturunan harus berasal dari perkawinan yang sah (al-zawaj  al-syar’i) antara suami istri.

2.         Seluruh keadaan yang dintervensi oleh pihak ketiga terhadap suami istri (al-alaqah al-zaujiyah) baik itu melalui rahim, sel telur, sperma atau sel tubuh lain yang digunakan dalam proses kloning diharamkan. Sesuai dengan QS. An Nisa : 119

3.         Anak-anak produksi kloning dari perempuan saja (tanpa adanya laki-laki), tidak akan mempunyai ayah oleh karena itu disebut anak zina.

4.         Kloning manusia akan menghilang nasab (garis keturunan). Padahal Islam telah mewajibkan pemeliharaan nasab.

5.         Memproduksi anak melalui proses kloning akan mencegah pelaksanaan banyak hukum-hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara bapak dan anak, hubungan kemahraman, bila diingat anak hasil kloning hanya mempunyai DNA dari donor neklus saja. Sehingga walaupun neuklus berasal dari suami (ayah si anak), maka DNA yang ada dalam tubuh anak tidak membawa DNA ibunya, dia seperti bukan anak ibunya (tak ada hubungan darah, hanya sebagai  anak susuan) dan persis bapaknya.

Sedangkan menurut M. Ali Shodikin SH.I bahwa kloniing reproduksi diperbolehkan dengan beberapa alassan dibawah ini:
-->

1.         Anak (keturunan) yang dihasilkan melalui kloning harus berasal dari perkawinan yang sah (al-zawaj al-syar’i) antara suami istri. Untuk itu yang alasan penharaman kloning bagi pasangan suami istri yang tidak sah tidaklah tepat, untuk dijadikan sebuah  alasan larangan kloning.

2.         Kloning reproduksi dapat dismakan dengan bayi tabung. Jika batas-batas diperkerkenankan bayi tabung, seperti asal pemilik ovum, sperma, dan rahim terpenuhi, yanpa melibatkan pihak ketiga (donor atau sewa rahim), dan dilaksanakan ketika suami istri masih terikat pernikahan maka hukum kloning reproduksi sama dengannya.

3.         Diperbolehkan kloning manusia dikarenakan istri harus menggunakan sel somatik suami.

4.         Sel somatik dari suami ditransfer ke dalam sel telur yang diambil dari isterinya. Hal ini tidak menyalahi surat Al- Insan ayat 2, yang menyatakan bahwasannya manusia terbentuk dari setetes air yang bercampur (nutfah amsyaj). Nutfah dari suami berupa sel somatik, sedangkan dari isteri berupa enucleated oocyte. Percampuran dilakukan dalam sebuah cawan, setelah embrio yang berbentuk blastosit berumur sekitar 6 hari diimplankan ke rahim isteri sampai pada proses melahirkan.

5.         Alasan hilangnya nasab dan tercegahnya pelaksanaan hukum-hukum syara’ tidak bisa dibuat alasan untuk mengharamkan kloning reproduksi untuk seorang istri yang mengalami gangguan infertilisasi. Karena nasab anak kecil hasil kloning tetap dianasabkan pada orang tuanya. Jadi untuk mendapatkan anak melalui proses kloning tidak akan mempengaruhi hukum-hukum syara’, seperti hukum tentang perkawinan, nasab, nafkah, hak, dan kewajiban antara bapak dan anak, waris, perawatan anak, hubungan kemahraman, hubungan asabah, dan lain-lain.

6.         Prof. Dr. Ahmaf Mustajir, seorang pakar genetika yang sangat terkenal menyebutkan bahwa setelah dipisahkan ovum dan inti selnya maka tersisa sitoplasma yang sebelumnya inti sel. Yang berfungsi untuk menurunkan sifat keturunan yang hanya dimiliki seorang ibu. Jadi tetap saja ibu memiliki pengaruh.

7.         Tafsir Surat Al- Mukminun ayat 13-14

و لقد  خلقنا الا نسان من سلل لة من طين ثم جعلناه نطفة في قران مكين ثم خلقنا النطفة علقة فخلقنا العلقة مضغة  فخلقنا المضغة عظا ما لعظام لحما ثم أنشأناه خلقا أخر فتبرك الله أحسن الخا لقين

“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari sesuatu sari pati (berasal) dari tanah. Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci Alloh, Pencipta Yang Paling Baik”

Jika dilihat dari kejadian manusia yang diciptakan dari nutfah yakni cairan air jernih, bukan hanya bermakna air mani, karena akar katanya menunjukkan arti mengalir, dan setetes kecil. Namun, sebagian besar ulama tafsir mengartikan nutfah sebagai air mani. Adalah Ibnu Katsir dan Fakhrurrazi yang mengartikan nutfah itu salah dengan makna lain. Namun tidak bagi orang yang menerjemahkan nutfah itu dengan makna lain. Namun tidak bagi orang yang menerjemahkan nutfah itu dengan makna air mani karena diambil dari ayat yang lain yang menyebutkan dalam Surat Al-Qiyamah ayat 37

ألم يك نطفة من مني يمنى

Artinya: “Bukankah dia dahulu setetes air dari mani yang ditumpahkan (ke dalam rahim)

Ayat di atas dapat difahami bahwa nutfah itu merupakan bagian dari saripati mani, yang di lain ayat disebutkan sebagai air yang lemah. Bila arti setetes cairan yang diambil dari konteks ini maka kloningpun melewati fase setetes cair. Sel somatik merupakan inti dari sebuah sel dari bagian tubuh manusia, oleh karena penulis menyamakan sel somatik dengan nutfah.

Nutfah dalam arti yang lain berarti setetes yang dapat membasahi. Dari sini dapat dipahami bahwasannya nutfah adalah bagian terkecil sel reproduksi laki-laki dan perempuan, bukan seluruhnya.

Proses koloning reproduksi adalah bentuk usaha manusia untuk menghasilkan keturunan. Keterangan ini juga membuka peluang bisa berlangsungnya proses kloning, karena untuk meniupkan ruh dan menjadikannya makhluk ataupun tidak tergantung pada Alloh. Yang jelas

B.       Cloning cell dalam kaitannya dengan hukum perkawinan Islam dan hukum kewarisan Islam.

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis, melakukan hubungan kelamin atau bersetubuh. Perkawinan disebut juga “pernikahan”, berasal dari kata نكاح yang menurut bahasa artinya mengumpulkan, saling memasukkan, dan digunakan untuk arti bersetubuh. Tujuan perkawinan menurut agama Islam ialah untuk memenuhi petunjuk agama dalam rangka mendirikan keluarga yang harmonis, sejahtera, dan bahagia.

Tujuan perkawinan itu dapat juga dikembangkan sebagai berikut:

1.      Mendapatkan dan melangsungkan keturunan.

2.      Memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan kasih sayangnya.

3.      Memenuhi panggilan agama, memelihara diri dari kejahatan dan kerusakan.

4.      Menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta kewajiban, juga bersungguh sungguh untuk memporoleh harta kekayaan yang halal.

5.      Membangun rumah tangga untuk membentuk masyarakat yang tenteram atas dasar cinta dan kasih sayang.

Dalam kelima tujuan perkawinan di atas salah satu yang berbunyi mendapatkan dan melangsungkan keturunan. Anak sebagai

BAB IV

ANALISIS

A.      Analisis hukum Islam terhadap adanya cloning cell

B.       Analisis hukum perkawinan dan kewarisan Islam terhadap adanya cloning cell