TAFSIR HUKUM ISLAM


penegakan hukum

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Tafsir ”

Oleh

AMRIH YUSROH

Dosen Pembimbing :

Imdadur Rahman, SHI.MHI

FAKULTAS SYARI’AH

JURUSAN AKHWAL AL-SYAHSIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURABAYA

2010

Ayat Tentang Penegakan Hukum

A.    Surat An-Nisa’ ayat 59

"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al- Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kalian benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian) dan lebih baik akibatnya)".

Mufrodat  Ayat:

تأويلا = مالا وعاقبة

Tafsir Ayat

Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Fadl, telah menceritakan kepada kami Hajaj ibnu Muhammad Al-A'war, dari ibnu juraij, dari Ya'la ibnu Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair, dari ibnu Abbas sehubungan dengan surat An-Nisa' ayat 59. Ibnu Abbas mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Abdullah ibnu Huzafah ibnu Qais ibnu Addi ketika ia diutus oleh rasulullah SAW. untuk memimpin suatu pasukan khusus.

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dari Al-A'masy, dari Sa'd ibnu Ubaidah, dari Abu abdur Rahman As-Sulami, dari Ali yang menceritakan kepada Rasulullah SAW. Mengirimkan suatu pasukan khusus, dan mengangkat menjadi panglimanya seorang laki-laki dari kalangan Ansar. Manakala mereka berangkat, maka si lelaki Ansar tersebut menjumpai sesuatu pada diri mereka. Maka ia berkata kepada mereka,"Bukankah Rasulullah SAW. telah memerintahkan kepada kalian untuk taat kepadaku?" Mereka menjawab," Memang benar." Lelaki Ansar itu berkata," Kumpulkanlah kayu bakar buatku." Setelah itu si lelaki Ansar tersebut meminta api, lalu kayu itu dibakar. Selanjutnya lelaki Ansar berkata," Aku bermaksud agar kalian benar-benar memasuki api itu." Lalu ada seorang pemuda dari kalangan mereka berkata," Sesungguhnya jalan keluar bagi kalian dari api ini hanyalah kepada Rasulullah. Karena itu, kalian jangan tergesa-gesa sebelum menemui Rasulullah. Jika Rasulullah SAW memerintahkan kepada kalian agar memasuki api itu, maka masukilah. Kemudian mereka kembali menghadap Rasullullah SAW dan menceritakan hal itu kepadanya. Maka Rasulullah SAW, bersabda kepada mereka. " Seandainya kalian masuk ke dalam api itu, niscaya kalian tidak akan keluar untuk selama-lamanya. Sebenarnya ketaatan itu hanya dalam kebaikan. Hadist riwayat Imam Bukhari. Dari Abu Hurairah r.a disebutkan:

"Kekasihku (Nabi SAW) telah mewasiatkan kepadaku agar aku tunduk dan patuh (kepada pemimpin), sekalipun dia (si pemimpin) adalah budak Habsyah yang cacat anggota tubuhnya (tuna daksa)"

Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Hammam, telah menceritakan kepada kami Qatadah, dari Ibnu Hurayyis, dari Imron ibnu Husain, dari Nabi SAW yang telah bersabda:

لا طاعة في معصية الله

"Tidak ada ketaatan dalam maksiat kepada Allah"

Firman Allah SWT:

bÎ*sù ÷Läêôãt“»uZs? ’Îû &äóÓx« çnr–Šãsù ’n<Î) «!$# ÉAqß™§9$#ur

"kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alllah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya). (An-Nisa: 59)

Menurut mujahid dan bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, yang mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah mengembalikan hal tersebut kepada Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnah Rasulullah SAW.

Hal ini merupakan perintah Allah SWT. Yang menyebutkan bahwa segala sesuatu yang diperselisihkan di antara manusia menyangkut masalah pokok-pokok agama dan cabang-cabangnya, hendaknya perselisihan mengenai itu dikembalikan kepada penilaian Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Maka apa yang diputuskan oleh Kitabullah dan Sunnah Rasulullah yang dipersaksikan kesahihannya, maka hal itu adalah perkara yang hak.Tiadalah sesudah perkara yang baik, melainkan hanya kebatilan belaka. Karena itu dalam firman selanjutnya disebutkan.:

bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 yºs

Jika kalian benar-benar berimah kepada Allah dan hari kemudian. (An-Nisa':59)

Kembalikanlah semua perselisihan dan kebodohan itu kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, lalu carilah keputusan masalah yang kalian perselisihkan itu kepada keduanya.

Hal ini menunjukkan bahwa barang siapa yang tidak menyerahkan keputusan hukum kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya di saat berselisih pendapat, dan tidak mau merujuk kepada keduanya, maka dia bukan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Firman Allah SWT:

     Žöyz 7Ï9ºsŒ ×

Yang demikian itu lebih utama (bagi kalian). (An-Nisa: 59)

Yakni menyerahkan keputusan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, serta merujuk kepada keduanya dalam menyelesaikan perselisihan pendapat merupakan hal yang lebih utama.

 ¸xƒÍrù's?`|¡ômr&ur

dan lebih baik akibatnya. (An-Nisa: 59)

Yaitu lebih baik akibat dan penyelesaian, menurut pendapat As-Sauddi dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang. Sedangkan menurut Mujahid, makna yang dimaksud ialah lebih baik penyelesainnya: apa yang dikatakan mujahid itu lebih dekat kepada kebenaran.

Munasabah Ayat:

لما ذكر الله تعالى ثوب الذين امنوا وعمل الصالحات ذكر بعض تلك الأعمال وأجلها وهو اداء الامانات ةالحكم بالعدل بين الناس واطاعة الله والرسول وأولى الامر

Asbabul Nuzul

            Ayat ke-59 diturunkan sehubungan dengan Abdillah bin Hudzafah  bin Qais ketika diutus Rasulullah SAW untuk memimpin suatu pasukan perang. (H.R. Bukhari dan yang lain dari Ibnu Abbas dengan riwayat).

            Menurut pendapat Imam ad-Dawudi keterangan riwayat di atas adalah menyalahgunakan nama Ibnu Abbas. Sebab jalan cerita tentang Abdillah bin Hudzafah adalah sebagai berikut: ”di kala Abdillah bin Hudzafah sedang marah-marah (emosi) kepada anak buahnya, dia menyalakan api unggun dan memerintahkan kepada mereka agar terjun memasuki nyala api tersebut. Pada waktu itu sebagian anak buahnya ada yang menolak secara terus terang dan ada yang melarikan diri sehingga mereka hampir hanyut ditelan api”. Sekiranya ayat ini diturunkan sebelum terjadinya peristiwa yang terjadi di atas, mengapa ayat ini dikhususkan untuk mentaati perintah pimpinan yang saat itu adalah Abdillah bin Hudzafah. Sedangkan pada waktu yang lain tidak. Sekiranya ayat ini diturunkan sesudah peristiwa Abdillah bin Hudzafah, maka berdasarkan hadist Nabi perintah yang wajib ditaati adalah perintah yang makruf (baik), tetapi mengapa mereka tidak mentaatinya?

Masalah ini diberi jawaban oleh Imam al-Hafidz Ibnu Hajar, bahwa kisah Abdillah bin Hudzafah adalah munasabah (pantas) disangkut-pautkan dengan latar belakang turunnya ayat ke-59 ini, dengan alasan karena dalam kisah itu dicantumkan adanya pembatasan antara taat kepada perintah pimpinan dan menolak perintah, yaitu menolak untuk terjun ke dalam api yang dinyalakan oleh Abdilah bin Hudzafah. Di saat yang sangat gawat anak buah Abdillah bin Hudzafah  membutuhkan petunjuk terhadap apa yang harus dilakukan di saat yang sangat menentukan itu. Sedangkan ayat ke-59 ini turun dengan membawa petunjuk yang memberikan keterangan bagi mereka apabila mengadakan perdebatan atau perselisihan pendapat hendaklah segera dikembalikan kepada Allah (Al-Qur’an) dan sunnah Rasul. Demikian Ibnu Hajar memberikan jawaban.

Menurut pendapat Ibnu Jarir ayat ke-59 ini diturunkan sehubungan dengan peristiwa Amar bin Yasir yang melindungi seorang tawanan perang tanpa seizin panglima perangnya yang saat itu dipegang oleh Khalid bin Walid sehingga terjadi salah paham di kalangan mereka. Oleh sebab itu diturunkanlah ayat ini sebagai petunjuk dalam menjernihkan suasana ini.

Pada suatu saat Rasulullah SAW mengirim pasukan perang di bawah panglima khalid bin Walid yang di dalamnya terdapat Amar bin Yasir. Mereka berjalan mendahului pasukan yang dipimpin Khalid. Setelah mereka sampai di dekat tempat tujuan mereka berhenti, sehingga datanglah seseorang memberi kabar bahwa penduduk kampung telah pergi meninggalkan tempat tinggalnya, kecuali tinggal seorang lelaki. Kemudian mereka mengumpulkan seluruh harta kekayaan penduduk, dan di tengah malam nan gelap gulita mereka di bawah pimpinan Amar bin Yasir mendatangi pasukan Yasir, sebab ada seorang lelaki yang mencarinya. Lelaki itu setelah datang menghadap kepada Amr bin Yasir berkata : ”Wahai Abi Yaqin,sesungguhnya kami telah memeluk agam Islam, dan bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah dan Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah. Sesungguhnya keumku ketika mendenganr kamu datang telah pergi meninggalkan kampung. Dan kami tetap tinggal di kampung seorang diri. Adakah ke-Islamanku itu bermanfaat bagi diriku. Kalau tidak manfaat, maka kami akan ikut lari juga”. Jawab Umar bin Yasir: ’Berguna, berdirilah!”. kemudian lelaki itu berdiri. Pada keesokan harinya Khaid biin Walid mengadakan serangan umum di desa (kampung) itu, tetapi tidak dijumpai seorang pun dari penduduk, kecuali seorang lelaki yang baru saja datang kepada Amar bin Yasir. Kemudian harta lelaki itu diambil, sehingga berita ini sampai kepada Amar bin Yasir. Kemudian Amar bin Yasir mendatangi Khalid bin Walid seraya berkata : ”lepaskanlah lelaki ini, sebab dia telah memeluk Islam dan dia menjadi tanggunganku”. Jawab Khalid: ”mengapa kamu mengingkari perjanjian taat kepada pemimpin?” kemudian dua orang itu – Khalid bin Walid dan Amar bin Yasir – bersitegang leher sehingga suara mereka sangat keras. Kemudian dua orang tua mengadu kepada Rasulullah SAW. Kemudian Rasulullah SAW memberikan jawab dengan membenarkan perbuatan Amar bin Yasir melindungi tawanan perang itu, tetapi melarangnya untuk melakukan yang kedua kalinya. Khalid berkata : ”wahai Rasulullah, adakah aku diperbolehkan mencaci maki hamba yang tolol ini”. Jawab Rasulullah: ”wahai Khalid, janganlah kamu mancaci Amir bin Yasir. Barang siapa yang mencaci maki Amir berarti mencaci Allah, dan siapa yang marah kepada Amar berarti marah kepada Allah, serta orang yang melaknati Amar berarti melaknati Allah SWT. Oleh karena Khalid terlanjur mencaci maki Amar, maka mendengarRasulullah SAW bersabda seperti itu Amar naik pitam. Namun akhirnya mereka berdua saling ridha dengan ketentuan Rasulullah SAW. Sehubungan dengan peristiwa itu Allah SWT menurunkan ayat ke-59 sebagai ketegasan tentang cara menyelesaikan msalah apabila ada dua orang yang berbeda pendapat.

(H.R. Ibnu Jarir dari Muhammad bin Husian dari Ahmad bin Fadhli dari Asbath dari Suddi)

Surat An-Nisa’ : 65

Ÿxsù y7În/u‘ur Ÿw šcqãYÏB÷sム4Ó®Lym x8qßJÅj3ysム$yJŠÏù tyfx© óOßgoY÷t/ §NèO Ÿw (#r߉Ågs† þ’Îû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøŠŸÒs% (#qßJÏk=|¡ç„ur $VJŠÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ

" Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak mersa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa:65)

Mufrodat Ayat:

يحكموك  = يجعلوك حكما ويفوضوا الأمر اليك

وشجر   = اختلط الأمر فيه واختلف (حرجا) ضيقا او شكا قضيت حكمت به (ويسلموا تسليما) ينقادوا ويذعنوا من غير معارضة

Tafsir Ayat

Allah SWT bersumpah dengan menyebut diri-Nya Yang Maha Mulia lagi Maha Suci, bahwa tidaklah beriman seseorang sebelum ia menjadikan Rasul SAW sebagai hakimnya dalam semua urusannya. Semua yang diputuskan oleh Rasul SAW adalah perkara yang hak dan wajib diikuti lahir dan batin. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:

§NèO Ÿw (#r߉Ågs† þ’Îû öNÎhÅ¡àÿRr& %[`tym $£JÏiB |MøŠŸÒs% (#qßJÏk=|¡ç„ur $VJŠÎ=ó¡n@ ÇÏÎÈ 

kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa:65)

Dengan kata lain, apabila mereka meminta keputusan hukum darimu, maka mereka menaatinya dengan tulus ikhlas sepenuh hati mereka, dan dalam hati mereka tidak terdapat suatu keberatan pun terhadap apa yang telah engkau putuskan, mereka tunduk kepadanya secara lahir batin serta menerimnya dengan sepenuhnya, tanpa ada rasa mengganjal, tanpa ada tolakan, dan tanpa ada sedikit pun rasa menentangnya. Seperti yang dinyatakan di dalam sebuah hadist yang mengatakan:" Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasan-Nya, tidak sekali-kali seseorang di antara kalian beriman sebelum keinginannya mengikuti keputusan yang telah ditetapka olehku.

Munasabah:

كانت الايات السابقة تنديدا بموقف المنافقين الذين أعرضوا عن التحاكم الى الرسول واثروا عليه التحاكم الى الطاغوت، وهنا اراد الله تعالى تقرير مبدأ عام وهو فرضية طاعة الرسول بل وكل رسول مرسل.

ASBABUN-NUZUL

Pada suatu waktku Zubait bin Awam pernah berselisih dengan seorang sahabat Anshar tentang masalah pengairan kebun. Rasulullah SAW bersabda: ”Wahai Zubair, airilah lebih dahulu kebunmu, baru sesudah itu alirkanlah air itu ke kebun tetanggamu!”. mendengar perintah Rasulullah SAW yang demikian seorang lelaki dari sahabat Anshar itu berkata: ”Wahai Rasulullah, kamu telah memerintahkan yang demikian karena Zubair adalah anak bibimu?”. mendengar kata-kata ini merah padamlah muka Rasulullah SAW, karena beliau merasa sangat tersinggung. Selanjutnya beliau bersabda: ”Wahai Zubair, siramilah kebunmu sehingga terbenam air pematangnya, baru kemudian berikanlah air itu kepada tetanggamu!”. akhirnya Zubair bin Awam dapat menggunakan air dengan leluasa dan sepuas hati. Sesudah itu mereka menggunakan air dengan ketentuan yang telah ditentukan oleh Rasulullah SAW. Zubair bin Awam mengemukakan pendapatnya, bahwa ayat ke-65 ini diturunkan berkenaan dengan peristiwa yang menimpa dirinya tersebut.

(H.R. Imam Enam dari Abdillah bin Zubair).

Pada suatu waktu Zubair bin Awam mengadu kepada Rasulullah SAW tentang perselisihannya dengan seorang lelaki tentang cara mengairi kebun. Rasulullah SAW memutuskan, bahwa Zubiar yang berada dalam posisi benar. Maka lelaki yang menjadi Zubair berkata: ”Wahai Rasulullah, kamu memberikan keputusan yang demikian karena Zubair adalah familimu”. Sehingga dengan peristiwa ini Allah SWT menurunkan ayat ke-65 sebgai peringatan bagi orang yang beriman agar selalu tunduk dan taat kepada apa yang menjadi keputusan Rasulullah SAW.

(HR. Thabrani dalam kitab al-Kabirnya dari Humaidi dalam kitab Musnadnya dari Ummi Salamah)

Ayat ke-65 ini diturunkan sehubungan dengan peristiwa yang dialami oleh Zubair bin Awam. Pada suatu waktu Zubair bin Awam berselisih dengan Habib bin Abi Balta’ah tentang masalah air untuk mengairi kebun. Kedua orang itu datang menghadap kepada Rasulullah SAW untuk mendapatkan pengadilan tentang masalah tersebut. Rasulullah SAW memberikan keputusan hukum agar kebun yang berada di bagian atas diairi lebih dahulu, baru kemudian yang di bawah (dihilir). Padahal yang berada di atas (di hulu) adalah milik Zubair bin Awam, sehingga lawan Zubair merasa dirugikan oleh Rasulullah SAW. Dia menuduh Rasulullah SAW memberikan hukum yang tidak adil, karena Zubair bin Awam masih famili Rasulullah. Sehubungan dengan tuduhan lelaki tersebut Allah SWT menurunkan ayat ....... jadi ketentuan Rasulullah SAW, tidak boleh membangkang sama seakali. Rasulullah SAW pasti selalu berbuat jujur dan adil dalam segala hal.

(HR. Ibu Abi Hatim dari Sa’ad bin Musayyab).
-->

Pada suatu ketika datang dua orang menghadap Rasulullah SAW untuk minta penyelesaian hukum tentang perkara yang sedang mereka persengketakan. Setelah Rasulullah SAW memberi keputusan hukum, laki-laki itu ada yang kurang merasa puas dan naik banding kepada Umar bin Khathab. Kedua orang itu berangkat menghadap kepada Umar bin Khathab, dan mengemukakan maksud tujuan mereka menghadap. Kemudian salah seorang dari mereka berkata: ”Rasulullah SAW telah memberi hukum dan memenangkan saya atas orang ini. Akan tetapi dia merasa kurang puas dengan keputusan Rasulullah itu, sehingga mengajakku menghadap tuan untuk naik banding”. Umar bin Khathab berkata: ”apakah benar demikian? Tunggulah aku sampai dengan datang kepadamu berdua kembali. Aku akan memberimu keputusan hukum yang tegas”. Selang tiada lama Umar bin Khathab kembali kepada dua orang tersebut dengan membawa pedang terhunus dan memukul orang yang bermaksud naik banding lantaran tidak puas dengan keputusan yang diberikan oleh Rasulullah SAW. Dan orang itupun mati. Sehubungan dengan peristiwa itu Allah SWT menurunkan ayat ke-65 sebagai ketegasan hukum tentang wajibnya mentaati dan menerima apa yang menjadi keputusan Rasulullah SAW. Kalau membangkang, maka halal untuk dibunuh sebagaimana yang dilakukan oleh Umar bin Khathab.

(HR. Ibnu Abi Hatim dan Ibnu Marduwah dari Abi Aswad. Diterangkan hadis ini dalam sanadnya terdapat seorang yang bernama Ibnu Luhai’ah. Sekalipun demikian hadis ini mempunyai penguat beberapa hadis yang diriwayatkan oleh Rahim di dalam kitab Tafsirnya dari Utbah bin Dhamrah dari ayahnya).

Al-Maidah ayat 49:

Èbr&ur Nä3ôm$# NæhuZ÷t/ !$yJÎ/ tAt“Rr& ª!$# Ÿwur ôìÎ7®Ks? öNèduä!#uq÷dr& öNèdö‘x‹÷n$#ur br& š‚qãZÏFøÿtƒ .`tã ÇÙ÷èt/ !$tB tAt“Rr& ª!$# y7ø‹s9Î) ( bÎ*sù (#öq©9uqs? öNn=÷æ$$sù $uK¯Rr& ߉ƒÌãƒ ª!$# br& Nåkz:ÅÁムÇÙ÷èt7Î/ öNÍkÍ5qçRèŒ 3 ¨bÎ)ur #ZŽÏWx. z`ÏiB Ĩ$¨Z9$# tbqà)Å¡»xÿs9 ÇÍÒÈ   

Mufrodat:

(أن يفتنوك) لئلا يضلوك عنه او يميلوا بك من الحق الى الباطل (فان تولوا) عن الحكم المنزل وأرادوا غيره (فاعلم أنما يريد الله ان يصيبهم ببعض ذنوبهم) اي يعاقبهم فى الدنيا بذنب التولي عن حكم الله وارادة خلافه، فوضو بعض ذنوبهم موضع ذلك، وأراد أن لهم ذنوبا جمعة كثيرة العدد، وان هذا الذنب مع عظمه بعضها وواحد منها ، وهذا الايمام لتعظيم التولى عن حكم الله واسرافهم فى اركابه (لفاسقون) لمتمردون فى الكفر معتدون فيه، يعنى ان التولى عن حكم الله من التمرد العظيم والاعتداء فى الكفر.

Munasabah:

بعد ان ذكر الله تعالى التوراة التى انزلها على موسى كليمه والانجيل الذي انزله على عيسى كلمته، وذكر ما فيهما من هدى ونور، وامر باتباعهما حيث كانا سائغي الاتباع، شرع فى ذكر القران العظيم الذى انزله على عبده ورسوله الكريم، وابان منزلته من الكتب المتقدمة قبله، وأن الحكمة اقتضت تعدد الشرائع والمناهج لهداية البشر بحسب الاحوال والازمان.   

ASBABUN NUZUL

Ka’ab bin Usaid mengajak Abdillah bin Shuria dan Syasy bin Qais untuk menghadap Rasulullah SAW. Mereka bermaksud untuk mempengaruhi Rasulullah SAW agar berpaling dari ajaran agamanya. Mereka datang seraya berkata: ”Wahai Muhammad, kamu telah memaklumi bahwa kami adalah ulama (cendekiawan) kaum Yahudi, bahkan tokoh ilmuwan dan pembesar di kalangan mereka. Jika kami mengikuti ajaran yang kamu bawa, tentu seluruh ummat Yahudi akan mengikuti jejak kami. Mereka sama sekali tidak akan membantah apa yang menjadi kehendak kami. Kebetulan saat ini antara kami para pembesar dan para bawahan sedang terjadi percekcokan. Oleh sebab itu kami bermohon kepadamu untuk memberikan pengadilan terhadap masalah kami, dan hendaklah kamu memenangkan kami. Sebagai konsekuensinya kami sesudah itu akan beriman kepadamu”. Rasulullah SAW secara spontan menolak permintaan ilmuwan Yahudi itu. Peristiwa ini telah melatarbelakangi turunnya ayat ke-49 dan 50 sebagai ketegasan agar tetap berpegang teguh kepada hukum-hukum Allah SWT dan berhati-hati dalam menghadapi orng-orang yang berkeinginan untuk memalingkan diri dari hukum-hukum Allah SWT.

(HR. Ibnu Ishak dari Ibnu Abbas).

DAFTAR PUSTAKA

Al- Imam Abul Fida Ismai’il Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi. 2001. Tafsir Ibnu Kasir. Bandung: Sinar Baru Algensindo