MAKALAH GEOLOGI INDONESIA

TUGAS MATA KULIAH GEOLOGI INDONESIA
(MALUKU)




UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI
2010
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap rasa syukur kehadirat Allah SWT, Atas segala rahmat dan ridhoNYA  kepada kami sehingga  makalah ini  dapat kami selesaikan tepat waktu. Penyusunan makalah dilakukan untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pembimbing mata kuliah geologi indonesia. Selain itu juga bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa melalui usaha tugas kelompok/tidak semata-mata diperoleh dari dosen pembimbing
Makalah ini disusun atas bantuan Dosen Pembimbing Mata Kuliah Geologi Indonesia, serta teman-teman yang pada akhirnya penyusunn makalah ini dapat diselesaikan. Untuk itu kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu demi terselesaikannya makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini kami menyadari masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan untuk memperbaiki makalah ini dan makalah-makalah yang akan datang.



Surabaya, 2 Mei 2010

      Penulis
   


BAB I
PENDAHULUAN
A.    LATAR BELAKANG
Kepulauan Indonesia adalah salah satu wilayah yang memiliki kondisi geologi yang menarik. Menarik karena gugusan kepulauannya dibentuk oleh tumbukan lempeng-lempeng tektonik besar. Tumbukan Lempeng Eurasia dan Lempeng India-Australia mempengaruhi Indonesia bagian barat, sedangkan pada Indonesia bagian timur, dua lempeng tektonik ini ditubruk lagi oleh Lempeng Samudra Pasifik dari arah timur. Kondisi ini tentunya berimplikasi banyak terhadap kehidupan yang berlangsung di atasnya hingga saat ini. Dari itulah disini kami mengkaji mengenai salah satu kepulauan yang berada di Indonesia, yaitu Kepulauan Maluku. Ada beberapa aspek yang akan kami kaji yaitu mulai dari peta geologi, setting geologi, struktur geologi, dan stratigrafi-nya.
B.RUMUSAN MASALAH
1.Bagaimana peta geologi dari kepulauan maluku?
2.Bagaimana setting geologi dari kepulauan maluku?
3.Bagaimana struktur geologi dari kepulauan maluku?
4.Bagaimana stratigrafi dari kepulauan maluku?

C.    TUJUAN
1.Untuk mengetahui peta geologi kepulauan melalui peta geologi.
2.Untuk mengetahui setting geologi kepulauan maluku.
3.Untuk mengetahui struktur geologi kepulauan maluku.
4.Untuk mengetahui stratigrafi kepulauan maluku.

BAB II
PEMBAHASAN
Maluku adalah sebuah provinsi di Indonesia. Ibukotanya adalah Ambon. Pada tahun 1999, sebagian wilayah Provinsi Maluku dimekarkan menjadi Provinsi Maluku Utara, dengan ibukota di Sofifi. Provinsi Maluku terdiri atas gugusan kepulauan yang dikenal dengan Kepulauan Maluku. Wilayah Kepulauan Maluku terletak pada posisi 2°30'−9° LS sampai 124°−135° BT (Utrecht 1998), dengan luas wilayah daratan dan lautan 57.326.817 ha. Luas lautan sekitar 90% atau 52.719.100 ha, sedangkan luas daratannya hanya sekitar 10% atau 4.625.416 ha (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku 1999).

Maluku sering dijuluki dengan Provinsi Seribu Pulau, karena wilayah daratannya didominasi oleh pulau-pulau kecil. Jumlah pulau di Provinsi Maluku berdasarkan identifikasi citra satelit dari LAP AN mencapai 1.412 buah (Titaley 2006). Luas pulau-pulau di Maluku berkisar antara < 761−18.625 km2. Pulau dengan luas kurang dari 1 juta ha dikategorikan sebagai pulau kecil (Monk et al. 2000).
Dengan kriteria tersebut, hanya Pulau Seram dengan luas 1,86 juta ha (Nanere 2006) yang tidak termasuk pulau kecil. Selain Pulau Seram, pulau-pulau lain yang memiliki luas lebih besar dibandingkan dengan pulau-pulau kecil lainnya adalah Pulau Yamdena, Buru, Wokam, Kobrour, dan Trangan. Selebihnya adalah pulau-pulau kecil dan bahkan terpencil yang jumlahnya mencapai 1.406 buah.
Maluku adalah merupakan suatu wilayah inoinesia yang berupa kepulauan seperti yang dijelaskan diatas. Untuk itu disini kami akan membahas kepulauan maluku sesuai dengan kondisi beberapa pulaunya.





Kabupaten-kabupaten di Maluku beserta Ibu Kotanya
 A.    PETA GEOLOGI MALUKU
Dari peta geologi kepulauan maluku diatas nampak bahwa kepulauan maluku terbagi atas dua bagian yaitu Maluku dan Maluku Utara. Secara geologi, Maluku terletak pada lempeng sunda sedangkan MalukunUtara terletak pada lempeng Filipina. Disebelah barat dari kepulauan Maluku merupakan mikro kontinen yatu berupa pulau sulawesi. Sedangkan disebelah timur kepulauan merupakan lempeng dari Samudera Pasifik.

B.SETTING GEOLOGI MALUKU
Kepulauan Maluku ini merupakan ujung yang terpisah dari Sistem Pegunungan Sunda. Pada Mesosoikum jalur orogen kawasan ini masih merupakan satu kesatuan dengan Sistem Pegunungan Circum-Australia. Pada Paleozoikum akhir, orogenesa dimulai dengan penurunan geosinklin di Cekungan Banda bagian tengah. Daerah ini merupakan pusat diatrofisma. Dari sini deformasi menyebar ke arah utara (Sistem Seram) dan selatan  (Sistem Tanimbar), yang di dihubungkan oleh sektor Kai dan busur Banda yang hadir sampai Tersier. Evolusi busur banda ini secara umum sesuai dengan proses pembentukan pegunungan dari Kepulauan Indonesia.Saat ini Sistem usur Banda mempunyai anomali isostatik negatif yang kuat. Ini menunjukkan bahwa pada jalur ini terdapat energi potensial yang  diperkirakan merupakan busur inti dan kerak batuan sialik dengan densitas rendah. Busur ini belum terkonsolidasi dengan kuat, mempunyai temperatur tinggi, dan banyak mengandung gas dengan kekentalan rendah. Kondisi ini menunjukkan adanya magma aktif yang memberikan gaya vertikal jika kondisi memungkinkan.
Pada zaman Pleistochen, daratan pulau Ternate masih merupakan satu daratan dengan pulau-pulau seperti; Morotai, Halmahera, Hiri, Maitara, Tidore, Mare, Moti, Makian, Kayoa, Bacan dan sebagainya yang terletak pada rankaian gunung berapi Zone Maluku Utara. Deretan pulau-pulau ini berada di sepanjang pantai barat pulau Halmahera di Propinsi Maluku Utara. Perubahan alam yang terjadi selama ratusan-ribu tahun dan pergeseran kulit bumi secara evolusi telah membentuk pulau-pulau kecil di sepanjang "Jazirah tuil Jabal Mulku", (Istilah yang sering dipergunakan oleh Buya Hamka). Halmahera adalah merupakan Pulau Induk dari di kawasan ini, yang menjadi dataran tertua, selain pulau Seram di Maluku Tengah.

C.STRUKTUR GEOLOGI MALUKU
Potensi hidrokarbon di Maluku bagian Utara diketahui dari kondisi tektonik dalam hal ini keberadaan cekungan - cekungan laut dalam. Terdapat 5 (lima) cekungan laut dalam Maluku Utara yaitu antara lain:
a. Cekungan Obi Utara dan Cekungan Obi Selatan
Kedua cekungan ini bentuk memanjang dengan kedalaman lebih 1000 meter. Cekungan Obi Utara berarah utara - selatan, di bagian barat dibatasi oleh patahan - patahan naik dari jalur tumbukan di Laut Maluku. Sedangkan cekungan Obi Selatan berarah timur - barat dan di batasi oleh Pulau Obi di bagian barat. Kedua cekungan ini di isi oleh material-material volkanik dan volkanik klastik serta kemungkinan batu gamping.
b. Cekungan Halmahera Utara dan Cekungan Halmahera Selatan.
Kedua cekungan ini merupakan cekungan busur belakang yang terbentuk pada "Zaman Neogen" yang didasari oleh batuan ofiolit, batuan busur gunung api serta batuan sedimen cekungan ini lebih dari 2000 meter, bentuk cekungan menyerupai jajaran genjang, sedangkan ukuran Cekungan Halmahera Selatan lebih besar dari Cekungan Halmahera Utara, yang dipengaruhi oleh batuan-batuan ofiolit dan malange yang berasal dari lengan Timur Halmahera  dan batuan-batuan volkanik dari lengan Barat Halmahera.
c. Cekungan Halmahera Timur.
Menurut Pertamina tahun 1993, cekungan dan sumber daya gas di Maluku Utara memperlihatkan terdapat pada Cekungan-cekungan Obi Utara, Obi Selatan, Halmahera Selatan, Halmahera Utara dan Halmahera Timur dengan sumberdaya kurang dari 3 triliun kaki kubik (TCF). Sementara menurut IAGI tahun 1985, sumber daya minyak dan gas bumi diperkirakan masing - masing  0,1780 juta barel dan 0,2016 TSCF.
Pulau Mangole
Pulau Mangole dapat dikelompokkan ke dalam tipe pulau tektonik teras terangkat. Sejumlah penelitian yang berkaitan dengan geologi telah pernah dilakukan di wilayah ini. Sebagaimana dikutip oleh Hehanussa dan Sukmayadi, 1993 beberapa peneliti geologi terdahulu di wilayah ini adalah Bouwer (1921 dan 1926), Koolhoven(1930), Sukamto (1975), Silver (1977), dan Pigram (1983). Pemetaan geologi bersistem dengan skala 1: 250.000 dilakukan oleh Surono dan Sukama dari Direktorat Geologi, Departemen Energi dan Sumber dayaMineral. Menurut Surono dan Sukama, 1985. Sebagaimana yang disajikan dalam Peta Geologi lembar Sanana skala 1:250.000, Pulau Mangóle termasuk bagian dari blok tektonik Banggai-Sulayang terdiri dari kelompok Pulau-pulau Mangóle, Sulabesi, dan Taliabu di sebelah timur dan Pulau-pulau Banggai dan Peleng di sebelah baratnya dan sejumlah pulau kecil lainnya.
Pulau Mangóle terutama tersusun dari batuan granit, sedimen Formasi Kabauw, dan Formasi Tanamu yang terdiri dari napal, batu gamping, serpih, dan batuan gunung api. Batuan granit terutama terdapat di bagian timur pulau sementara bagian baratnya didominasi sedimen dan batuan gunung api Mangóle yang mengisi bagian selatan hingga tengah pulau. Batuan malihan hanya terdapat di selatan dalam luasan yang sempit, demikian juga batu gamping hanya terdapat di bagian barat sebelah utara dengan penyebaran yang sempit. Formasi Tanamu mempunyai penyebaran yang agak luas, terutama di bagian tengah pulau. Secara tidak selaras di atas Formasi Tanamu diendapkan lapisan tipis teras terumbu koral terangkat dan endapan pantai dalam luasan yang sempit, kurang dari 800 m dan ketebalan kurang dari 10 meter tersebar sepanjang pantai, teluk dan sekitar tanjung
Dari peta kegempaan (zona seismik) yang dikeluarkan BMG, daerah ini termasuk wilayah yang mempunyai intensitas kegempaan yang cukup tinggi Pulau Mangóle yang merupakan bagian Blok Banggai-Sula dikelilingi oleh sesar dan zona peminjaman aktif, baik di utara maupun bagian selatan. Dua kali gempa besar yang potensial menimbulkan bahaya tsunami pernah terjadi di daerah ini yaitu tahun 1929 dan tahun 1965 dengan kerugian yang cukup besar. Dalam Peta Geologi lembar Sanana (Surono dan Sukarna, 1985) banyak terdapat gejala kontak tektonik seperti sesar geser dan sesar normal. Gejala struktur yang besar mendominasi pada arah barat – timur.


Pulau ternate
Dilihat dari sudut geologis, pulau Ternate merupakan salah satu dari deretan pulau yang memiliki gunung berapi, dari barisan garis: ”strato vulkano active at south pacific” yang melintang di kawasan Asia timur ke Asia tenggara, dari utara ke selatan. Salah satu yang masih aktif di kepulauan Maluku Utara adalah gunung “Gamalama” di pulau Ternate dengan ketinggian 1.730 m. (Bangsa Portugis menyebut dengan; Nostra Senora del Rozario).
Gunung berapi aktif yang sering mengakibatkan terjadinya letusan dan aliran lahar. Selain itu, terdapat lahan berkelerengan besar dengan volume luasan yang cukup besar, sehingga sulit dikembangkan untuk kegiatan permukiman dan industri. Dilihat dari aspek geologi dan jenis tanah, kota Ternate dan sekitarnya terdiri dari tanah regosol yang memiliki bahan induk utama batu pasir yang baik untuk kebutuhan material bangunan. Sedangkan tanah podsolik merupakan tanah batuan beku yang memiliki daya dukung terhadap beban bangunan yang sangat baik. Sebagai kota kepulauan yang didominasi lahan bergunung, pengembangan lahan untuk perkotaan terbatas di wilayah pesisir meskipun tidak menutup kemungkinan untuk pengembangan reklamasi kawasan pantai.
Dari sejumlah lahan pesisir yang ada, masih banyak lahan yang belum dimanfaatkan sebagai lahan budidaya, dan dari 5 pulau yang ada, pulau Ternate merupakan pulau yang paling pesat pertumbuhannya. Keterbatasan daya dukung ruang fisik kota Ternate, diikuti pula dengan keberadaan gunung berapi Gamalama di tengah-tengah pulau Ternate yang masih aktif dan sulit diprediksi keaktifannya. Keberadaan gunung ini menjadi pembatas dalam pengembangan lahan perkotaan. Kondisi topografi lahan kepulauan Ternate adalah berbukit bukit dengan sebuah gunung berapi yang masih aktif dan terletak ditengah pulau Ternate.
Secara geografi fisik, Kota Ternate terdiri dari pulau-pulau dengan jarak yang bervariasi, ada yang cukup dekat dan adapula yang cukup jauh. Dengan kondisi fisik yang demikian, maka perkembangan Kota Ternate, akan mengalami banyak tantangan dan kendala diakibatkan oleh faktor jarak tersebut, khususnya menyangkut strategi keterhubungan atau saling tunjang diantara pulau-pulau tersebut.
Pulau Buru
Penentuan struktur yang berkembang di Wapsalit, yang terletak di Kabupaten Buru, maluku adalah hasil dari penarikan kelurusan morfologi baik kelurusan sungai, punggungan pada citra landsat maupun peta topografi DEM dan pengamatan langsung di lapangan yang diperlihatkan dengan ditemukannya cermin sesar, kekar, offset litologi, gawir, longsoran dan triangular facet. Sesar-sesar yang berkembang dikelompokkan menjadi Sesar Wapsalit, Sesar Waekedang, Komplek Sesar Waemetar, Sesar Normal Debu. Untuk Sesar Waetina, Sesar Waehidi, Sesar Waepata dan Sesar Resun ditentukan berdasarkan kelurusan sungai, kelurusan topografi dan triangular facet. Pola umum tektonik yang terbentuk di daerah survei tersusun oleh sesar-sesar dengan jenis oblik dengan arah barat laut-tenggara dan barat daya-timur laut.
Sesar Wapsalit berarah hampir baratdaya-timurlaut sebagai struktur tua jenis oblique (menurun menganan). Indikasi sesar dicirikan dengan ditemukannya cermin sesar dengan arah sekitar N 50° E/ 65° pitch 25°-N 65°E / 65° dengan sudut pitch 30° ke Tenggara, zona hancuran dan longsoran di sepanjang jalan utama setelah dusun wapsalit ke arah Sungai Waehidi.
Sesar Waetina berarah hampir baratdaya-timurlaut, berdasarkan struktur regional sesar ini berjenis mendatar menganan dengan arah sekitar N 225°E. Keberadaan sesar ini dilapangan dicirikan oleh kelurusan topografi dan tebing di sekitar Dusun Waeplan serta longsoran di Sungai Waeplan berarah hampir baratdaya – timurlaut dengan arah sekitar N 220° E ditarik berdasarkan kelurusan topografi.
Sesar Resun berarah hampir baratdaya- timurlaut dengan arah sekitar N 70° E , ditarik berdasarkan kelokan sungai yang tajam serta kelurusan topografi.
Sesar Waekedang berarah hampir baratlaut- tenggara. Sesar ini berjenis oblique (menurun mengiri) dengan arah sekitar N 320° E. Penarikan sesar didasarkan oleh kelurusan manifestasi mata air panas, kelurusan sungai dan zona hancuran di sepanjang dinding sungai.
Sesar Debu berarah hampir baratlaut- tenggara. Sesar ini berjenis sesar normal dengan kelurusan sekitar N 335° E, blok bagian timur laut sebagai hanging wall. Penarikan sesar didasarkan atas kelurusan topografi dan munculnya rawa di sepanjang perjalanan ke dusun Debu.
Komplek Sesar Waemetar dengan arah barat laut - tenggara sekitar N 175°E/ 65° sudut pitch 30°, arah barat daya – timur laut sekitar N 240° E / 70° sudut pitch 15° dengan arah pergeseran relatif ke timur, N 256° E/ 70° sudut pitch 60° dengan arah pergerakan ke tenggara. Arah hampir barat-timur sekitar N 105° E/ 20° dengan sudut pitch 20°, arah pergerakan relatif tenggara.
D.    STRATIGRAFI MALUKU

Banggai-Sula
Stratigrafi batuan pada blok tektonik Banggai-Sula sebagaimana disajikan oleh Surono dan Sukama (1985) berurutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut :
Batuan malihan, terdiri dari sekis, genes, amfibolit, filit, batu pasirmalihan dan argilit. Batuan malihan ini diterobos oleh batuan granit (Granit Banggai). Granit Banggai ini lebih lanjut dapat dibedakan menjadi granit, granit biotit, granit muskovit, dan granodiorit.
Di atas batuan Malihan dan Granit Banggai secara tidak selaras dijumpai Formasi Kabauw yang terdiri dari selang seling konglomerat, batu pasir, dan serpih bersisipan batubara. Formasi Kabauw diperkirakan mencapai tebal 200 m dan tersingkap di Sungai Kabauw di sebelah barat Pulau Sulabesi. Kalkarenit terpilah buruk, berukuran pasir kasar hingga sedang, membulat tanggung.
Selanjutnya di atasnya ditemukan batu gamping Formasi Peleng yang terdiri dari batu gamping terumbu terangkat berumur Pleistosen hingga Resen. Endapan alluvial; yang terdiri dari pasir, kerikil, kerakal dan lumpur ditemukan disepanjang sungai, terutama muara. Hanya sedikit batuan malihan yang tersingkap di Pulau Mangóle yaitu di pantai sebelah selatan pada ujung timur pulau.

Pulau Buru
Secara umum batuan di pulau Buru didominasi oleh batuan malihan, batuan sedimen berupa batugamping ,batupasir dan konglomerat. Batuan tertua yang tersingkap adalah Sekis, danbatuan vulkanik yang tersingkap adalah tuf sisipan lava (basaltik/andesitik). Pulau Buru termasuk sebagai mikro kontinen dari lempeng Australia dan bagian dari busur banda bagian dalam yang memiliki kondisi geologi yang kompleks.
Daerah panas bumi Wapsalit, yang terletak di Kabupaten Buru, maluku dibagi menjadi 4 satuan batuan, yaitu satuan batuan metamorfik/ malihan, satuan batulempung, satuan undak sungai dan satuan aluvium. Batuan metamorfik yang didominasi oleh filit, batu sabak, batu tanduk (hornfels), kuarsit, skiss dan arkosa. Penentuan umur radiometric dengan menggunakan mineral zirkon menunjukkan umur dari kuarsit adalah berumur Permian Akhir ( 265 MA). Batulempung (Kpll) tersebar di daerah Metar selang-seling dengan batupasir kasar dengan arah/kemiringan (strike/dip) sekitar N 275°E/15°- N 310° E/10°, ditemukan pengarangan kayu warna hitam kecoklatan menyerupai gambut yang mengindikasikan lingkungan pengendapan pada lingkungan darat.
Tebal dari batulempung sekitar 20-150 cm. Batupasir kasar berwarna abu-abu kecoklatan, butiran sedang- kerikil , struktur sedimen penghalusan ke arah atas (graded bedding). Tebal dari batupasir antara 30-50 cm. Berdasarkan kesebandingan regional umur dari satuan ini adalah Kuarter Awal (Plistosen). Satuan Undak Sungai (Kpul) tersebar daerah Dusun Debu, Metar, Wae Tina dan Wae Flan. Litologi satuan ini didominasi oleh batuan sedimen rombakan berupa konglomerat berwarna coklat kemerahan-kehitaman, butiran mulai dari kerikil-kerakal, terpilah sangat buruk. Komponen/fragmen tersusun oleh batuan metamorfik seperti filit, skiss, sabak, kuarsit, pasir dan lempung. Satuan ini menindih selaras satuan batulempung dan diperkirakan berumur Kuarter Awal (Plistosen).
Satuan Alluvium (Qal), menempati sekitar pedataran sungai Wae Apo tersusun oleh lempung, pasir, bongkahan batuan metamorf yang lepas-lepas yang berada di pinggir Sungai Wae Apo yang merupakan sungai tua dengan gosong pasir/ sand bar yang luas.
Batuan Ubahan, alterasi yang terjadi pada batuan merupakan proses hidrotermal akibat reaksi antara fluida dengan batuan asal yang biasanya dipengaruhi oleh suhu, tekanan, jenis batuan asal serta komposisi fluida (khususnya pH). Fluida yang bersifat asam yang terjadi pada kedalaman dangkal dan elevasi yang relatif tinggi cenderung akan mengubah batuan asal menjadi mineral lempung.
Pada lokasi survei alterasi batuan berada di daerah Sungai Wae Kedang/Pemali mencakup daerah yang cukup luas ± 35.000 m2 . Ubahan yang terbentuk merupakan hasil interaksi antara fluida yang dibawa oleh air panas melalui bidang lemah/sesar yang mengalami kontak dengan batuan metamorfik/malihan jenis filit.
Halis analisis petrografi menunjukkan batuan metamorf yang terdapat di Sungai Pemali dan Sungai Waemetar menunjukkan struktur foliasi filonite dan skistose pada mineral kuarsa dan grup mika, yang merupakan ciri khas pada batuan filit dan skis sedangkan struktur granulose merupakan indikasi untuk batuan kuarsit yang didominasi oleh mineral kuarsa. Hasil analisis PIMA (Portable Infrared Minerals Analyzer) menunjukkan daerah alterasi yang berada di Sungai Pemali tersusun oleh mineral – mineral lempung seperti kaolinite, halloysite, dickite, illite dan mineral alunite. Munculnya illite menunjukkan temperatur pembentukannya berada pada suhu yang cukup tinggi, antara 240 - 300°C menunjukkan tipe hidrotermal pada zona phyllic. Sedangkan munculnya mineral alunit menunjukkan tipe hidrotermal pada zona advance argilic, mineral alunit biasanya berasosiasi dengan tipe air panas asam dengan sulfida tinggi. Sedangkan mineral kaoline, halloysite dan dickite menunjukkan temperatur pembentukan yang lebih rendah dan biasanya termasuk pada zona hidrotermal argilik.
Stratigrafi batuan dibagi menjadi 4 satuan dengan urutan dari tua ke muda, terdiri dari batuan metamorf, satuan batulempung, satuan undak sungai, dan alluvium. Batuan tertua berumur 265 ± 0,2 ma atau Permian Akhir. Peranan struktur Sesar Waekedang yang berarah Barat Laut –Tenggara sangat penting sebagai kontrol geologi dan panas bumi di daerah manifestasi. Suhu tertinggi mencapai 101.3 °C, berada di S. Pemali termasuk sistem dominasi air (hot water dominated) Sumber panas diperkirakan berupa tubuh intrusi/ vulkanik yang belum muncul kepermukaan.


BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
•    Kepulauan maluku terbagi atas dua bagian yaitu Maluku dan Maluku Utara. Secara geologi, Maluku terletak pada lempeng sunda sedangkan MalukunUtara terletak pada lempeng Filipina. Disebelah barat dari kepulauan Maluku merupakan mikro kontinen yatu berupa pulau sulawesi. Sedangkan disebelah timur kepulauan merupakan lempeng dari Samudera Pasifik.

•    Kepulauan Maluku merupakan ujung yang terpisah dari Sistem Pegunungan Sunda.
•    Terdapat 5 (lima) cekungan laut dalam Maluku Utara yaitu antara lain: Cekungan Obi Utara dan Cekungan Obi Selatan, Cekungan Halmahera Utara dan Cekungan Halmahera Selatan, Cekungan Halmahera Timur.