Sebarkan Ilmu Untuk Indonesia Yang Lebih Maju

Materi Semantik atau Jenis-Jenis Makna (قياس المعنى)

Banyak orang mengira bahwa makna cukup dengan menjelaskan sebuah kalimat atau kata. Para ilmuan telah membedakan antara jenis-jenis makna dengan menjelaskannya terlebih dahulu daripada batasan-batasan makna suatu kalimat.
Dr. Muhammad Muhktar ‘Umad telah mengklasifikasikan jenis-jenis makna ke dalam lima jenis di antaranya sebagai berikut:
1. Makna Dasar/Asasi (المعنى الأساسى). Makna ini sering disebut juga sebagai makna awal (المعنى الأولى), atau makna utama (المعنى المركزى), makna gambaran (المعنى التصورى), atau makna pemahaman/conceptual meaning (المعنى المفهومى), dan makna kognitif (المعنى الإدراكي). Makna ini merupakan makna pokok dari suatu bahasa. Makna ini pun memiliki hubungan erat dengan makna bahkan bisa dikatakan sama dengan makna dalam fonologi atau nahwu.
Hubungan dengan fonologi karena suara (fon) dapat membentuk suatu makna gambaran (المعنى التصورية) dalam ilmu semantik. Hubungan makan ini dengan ilmu nahwu karena dapat dipecah menjadi susunan yang membentuk unit makna (الوحده الدلالة). Unit makna bergabung dan melahirkan suatu makna, sama halnya dalam ilmu nahwu seperti adanya suara, morfem terikat, kata, susunan kata, dan kalimat (صوت, المرفيم المتصلة, الكلمة, التركيب, الجملة).
Contohnya kalimat إمراة memiliki makna konseptual seperti berikut:
إمراة = + إنسان – ذكر + بالغ atau
Wanita = manusia, bukan laki-laki, baligh (dewasa).
2. Makna Tambahan (المعنى الإضافي أو العرضي أو الثانوي أو التضمني), yaitu makna yang ada di luar makna dasarnya. Makna ini dapat dikatakan sebagai makna tambahan dari makna dasar namun makna ini tidak tetap dan perubahannya menyesuaikan dengan waktu dan kebudayaan pengguna bahasa.
Contohnya kata ‘wanita’ (إمراة) yang memiliki makna dasar ‘manusia bukan lelaki yang dewasa’. Jika kata ini ditambahi dengan makna tambahan, maka banyak sekali makna yang akan timbul dari kata tersebut. Seumpama jika kata ‘wanita’ dimaknai oleh sebuah kelompok dengan ‘makhluk yang pandai memasak dan suka berdandan’, maka inilah makna tambahan yang keluar dari kata ‘wanita’ tersebut. Atau jika ‘wanita’ dimaknai dengan ‘makhluk yang lembut perasaannya, labil jiwanya, dan emosional’. Kedua makna tambahan ini tidak berlaku tetap sebagai makna tambahan dari kata ‘wanita’. Apabila suatu kelompok pada zaman tertentu menggunakannya maka makna tambahan itu masih berlaku. Namun jika makna itu sudah tidak dipakai lagi, maka tidak berlaku pulalah makna tambahan itu.
Contoh lainnya adalah kata ‘Yahudi’ (يهودي) memiliki makna dasar ‘orang yang menganut suatu agama Yahudi’ juga memiliki makna tambahan yaitu ‘orang yang jahat, licik, rakus, pelit, penentang, dsb.’
3. Makna Gaya Bahasa/Style (المعنى الإسلوبي), yaitu makna yang lahir karena disebabkan karena penggunaan bahasa tersebut. Penggunaan bahasa dapat dilihat dalam bahasa sastra, bahasa resmi, bahasa pergaulan, dan lain sebagainya. Perbedaan penggunaan bahasa menimbulkan gaya yang berbeda dengan makna yang berbeda pula. Dalam bahasa sastra sendiri memiliki perbedaan gaya bahasa seperti gaya bahasa puisi, natsr, khutbah, kitabah, dan lain sebagainya.
Kata daddy digunakan untuk panggilan mesra kepada sang ayah, sedangkan father digunakan sebagai panggilan hormat dan sopan kepada sang ayah. Kedua kata ini ternyata berpengaruh terhadap penggunaan bahasa yang bermakna ‘ayah’ dalam bahasa Arab.
Kalimat داد digunakan oleh orang-orang aristokrat yang memiliki jabatan yang tinggi. Kalimat الولد – والدي digunakan sebagai bahasa sopan dan hormat. Kalimat بابا – بابي digunakan dalam bahasa ‘Ammiyah Raaqin (عامي راق). Dan kalimat أبويا – آبا digunakan dalam bahasa ‘Aamiyah Mubtadzil (عامي مبتذل).
4. Makna Nafsi (المعنى النفسي) atau makna objektif, yaitu makna yang lahir dari suatu lafadz atau kata sebagai makna tunggal
5. Makna Ihaa’i (المعنى الإيحائي), yaitu jenis makna yang berkaitan dengan unsur lafadz atau kata tertentu dipandang dari penggunaannya. Dalam makna ini memiliki tiga pengaruh di antaranya sebagai berikut:
a) Pengaruh suara (fonetis), contohnya seperti suara-suara hewan yang menunjuk langsung pada hewan itu.
b) Pengaruh perubahan kata (sharfiyah) berupa akronim atau singkatan. Contohnya بسمله singkatan dari بسم الله الرحمن الرحيم, حمدله, صهصلق (من صهل وصلق).
c) Pengaruh makna kiasan yang digunakan dalam ungkapan atau peribahasa.

Dalam bukunya, Geoffrey Leech membedakan makna pada tujuh unsur yang berbeda, yaitu sebagi berikut:
1. Makna Konseptual, yaitu makna yang menekankan pada makna logis. Kadang-kadang makna ini disebut makna ‘denotatif’ atau ‘koginitif’. Makna konseptual memiliki susunan yang amat kompleks dan rumit, namun dapat dibandingkan dan dihubungkan dengan susunan yang serupa pada tingkatan fonologis maupun sintaksis.
2. Makna Konotatif,
3. Makna Stilistik,
4. Makna Afektif,
5. Makna Refleksi,
6. Makna Kolokatif,
7. Makna Tematik,

Para Ilmuan bahasa menggunakan ukuran makna untuk memperjelas tujuan makna. Ada bebarapa ukuran makna seperti di bawah ini:
1. Ukuran makna dasar pada kata-kata yang berlawanan. Pada dua kata yang berlawanan kata dan penggunaannya sesuai realita objektif padahal menunjukkan makna yang umum. Penggunaan kata ini mempengaruhi makna sehingga terjadi penyempitan makna untuk kata masing-masing. Seperti kata ‘panas’, ‘hangat’, ‘sedang’, ‘sejuk’, ‘dingin’, dan ‘beku’. Semua kata itu menunjukkan makna umum, yaitu cuaca namun perbedaan penggunaannya disebabkan karena realita yang ada. Perbedaan makna pada kata-kata di atas dibedakan karena tingkat kenyataannya.
2. Ukuran perbedaan dalam makna objektif dengan menyandarkan pada pemahaman orang yang berbeda-beda. Ukuran makna ini telah dijelaskan oleh Charles E. Osgood dengan teorinya yaitu ‘Psycho-semantics’. Dalam ukuran makna ini, sebuah kata memiliki perbedaan yang jelas dalam maknana dengan kata yang lain. Contohnya kata خشن yang berarti ‘kasar’ dan kata ناعم yang berarti ‘lembut’. Ukuran makna ini juga disebut sebagai lawan kata atau antonimi
3. Ukuran psikologi pengguna bahasa. Ukuran makna tergantung pada segala hal yang berhubungan langsung dengan psikologi manusia. Pemahaman manusia sangat mempengaruhi makna, apabila pemahaman sempit, maka makna itu menjadi sempit dan apabila pemahamannya luas maka makna itu akan menjadi luas. Perubahan makna kata menjadi lebih sempit dinamakan peyorasi sedangkan perubahan makna kata menjadi lebih luas dinamakan ameliorasi.
4. Ukuran tingkat makan seperti pada makna ‘ahdats’ (tertawa, berbicara, membaca, dan menulis) dan kata-kata sifat seperti cerdas, panjang, bodoh, mahir, dan lain sebagainya.