Sebarkan Ilmu Untuk Indonesia Yang Lebih Maju

contoh KASUS HUKUM PERTANAHAN MENGENAI PEMBEBASAN LAHAN MENJADI PENYEBAB UTAMA TERHAMBATNYA PEMBANGUNAN JALAN ARTERIcontoh KASUS HUKUM PERTANAHAN MENGENAI PEMBEBASAN LAHAN MENJADI PENYEBAB UTAMA TERHAMBATNYA PEMBANGUNAN JALAN ARTERI

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

“Hukun Pertanahan”

Oleh

Aminah Amini  (CO1314124)

Dosen Pembimbing :

Hj. Sodaqoh Jariah, S.Sos, SH, M. Si

FAKULTAS SYARI’AH

HUKUM KELUARGA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SURABAYA

2010

KASUS

Sidoarjo- Pembebasan lahan menjadi penyebab utama terhambatnya pembangunan jalan arteri. Ternyata sebagian besar lahan yang belum dibebaskan itu berstatus tanah kas desa (TKD). Hal tersebut merupakan temuan DPRD Jatim setelah mengkaji penyebab tersendat- sendatnya pembangunan jalur pengganti Raya Porong itu.

Anggota Komisi D DPRD Jatim Jalaluddin Alham menyatakan, berdasar data yang diterimanya, 71 persen lahan sudah dibayar. Sedangkan yang sudah disepakati 18,49 persen. Sisanya masih a lot.

Usut punya usut, mayoritas sisa tanah yang masih a lot itu ternyata berstatus TKD. Menurut dia, seharusnya pemerintah setempat bisa mempercepat pelepasannya. Sebab, kebutuhan lahan saat ini sangat mendesak. “Warga sudah mempermudah, masak milik pemerintah malah sulit.” Katanya.

Politikus Demokrat itu menyatakan, pola pelepasan TKD cukup longgar setelah turun Permendagri 2009. Intinya, tanah pengganti tidak harus berada di desa atau kecamatan yang sama dengan tanah yang dilepas. Asal, masih dalam satu kabupaten. Berdasar peraturan sebelumnya, tanah pengganti diharuskan berada di satu desa. “Kami mendorong agar prosesnya tidak berlarut-larut.” Ucapnya.

Sementara itu, Asisten I Pemkab Sidoarjo M. G. Hadi Sutjipto mengiyakan bahwa tanah tersebut belum dibebaskan. Menurut dia, saat ini pelepasan tanah baru selesai sebagian. “Ada yang tinggal menunggu persetujuan dari gubernur.” Jelasnya.

Agar pembangunan bisa cepat, Hadi mengusulkan agar dana untuk membeli tanah pengganti itu dialokasikan dulu dan disimpan di kas daerah. (eko/c13/ib)

PEMBAHASAN

Pada kasus pertanahan diatas yaitu mengenai pembebasan lahan menjadi penyebab utama terhambatnya pembangunan jalan arteri yang terjadi di Desa Wunut baru bisa dibangun di atas tanah yang sudah dibebaskan oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.

Kasus ini jika dikaitkan dengan hukum pertanahan maka termasuk dalam bab pembebasan hak atas tanah. Maka disini penulis akan membahas mengenai pembebasan hak atas tanah.

Pengertian pembebasan hak atas tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak atau penguasa atas tanah dengan cara memberikan ganti rugi.[1] Adapun tujuan dilakukannya pembebasan tanah adalah apabila pemerintah atau badan swasta yang bekerja untuk kepentingan pemerintah membutuhkan tanah dari rakyat guna kepentingan umum. Kepentingan umum disini adalah seperti yang tercantum dalam Intruksi Presiden RI No.9 tahun 1973 tentang Pedoman- pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak- hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya, sebagai berikut:

~     Pasal 1 (1): “ Suatu kegiatan dalam rangka pelaksanaan pembangunan mempunyai sifat kepentingan umum apabila kegiatan tersebut menyangkut:

a.       Kepentingan bangsa dan negara dan atau

b.      Kepentingan masyarakat luas dan atau

c.       Kepentingan rakyat banyak dan atau

d.      Kepentingan pembangunan

Pembebasan tanah itu dilaksanakan dengan cara musyawarah untuk memperoleh kata sepakat antara panitia pembebasan tanah dengan pihak pemilik tanah. Melalui musyawarah ia diminta untuk menyerahkan hak tanahnya dengan disertai ganti kerugian yang layak. Penyerahan harus dilakukan oleh pemiliknya dengan suka rela, demikian ketentuan UUPA. Artinya kesukarelaan merupakan syarat mutlak dalam persoalan ini.[2]

Mengenai pembebasan tanah ini terutama diatur di dalam Peraturan Pemerintah maupun di dalam Peraturan Menteri seperti Peraturan Menteri Dalam Negeri No.2 Tahun 1976 tentang Penggunaan Acara Pembebasan Tanah untuk Kepentingan Pemerintah bagi Pembebasan tanah oleh Pihak Swasta, Surat Edaran Dirjen Agraria Departemen Dalam Negeri No.BTU. 2/568/2-76 dan banyak lagi yang berupa surat edaran maupun keputusan Gubernur mengenai pembebasan tanah tersebut.[3]

Pembebasan hak atas tanah untuk kepentingan pemerintah. Pembebasan hak atas tanah untuk proyek-proyek pemerintah dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu:

1.         Berdasarkan tata cara yang diatur dalam PMDN No. 15 tahun 1975.

Dalam masalah pembebasan tanah ini ada sebuah panitia yang disebut Panitia Pembebasan Tanah yang bertugas melakukan pemeriksaan/penelitian dan menetapkan besarnya ganti rugi dalam rangka pembebasan suatu hak atas tanah dengan atau tanpa bangunan dan tanaman yang tumbuh diatasnya. Pembentukan panitia ini berdasarkan PMDN No. 15 tahun 1975 dan ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah untuk masing-masing kabupaten/kotamadya dalam suatu propinsi yang bersangkutan.[4]

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa pembebasan hak atas tanah melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No.15 Tahun 1975 adalah didasarkan atas kata sepakat melalui musyawarah. Oleh karena itu apabila dalam pembebasan tersebut para pemegang hak atas tanah tidak setuju, maka pembebasan tidak dapat dilaksanakan dan keputusan yang diambil oleh Gubernur Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam pasal 8 (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 15 Tahun 1975: “tidak mempunyai kekuatan untuk dipaksakan pada pihak yang mempunyai tanah”.[5]

2.         Berdasarkan tata cara yang diatur dalam PMDN No. 2 Tahun 1985.

Tata cara pengadaan tanah menurut PMDN No.2 Tahun 1985 ini adalah untuk pengadaan tanah di wilayah kecamatan yang luasnya tidak lebih dari 5 hektar. Pengadaan tanah dimaksud dilaksanakan langsung oleh Pimpinan Proyek Instansi yang bersangkutan, yaitu dengan memberitahukan kepada Camat mengenai letak dan luas tanah yang diperlukan.

HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMBEBASAN TANAH

Sebelum mengeluarkan Surat Keputusan Pemberian Hak, menurut surat Menteri Dalam Negeri kepada para Gubernur di seluruh Indonesia tanggal 28-5-1969 No. Ba/5/28/281/5 harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1.      Bahwa status tanahnya benar sebagai yang dikemukakan oleh pihak yang melepaskan hak.
-->

2.      Bahwa benar hak yang bersangkutan telah dilepaskan oleh yang empunya.

3.      Bahwa yang melepaskan hak itu benar pihak yang berhak atas tanah tersebut dan memang berwenang untuk berbuat demikian.

4.      Bahwa tidak ada pihak ketiga yang akan dirugikan oleh tindakan tersebut, misalnya seorang kreditor.

5.      Bahwa benar hak yang dilepaskan itu mengenai tanah yang dimaksudkan.

6.      Bahwa benar yang empunya tanah telah menerima ganti kerugian dari pihak yang membebaskan haknya sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

7.      Bahwa mengingat planologi dan faktor yang menyangkut pihak yang membebaskan hak, tanah yang bersangkutan akan dapat diberikan kepadanya dengan hak baru yang dimohonnya.

Singkatnya, dalam acara pembebasan hak hal yang harus diperhatikan adalah:

1.      Planologi.

2.      Akta pelepasan hak.

3.      Ganti rugi.

4.      Permohonan hak.

5.      Uang administrasi.

6.      Pendaftaran hak.

Telah penulis jelaskan di atas mengenai pembebasan hak atas tanah dari pengertian, aspek hukum pembebasan tanah serta hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembebasan hak atas tanah. Sekarang kita kembali pada kasus pertanahan yang ada di atas, sebenarnya kasus tersebut sudah jelas penyelesaiannya di sini masyarakat telah melepaskan tanahnya untuk kepentingan pemerintah dan telah diberikan ganti rugi kepada mereka. Pembangunan jalan tol pun sudah dimulai hanya saja karena ada sebagian lahan yang belum dibebaskan itu berstatus tanah kas desa (TKD) maka pembangunan jalan tol ini terhambat. Maka Pemkab Sidoarjo harus segera menyelesaikan kasus ini dengan melepaskan tanah kas desa tapi dengan memberikan ganti rugi yang telah disepakati melalui jalan musyawarah terlebih dahulu dan mengikuti aturan-aturan yang telah ada. Dalam aturan TKD melepaskan TKD ini harus ada tanah pengganti yang diharuskan berada di satu desa. Namun setelah turun Permendagari 2009 yang intinya, tanah pengganti tidak harus berada di desa atau kecamatan yang sama dengan tanah yang dilepas asal masih dalam satu kabupaten. Maka di sini Pemkab Sidoarjo harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan asal semua dilakukan dengan jalan musyawarah dan melakukan pembebasan tanah melalui tahapan- tahapan yang telah kami jelaskan di atas.

KESIMPULAN

Penyelesaian kasus di atas mengenai pembebasan hak atas tanah. Pengertian pembebasan hak atas tanah adalah melepaskan hubungan hukum yang semula terdapat diantara pemegang hak atau penguasa atas tanah dengan cara memberikan ganti rugi

            Tapi dalam kasus tersebut pembebasan hak atas tanah bukan pada tanah milik masyarakat sendiri melainkan tanah ini adalah tanah kas desa. Maka dalam penyelesaiannya harus tunduk pada ketentuan-ketentuan yang ada, pastinya harus ada musyawarah terlebih dahulu mengenai ganti rugi terhadap tanah itu dan mengikuti peraturan-peraturan lainnya, seperti dalam tanah kas desa harus ada tanah pengganti, maka ketentuan itu juga harus dipenuhi.

DAFTAR ISI

Suandra, wayan. 1991. Hukum Pertanahan Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sojono dan Abdurrahman. 1998. Prosedur Pendaftaran Tanah. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Mutafa, bachsan. 1988. Hukum Agraria Dalam Perspektif. Bandung: Remadja Karya

Harsono, budi. 2006. Hukum Agraria Indonesia ( Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah). Jakarta: Djambatan

[1] Wayan Suandra. Hukum Pertanahan Indonesia. ( Jakarta: Rineka Cipta,1991) hal: 21

[2] Soejono dan Abdurrahman. Prosedur Pendaftaran Tanah  ( Tentang Hak Milik, Hak SewaGuna, dan Hak Guna Bangunan. ( Jakarta: PT Rineka Cipta, 1998) hal: 22

[3] Ibid. Hal: 78

[4] Bachsan Mustafa, Hukum Agraria dalam Perspektif, (Bandung: Remadja Karya, 1988) hal. 66.

[5] Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah), (Jakarta: Djambatan, 1989) hal. 397.